Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alyaa Taqiyya Tsaabita

Yuk Cari Tau! Alasan Seseorang Tega Melakukan Cyberbullying

Eduaksi | 2021-12-16 22:23:57
Ilustrasi cyberbullying, Photo by Pinterest.com

Kita semua tau, tentunya pada zaman millenial saat ini, penggunaan internet khususnya media sosia sudah tidak asing lagi bagi kita. bahkan, tidak terpisahkan dari kehidupan pribadi kita sehari-hari. Buktinya, terhitung sejak Januari 2021 dilaporkan terdapat 202,6 milyar pengguna media sosial di Indonesia. Namun, apakah kamu pernah mendengar kasus cyberbullying yang terjadi di media sosial?Tentunya kita tau, memang betul bahwa internet dan media sosial dapat memberikan banyak kemudahan bagi kita, salah satunya adalah sebagai wadah dalam berbisnis, juga memudahkan kita untuk saling berkomunikasi kepada satu sama lain, bahkan dengan orang asing sekali pun. Namun, disadari atau tidak ternyata maraknya penggunaan media sosial pada saat ini ternyata dapat mengarah pada hal yang bersifat desktruktif, yaitu Cyberbullying. Perilaku cyberbullying ini tentunya pernah kita temui pada media sosial yang dilakukan oleh pengguna media sosial, biasa kita menyebutnya "Netizen".

Alih-alih berpendapat, netizen membuat cyberbullying menjadi hal yang wajar. Tentunya kamu pasti sudah familiar dengan istilah cyberbullying. Tapi, kalian tau gak sih Cyberbullying itu apa? Cyberbullying merupakan penggunaan teknologi digital yang berulang dan bersifat disengaja bertujuan untuk menargetkan orang lain dengan ancaman, pelecehan, atau penghinaan public (Cuncic, 2021).

Ilustrasi medsos, Photo by Pexels

Kemajuan teknologi yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk “bebas berpendapat”, bahkan orang yang tidak kita kenal dapat menjadikan media sosial sebagai sarana yang mudah untuk melakukan cyberbullying. Semudah itu untuk netizen “ikut campur” kepada apapun yang kita unggah. Mengetik komentar sekata dua kata dan terbentuk menjadi suatu kalimat dengan unsur menghina. Lebih buruknya, netizen sering terlihat menghakimi dan mengatur standar hidup orang lain yang tidak sesuai dengan prinsip hidup mereka.

Lantas, seperti apa ya cyberbullying dalam kacamata psikologi? dan mengapa beberapa orang tega melakukan cyberbullying?. Yuk simak lebih lanjut penjelasannya.

Anonimitas dan Dehumanisasi.

Ilustrasi anonymus, Photo by Pexels

Kalian pasti tau kan, zaman sekarang internet membuat seseorang dapat dengan mudah membuat akun di sosial media tanpa harus menggunakan nama asli mereka. tapi kalian tau gak sih? Hal ini ternyata dapat mengarahkan mereka pada tindakan anonimitas, yang membuat seseorang tidak akan merasa takut akan konsekuensinya jika mengirimkan komentar buruk atau ancaman yang bersifat bullying. Atau biasa kita sebut "Haters". Mereka yang melakukan tindakan anonimitas ini, bisa saja mereka langsung menghilang setelah mengirimkan pesan tersebut. Interaksi di internet yang meniadakan tatap muka dan kontak mata secara langsung memberikan amunitas untuk merendahkan orang lain, di mana mereka akan berperilaku yang normalnya tidak akan bisa mereka lakukan dalam situasi offline atau tidak secara langsung. Terkadang hal ini membuat mereka menjadi kurang merasa empati terhadap kondisi mental dan efek jangka panjang korban sepanjang hidupnya. Nah, proses tersebut adalah sebuah bentuk dari dehumanisasi.

Rendahnya Self-esteem.

