Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dwi Nesa

Pelaku Kekerasan Seksual Semakin Muda Usianya, Apa Yang Salah?

Edukasi | 2023-01-30 12:41:42

Anak-anak identik dengan sifatnya yang lucu, imut, dan polos. Tapi sekarang ini anak juga bisa melakukan tindakan kriminal, bahkan melakukan kekerasan seksual terhadap temannya. Seperti yang dilakukan tiga bocah (8 tahun) di Mojokerto yang memerkosa bocah TK (6 tahun). Menurut pengakuan korban salah satu tersangka bahkan sudah pernah melakukannya sebanyak lima kali sejak 2022. Bagaimana bisa anak yang umumnya isi kepalanya hanya bermain, bisa memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas? Bahkan memaksakan berhubungan badan layaknya orang dewasa?

Banyak faktor penyebabnya yaitu: pertama, pengaruh gadget. Dilansir dari Republika.co.id (5/10/2022) bahwa hampir 85 persen kekerasan seksual dipicu media sosial. Penggunaan gadget oleh anak tanpa pengawasan menyebabkan mereka bebas mengakses apapun termasuk konten pornografi. Kita ketahui media yang ada tidak bebas dari konten-konten pornografi meskipun ada UU pornografi dan UU ITE. Di media sosial seperti twitter, instagram, dan tiktok, dan di berbagai situs pornografi sangat mudah diakses tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Terkesan negara setengah hati dalam memfilter konten-konten tersebut. Meskipun pornografi haram dan berbahaya, namun jika bisa menyumbang pendapatan, akan tetap dibiarkan.

Jika anak dibiarkan mengakses pornografi terus-menerus ia akan kecanduan. Awalnya anak merasa penasaran. Semakin lama menimbulkan kecanduan, karena otak mengeluarkan hormon dopamin yang menimbulkan rasa bahagia ketika menonton pornografi. Dampak negatifnya kerusakan otak pada anak. Mereka tidak bisa membedakan benar salah, tidak bisa berpikir kritis, dan tidak bisa menahan diri. Dampak lainnya adalah anak akan melakukan penyimpangan seksual seperti suka sesama jenis, tertarik dengan hewan, dan melakukan kekerasan seksual. Sejak 2017 hingga kini ada trend kekerasan seksual dengan pelaku anak dengan usia yang semakin muda.

Kedua, faktor ekonomi. Dalam kasus ini diketahui kedua orang tua pelaku sibuk bekerja sehingga kurang maksimal dalam mengawasi anaknya. Bisa jadi apa yang dilihat pelaku melalui gadget juga luput dari pengawasan. Bahkan sudah empat kali aksi pelaku dilakukan di rumahnya ketika orang tuanya bekerja.

Kedua orang tua bekerja memang menjadi hal wajar saat ini terutama ibu. Resikonya ibu harus membagi waktu untuk bekerja dan mengurus anak. Padahal tugas utama ibu adalah mengurus anak dan mengatur urusan rumah tangga. Tapi saat ini peran itu sulit direalisasikan karena mencari uang menjadi sangat penting. Barang-barang kebutuhan semakin mahal. Biaya pendidikan, kesehatan, listrik, dan transportasi juga mahal. Tak ada pilihan lain selain ibu harus membantu ekonomi keluarga. Jadilah anak kurang perhatian. Sejatinya keluargalah benteng pertahanan pertama anak dari perbuatan haram.

Ketiga, faktor pendidikan. Orang tua tidak bisa melepaskan sepenuhnya pendidikan anak kepada sekolah. Karena kurikulum sekolah hari ini berorientasi menyiapkan generasi siap terjun di dunia kerja. Meskipun ada pendidikan agama namun porsinya sangat sedikit dan tidak mampu membentuk anak bertakwa dan berkepribadian Islam. Bekal akidah kurang sehingga anak tidak takut kepada Allah dan berbuat dosa.

Ternyata banyak faktor yang menyebabkan anak kecil menjadi pelaku kekerasan seksual. Permasalahannya sangat komplek dan sistemis. Mulai dari keluarga, ekonomi, pendidikan, hingga media. Mengapa di semua aspek tadi bisa membentuk anak menjadi pelaku kejahatan? Pangkal dari semua persoalan adalah sekularisme, yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dipakai untuk sholat, zakat, dan puasa. Dalam pengaturan pendidikan, ekonomi, media, dan sebagainya Islam ditinggalkan.

Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim sudah menjadi kewajiban untuk terikat dengan hukum-hukum Allah swt. Baik level individu hingga negara. Islam punya solusi atas permasalahan tersebut karena Islam tidak sekedar agama ritual tapi juga pedoman hidup yang lengkap mencakup semua aspek kehidupan. Solusi tersebut yaitu:

Pertama, Islam mewajibkan orang tua untuk membekali anaknya dengan akidah yang kuat dan mendidik anak sesuai Alquran dan Sunah. Sehingga muncul dalam diri anak keterikatan hubungan dengan Allah swt. Ini yang akan menghindarkan anak dari berbuat dosa.

Kedua, Islam mendorong masyarakat untuk beramar makruf nahi mungkar. Lingkungan harus peka jika ada anggota masyarakat termasuk anak yang cenderung berbuat salah harus diingatkan.

Ketiga, negara wajib menghapuskan segala bentuk pornografi. Sebaliknya media yang ada diciptakan untuk mendidik masyarakat dan memberi teladan yang baik serta menjadi syiar agama. Negara harus memberi sanksi tegas bagi konten-konten yang merusak generasi.

Keempat, Islam mewajibkan penerapan sistem ekonomi Islam. Sistem ini menjadikan negara bertanggung jawab untuk menyediakan lapangan kerja dan mendorong ayah untuk bekerja. Sehingga ibu bisa menjalankan perannya sebagai pendidik anak dan pengatur rumah tangga dengan maksimal. Sistem ekonomi Islam juga mewajibkan negara menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan secara gratis. Bahan energi seperi BBM, listrik, dan LPG adalah milik semua orang, maka negara harus mengelolanya dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat secara gratis atau membayar biaya produksinya saja. Dengan begitu barang kebutuhan akan murah, ibu tidak lagi harus bekerja karena alasan ekonomi.

Kelima, Islam punya aturan terkait pendidikan. Pendidikan Islam bertujuan untuk mencetak generasi bertakwa dan berkepribadian Islam. Selain itu kurikulum pendidikan Islam juga membekali ilmu pengetahuan yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan kemajuan peradaban.

Keenam, Islam punya sanksi tegas bagi pelaku kejahatan seksual. Jika pelakunya belum baligh maka sanksi berupa teguran dan pendidikan agar anak tidak melakukannya lagi. Orang tua akan dimintai pertanggungjawaban jika terbukti membiarkan anak berbuat demikian.

Itulah seperangkat aturan Islam yang komprehensif. Semua aturan itu bisa memberi solusi apabila negara mau menerapkan aturan Islam secara menyeluruh tidak sebagian saja. Sebaliknya, muncul pelaku kekerasan seksual dengan usia yang semakin muda adalah akibat dari di tinggalkannya aturan Islam dalam kehidupan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image