Mengapa Umat Islam tidak Maju? (Tadabbur Q.S. Al-Hujurat)
Agama | 2023-02-04 15:00:10Secuplik penggalan kalimat tersebut adalah kesimpulan yang didapat Muhammad 'Abduh selepas kunjungan beliau ke Paris kala itu (kisah dapat dibaca dalam sebuah artikel berjudul Agama Islam yang Terhijab karya Ustadzah Istianah Billah, yang dipost pada 2 Februari 2023 melalui Retizen Republika). Kisah Muhammad 'Abduh mengingatkan saya akan peristiwa lain, yang mendasari lahirnya buku Limādzā Ta akkhara al-Muslimūn wa Taqaddama Ghayruhum karya Amir Syakib Arsalan. Karya yang lahir karena didorong refleksi penulis selepas berkorespondensi dengan Rasyid Ridha ini, merupakan jawaban dari pertanyaan seorang ulama' asal Sambas-Pontianak, "Mengapa kaum muslim saat ini mengalami kemunduran dalam segala aspek? Padahal di lain sisi Bangsa Eropa, Amerika dan Jepang tengah mengalami kemajuan pesat? Apakah mungkin kaum muslimin meraih kemajuan juga, namun disaat yang sama tetap teguh memegang ajaran agamanya?". Buku Amir Syakib Arsalan memberikan jawaban, bahwa justru faktor segala permasalahan ini adalah rendahnya iman dan islam kaum muslimin saat ini.
Kisah lain juga datang dari Syekh Mutawalli Al-Sya'rawi yang ketika melakukan kunjungan ke San Fransisco, ditodong pertanyaan oleh seorang orientalis, "Apakah isi Al-Qur'an seluruhnya benar? Mengapa saat ini Allah jadikan orang kafir berkuasa diatas kalian, padahal dengan jelas disebutkan didalam Al-Qur'an bahwa Dia tidak sekali-kali memberi jalan orang kafir untuk menguasai orang beriman (Q.S. An-Nisā' : 114)?". Dengan singkat dan padat, syekh menjawab: "Karena kami masih muslim, belum mukmin."
Pandangan Al-Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat 14
Dalam menafsirkan ayat ini, guru kami Ustadzah Dr. Lira Erlina, Lc., M.Pd. mengaitkannya dengan fenomena 'Islam KTP' di masyarakat. Sebutan 'Islam KTP' sudah lazim digunakan, untuk menyebut orang-orang yang beragama Islam namun hanya melakukan sebagian saja dari kewajiban syariat (kadang dilaksanakan, kadang tidak). Contohnya, kadang sholat dan kadang tidak. Begitu juga dengan kewajiban lain seperti puasa dan menutup aurat. Fenomena tersebut ternyata punya kesamaan dengan perilaku Arab Badui yang disebutkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Hujurat ayat 14:
قَالَتِ ٱلْأَعْرَابُ ءَامَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا۟ وَلَٰكِن قُولُوٓا۟ أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ ٱلْإِيمَٰنُ فِى قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِن تُطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَا يَلِتْكُم مِّنْ أَعْمَٰلِكُمْ شَيْـًٔا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Kala itu, orang Arab Badui mengklaim dirinya sebagai orang beriman di hadapan Rasul. Namun Al-Qur'an memberi penegasan, bahwa mereka adalah muslim, belum mukmin. Islam meniscayakan sikap berserah dan patuh, dengan amal dzahir. Meski demikian, Al-Qur'an tidak mengatakan mereka tergolong orang munafik. Hanya saja belum sempurna keimanannya. Pendapat tersebut diambil oleh beberapa ulama' salaf seperti Imam Ath-Thabari, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, dan Ibnu Katsir.
Dengan penuh kelembutan, selanjutnya Allah menyebut "lammā yadkhulil-īmānu fī qulụbikum". Penggunaan lammā menunjukkan, masuknya iman kedalam hati mereka bukanlah suatu yang mustahil. Hanya saja belum, dan itu akan terjadi dengan seizin-Nya (saufa).