Ilustrasi self-esteem, Photo by Pexels

Sekelompok peneliti asal China, menyajikan pandangan menarik terhadap perilaku Cyberbullying dengan Self-esteem yang terdapat pada anak-anak dan remaja. Salah satu temuan dari penelitian ini adalah seseorang dengan self-esteem yang rendah, dapat terindikasi sering melakukan cyberbullying. Hal ini dijelaskan bahwa, seseorang dengan self-esteem yang rendah, biasanya kemampuan sosial yang dia miliki juga rendah. Serta cara dalam berperilaku pun tidak sesuai dengan norma sosial yang ada. Dan ternyata, ada alasan lain lho! yang membuktikan bahwa seseorang dengan self-esteem yang rendah, dan melakukan cyberbullying guna mendapatkan “power” serta untuk meningkatkan harga diri pribadi. Tetapi, tentu saja tindakan anonimitas tidak bisa dibenarkan, apalagi hanya untuk meningkatkan harga diri pribadi si pelaku.

Merasa kesepian atau terisolasi.

Ilustrasi lonely, Photo by Pexels

Pernah gak sih kalian berfikir, kalau pelaku cyberbullying ini memiliki masalah pada dirinya? Ternyata benar lho! Pelaku cyberbullying juga bisa jadi adalah orang yang sedang berjuang dengan perasaan terisolasi atau kesepian di lingkungan sekitarnya (McLoughlin & Hermens, 2018). Jika mereka merasa diabaikan oleh orang lain, mereka mungkin akan mencari perhatian orang sekitar dengan cara menyerang "si korban" agar diri si pelaku menjadi lebih baik dari sebelumnya atau bisa dikatakan melampiaskan amarah mereka kepada orang lain. Biasanya, seseorang yang pernah menjadi korban cyberbullying juga pernah mengalami bullying secara tatap muka lho! Maka dari itu, tetap dekat dengan orang-orang di sekitar kamu ya! seperti keluarga, teman, dan komunitas yang positive vibes adalah hal yang penting untuk kesehatan mental kita.

Jika kamu pernah mengalami cyberbullying, segera meminta bantuan ya! Dengan orang professional atau otoritas, itu penting dan bukan suatu kelemahan. Ingat ya! paling tidak kamu bisa bercerita apa yang kamu alami kepada keluarga atau teman terdekatmu. Bagaimanapun sebagai teman dari korban cyberbullying, setidaknya teman bisa mengerti keadaanmu, memberimu dukungan dan membantu untuk mengembalikan self-worth mereka.

Ilustrasi Stop cyberbullying, Photo by Pexels

Nah, sudah paham kan Cyberbullying itu seperti apa? Mulai sekarang, yuk kita stop me-normalisasi budaya nyinyir di media sosial. Pelan-pelan hindari untuk berkomentar negatif dan selalu berusaha untuk bersikap baik. We have to realize that words hurt. Putus rantai bullying dan mulai menghargai setiap perbedaan karena setiap manusia memiliki keunikannya masing-masing. Sekian dari aku, semoga bermanfaat! Semangat terus yaa!

Referensi :

Cuncic, A. (2021). The psychology of cyberbullying. Diakses 11 Desember 2021 dari https://www.verywellmind.com/the-psychology-of-cyberbullying-5086615#citation-10

Kemp, S. (2021). Digital 2021: Indonesia, Data Reportal. Diakses 11 Desember 2021 dari https://datareportal.com/reports/digital-2021-indonesia

Lapidot-Lefler, N., & Barak, A. (2012). Effects of anonymity, invisibility, and lack of eye-contact on toxic online disinhibition. Computers in Human Behavior, 28(2), 434–443. https://doi.org/10.1016/j.chb.2011.10.014

Mcloughlin, L.T., & Hermens, D.F. (2018) Cyberbullying and social connectedness. Front Young Minds, 6(54), 1-7.

Ni, F. (2005). Relationship between self-esteem and aggression behaviors. Advances in Psychological Science, 13(1), 66-71.

Xin, Z., Guo, S., & Chi, L. (2007). The relationship of adolescent’s selfesteem and aggression: The role of mediator and moderator. Acta Psychologica Sinica, 39(5), 845-851.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image