Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Vivi Nurwida

Menyoal Profesionalisme Penegakan Hukum di Indonesia

Politik | Sunday, 05 Feb 2023, 16:08 WIB

Kasus kecelakaan lalu mahasiswa UI berinisial HAS yang melibatkan purnawirawan Polri, AKBP Eko Setio Budi Wahono kini tengah ramai disoroti publik. Pasalnya, kecelakaan yang terjadi di daerah Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 6 Oktober 2022 itu menjadikan korban yang tertabrak hingga meninggal ini sebagai tersangka. HAS dijadikan tersangka dianggap karena kelalaian sendiri, bukan karena kelalaian Eko. (cnnindonesia.com, 28-01-2023)

Berbagai pihak akhirnya mempertanyakan profesionalisme para penegak hukum. Bagaimana tidak, seorang yang sudah tertabrak hingga meninggal dunia justru dijadikan tersangka. Terlebih pelaku penabrakan adakah seorang anggota kepolisian. Tak heran, kasus inii menambah deret panjang kejanggalan dan ketidakadilan yang menyelimuti proses penegakan hukum di Indonesia.

Penegakan hukum semestinya menjadi bukti adanya hukum yang adil, tetapi justru menimbulkan ketidakadilan. Sudah seharusnya penegakan hukum yang ada berjalan dengan ideal, bukan untuk kepentingan pihak tertentu atau membelanya. Sebab, ini akan merusak citra hukum itu sediri.

Pihak kepolisian sendiri sebenarnya tengah berupaya untuk mengembalikan citra kepolisian akibat kasus Sambo. Namun, kasus ini justru membuat masyarakat menyoal profesionalisme para penegak hukum. Sudah seharusnya ia taat kepada hukum, bertanggung jawab dan mau mengakui bahwa ia adalah pelaku. Tapi yang ada justru malah membuat alibi-alibi, yang semakin membuat masyarakat tidak percaya akan profesionalisme anggota kepolisian.

Tidak ada Profesionalisme Penegakan Hukum dalam Sistem Kapitalisme

Kasus ini seharusnya memberi gambaran kepada masyarakat, bahwa penegakan hukum hari ini jauh dari kata adil dan mudah dimanipulasi. Hal ini karena bobroknya sistem hukum buatan manusia yang berdasarkan akal yang terbatas. Jikalau manusia diberi kedaulatan hukum, sudah pasti akan menimbulkan kerusakan yang berkelanjutan.

Tentu hal ini sangat berbeda dengan sistem sanksi Islam yang akan memberikan rasa keadilan tanpa pandang bulu, bahkan jika pelakunya adalah seorang pemimpin negara sekalipun. Sebab persanksian dalam Islam, yang sumber hukumnya berasal dari Allah SWT, Dzat Yang Mahaadil.

Kasus ketidakadaan profesionalisme ini bukan hanya sekedar kesalahan individu saja. Bahkan, dapat dikatakan ini akibat kesalahan sistem. Profesionalisme sejatinya harus ada dalam setiap profesi yang ada. Namun, sistem Kapitalisme-sekularisme ini telah menggeser profesionalisme karena asas manfaat. Bahkan, sistem ini menjadikan kinerja aparat aparatur negara sekedar formalitas belaka. Negara juga terkesan bungkam melihat kasus ini terjadi.

Dalam sistem ini, agama tidak diindahkan. Dipisahkan dari kehidupan. Mereka tidak memperdulikan lagi apakah perbuatannya merupakan hal yang dilarang oleh agama atau tidak. Mereka menjunjung tinggi manfaat dan kepentingan pribadi atau golongan belaka. Bahkan menjadi sesuatu yang lumrah jika hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, mudah untuk diperjualbelikan. Sebagaimana dalam kasus mahasiswa FISIP UI ini, yang justru ditetapkan sebagai tersangka padahal ia adalah korban, dan sudah meninggal dunia. Sedangkan orang yang menabrak, malah melenggang bebas begitu saja.

Hukum Dalam Sistem Islam

Kemaslahatan akan terwujud dengan penerapan sistem Islam. Salah satunya dalam praktik bidang hukum dan peradilan. Bahkan, sistem ini sudah teruji keadilannya dalam sejarah kegemilangannya. Hukum yang adil dijunjung tinggi dalam sistem ini. Keadilannya bahkan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Sekalipun pelakunya adalah Khalifah itu sendiri, maka akan diadili. Hal ini sebagaimana tergambar dalam salah satu hadis Nabi saw.:

"Sesungguhnya orang-orang Quraisy mengkhawatirkan keadaan (nasib) wanita dari bani Makhzumiyyah yang (kedapatan) mencuri. Mereka berkata, ‘Siapa yang bisa melobi rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Mereka pun menjawab, ‘Tidak ada yang berani kecuali Usamah bin Zaid yang dicintai oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Maka Usamah pun berkata (melobi) rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk meringankan atau membebaskan si wanita tersebut dari hukuman potong tangan). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, ‘Apakah Engkau memberi syafa’at (pertolongan) berkaitan dengan hukum Allah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdiri dan berkhutbah, ‘Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688).

Hukum Islam akan memberikan keadilan tanpa pandang bulu, sebab Islam adalah aturan Sang Pencipta yang sesuai dengan fitrah manusia, memberikan ketenangan jiwa dan memuaskan akal. Tidak ada istilah kebal hukum dalam Islam, karena memiliki jabatan tertentu yang strategis. Semua akan ditindak berdasarkan pandangan hukum Islam. Sudah semestinya umat Islam berjuang untuk mewujudkan penerapan sistem Islam ini, agar ketenangan dan keadilan dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

Wallahu a'lam bisshowab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image