Arab Badui yang disebutkan dalam ayat 14, adalah subjek yang sama pada ayat-ayat awal Q.S. Al-Hujurat. Arab Badui inilah yang dikisahkan berlaku su'ul adab kepada nabi, dengan laku meninggikan suara di hadapan beliau dan memanggil dari belakang hujurat.
Bagaimana Realita Saat Ini?
Jika Arab Badui kala itu tidak beradab dan terhalang dari keimanan yang sempurna karena kurangnya ilmu, menurut hemat penulis kondisi kurang ilmu tersebut sama seperti mayoritas kaum muslimin saat ini. Hanya saja bedanya, umat Islam saat ini terhijabi dari memperoleh ilmu yang benar justru karena pesatnya teknologi. Pesatnya perkembangan teknologi disalahgunakan, tidak dimanfaatkan dengan baik dan bijak, namun melalaikan dari aktivitas fardhu 'ain setiap muslim, yakni menuntut ilmu atau bahkan dari mempelajari ilmu yang benar dengan cara yang benar.
Disinilah ditemukan urgensi peran da'i sebagai sosok muaddib umat (yang menanamkan adab). Prof. Syed M. Naquib Al-Attas (seorang pemikir besar Islam abad ini) mengatakan, bahwa masalah besar mendasar yang saat ini tengah menjangkiti umat adalah loss of adab (hilangnya adab). Beliau menyatakan, ilmu memiliki hierarki sehingga keseluruhannya tidak bisa disama ratakan. Ilmu yang sumbernya wahyu harus diletakkan lebih tinggi dari ilmu hasil perolehan akal. Kerusakan yang terjadi di tubuh umat, tidak lepas dari tidak beradabnya terhadap ilmu. Umat terlalu silau terhadap ilmu-ilmu hasil akal yang saat ini tidak lepas dari hegemoni Barat, dengan berbagai filsafatnya seperti sekularisme, tragedi, materialisme, dualisme, dan humanisme. Kesilauan ini mengantarkan pada ketidak seimbangan, sebagai contoh tidak sedikit ditemukan doktor beragama Islam yang belum bisa membaca Al-Qur'an. Seharusnya ilmu fardhu 'ain yang berasal dari wahyu dijadikan landasan kuat terlebih dahulu dan mendapatkan porsi lebih, dari ilmu-ilmu fardhu kifayah yang merupakan hasil perolehan akal.
Kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah solusi dari segala permasalahan ini. Walhasil, jihad intelektual menjadi suatu kemestian untuk dilakukan, sebagai upaya mengembalikan umat kepada pemikiran yang benar. Pemikiran sesat saat ini telah banyak bercokol dalam pikiran umat Islam, memberikan deviasi-deviasi pemahaman din, sarat dengan kesyirikan intelektual, juga menancapkan semakin banyak keraguan. Mahasiswa muslim sebagai calon cendekiawan muslim memiliki amanah besar, dalam melakukan siar ilmu. Dengan masifnya siar keilmuan ini, InsyāAllāh cepat atau lambat umat akan dapat mengembalikan 'iffah dan 'izzahnya, serta meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Wallahu A'lam Bish Shawab.
Referensi:
Abdullah, Sulaiman bin Ibrahim (2008). Tanwir-l-'Uqūl wa-l-Adzhān fī Tafsīri Mufasshali-l-Qur'ān. Mamlakah 'Arabiyyah Su'ūdiyyah: Dāru-l-'Āshimah li-l-Nasyri wa-l-Tauzī'
Husaini, Adian (2020). Mengenal Sosok dan Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan Wan Mohd Nor Wan Daud. Depok: YPI At-Taqwa
Zarkasyi, Hamid Fahmy (2020). Minhaj: Berislam dari Ritual hingga Intelektual. Jakarta: INSISTS
Zarkasyi, Hamid Fahmy (2012). Misykat: Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan Islam. Jakarta: INSISTS-MIUMI
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.