Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image UCare Indonesia

Witir: Pengertian, Waktu dan Bilangan Rakaatnya

Agama | 2023-02-03 16:52:55
sumber: freepik.com/ibrakovic

Shalat Witir merupakan salah satu shalat sunah muakkad yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

Dari Ali ra, ia berkata: “Sebenarnya Witir itu bukanlah fardhu sebagaimana shalat lima waktu yang diwajibkan. Hanya saja Rasulullah SAW setelah berwitir, pernah bersabda: ‘Wahai Ahlul Quran, kerjakanlah shalat Witir sebab Allah itu Witir (Maha Esa) dan suka sekali kepada yang ganjil.” (HR. Ahmad dan Ash-habus Sunan dan oleh Turmudzi dianggap sebagai hadits hasan, sedangkan Hakim yang meriwayatkannya juga, menganggapnya sebagai hadist shahih)

Kapan waktu melaksanakannya?

Telah disepakati oleh para ulama bahwa waktu pelaksanaan shalat sunah Witir itu dimulai sesudah shalat ‘Isya dan terus berlangsung sampai fajar. Diriwayatkan dari Abu Tamim al-Jaisyani ra. bahwa Amr bin al-Ash pernah berkhotbah di hadapan orang banyak dan berkata:

“Abu Bashrah memberitahukan kepadaku bahwa Nabi SAW bersabda: ‘Sesungguhnya Allah memberikan tambahan padamu suatu shalat yaitu Witir. Maka kerjakanlah shalat itu antara shalat ‘Isya hingga shalat Fajar’. “Kemudian Abu Tamim berkata: “Kemudian Abu Dzar membimbing tanganku dan mengajak masuk ke dalam masjid menuju ke tempat Abu Bashrah ra.” Lalu bertanya: “Benarkah engkau pernah mendengar Rasulullah bersabda sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Amr itu?” Abu Bashrah menjawab: “Ya, aku sendiri mendengar demikian itu dari Rasulullah saw.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dengan Isnad yang sah)

Disunatkan untuk menyegerakan shalat Witir pada permulaan malam bagi seseorang yang takut kalau-kalau ia tidak akan bangun pada akhir malam. Tetapi bagi muslim yang merasa dirinya sanggup dan dapat bangun pada akhir malam, maka disunatkan mengerjakan Witir itu pada akhir malam.

Dari Jabir a. bahwasanya Nabi SAW bersabda:

“Barang siapa yang merasa tidak akan sanggup bangun pada akhir malam, baiknya ia berwitir pada permulaan malam, tetapi barang siapa yang merasa sanggup bangun pada akhir malam, baiknya berwitir pada akhir malam itu, sebab shalat pada akhir malam itu dihadiri (disaksikan oleh Malaikat) dan itulah yang lebih utama.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Turmudzi dan Ibnu Majah)

Bilangan Rakaat Shalat Sunah Witir

Turmudzi berkata, “Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau berwitir tiga belas rakat, sebelas, Sembilan, tujuh, lima, tiga atau serakaat saja.”

Ishak bin Ibrahim berkata: “Yang dimaksudkan dengan Riwayat di atas ialah bahwa Nabi SAW. itu bershalat malam sebanyak tiga belas rakat dan di antara rakat yang sebanyak itu adalah shalat Witir. Jadi nama shalat malamnya digabungkan kepada shalat Witir saja.”

Dalam pelaksanaannya, shalat Witir itu boleh dua-dua rakat kemudian ditutup serakaat. Masing-masing dengan tasyahud dan sekali salam.

Jelasnya seluruh rakaatnya disambung tanpa bertasyahud selain pada rakat sebelum terakhir dan selanjutnya beridir lagi untuk meneruskan serakaat lalu tasyahud dan salam. Bahkan boleh pula dilakukan seluruhnya itu dengan sekali tasyahud dan salam dalam rakaat terakhir saja.

Bacaan dalam Shalat Sunah Witir

Bacaan dalam Witir sehabis surat Al-Fatihah itu boleh menggunakan surat manapun dari Al-Quran. Ali ra. berkata: “Di dalam Al-Quran itu tidak ada yang dapat diabaikan. Oleh sebab itu dalam shalat Witir bolehlah engkau membaca sesukamu.” Tetapi disunatkan apabila berwitir dengan tiga rakaat, hendaklah menggunakan surat-surat sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Turmudzi yang olehnya dianggap sebagai hadits hasan, dari Aisyah ra. berkata:

“Rasulullah saw, di dalam Witir membaca Sabbihisma rabbikal ‘alaa (surat Al-A’la) dalam rakaat pertama, Qul yaa ayyuhal kaafirun (surat Al-Kafiirun) dalam rakaat kedua, sedang dalam rakaat lainnya yaitu yang ketiga membaca Qul huwallaahu ahad (surat Al-Ikhlas) serta dua surat mu’awwadzah (Qul a’uudzu birabbil falaq dan Qul a’uudzu birabbin naas).

Nah, sahabat itulah tadi penjelasan singkat seputar shalat sunah Witir. Kiranya, bagi umat muslim tentu salah satu cara untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan adalah dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.

Daftar Pustaka: Sabbiq, Sayyid. (1976). Fikih Sunnah 2. Bandung: PT Alma'arif

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image