Saatnya kita meningkatkan kesadaran akan kesucian dan pengamalan Alquran
Agama | 2023-01-29 03:37:20Dari masa ke masa selalu saja bermunculan orang-orang yang menghina dan merendahkan Islam. Alquran dan kenabian Nabi Muhammad saw selalu menjadi objek penghinaan mereka.
Pada masa Rasulullah saw masih hidup, Musailamah al Kadzdzab merupakan tokoh kafir dari Yamamah yang mengaku menjadi seorang nabi dan membuat Alquran palsu. Pengakuan menjadi nabi dan membuat Alquran palsu merupakan penghinaan terhadap Islam.
Bukan dari kaum laki-laki saja, dari kalangan perempuan pun ada sosok yang mengaku menjadi nabi. Sajah bin Harits salah satunya. Perempuan yang berasal dari suku Yarbu’ sebelah barat Mesopotamia Irak ini, pada masa kekhalifahan Abu Bakar Shiddiq r.a. dengan lantang mengaku sebagai seorang nabi.
Lucunya, kelak Sajah bin Harits ini menikah dengan Musailamah al Kadzdzab yang berasal dari Yamamah dengan mahar untaian sajak yang memuja-muji kecantikan Sajah. Menurut sebagian riwayat, pernikahan tersebut merupakan “pernikahan politis” yang bertujuan untuk menguatkan jejak “kenabian” mereka. Riwayat lainnya menyebutkan, pernikahan tersebut berlatar belakang ketakutan Musailamah terhadap pasukan tentara Sajah yang tiba-tiba datang ke Yamamah.
Seperti halnya perilaku Sajah dan Musailamah, pada masa modern seperti sekarang ini semakin sering bermunculan orang-orang yang menghina Alquran dan mengaku-ngaku nabi. Terlebih-lebih setelah merebaknya berbagai media sosial. Banyak alasan yang melatarinya, ada yang karena ingin viral di media sosial; ada yang memang karena kebodohannya tidak mengetahui hukum; ada pula yang karena pelampiasan emosi sesaat; dan ada pula yang benar-benar karena kebenciannya terhadap Islam dan umatnya.
Jika semuanya terliput media, di setiap tempat dan masa pasti ada saja orang yang menghina dan merendahkan Alquran. Hal ini harus menjadi peringatan bagi kita, umat Islam untuk dapat membuktikan kemuliaan dan kebenaran Alquran.
Kasus terbaru penghinaan terhadap Alquran yang terjadi di Swedia, Jumat (27/1/2023). Ultranasionalisme, ekstremis sayap kanan, dan politikus rasialis Swedia-Denmark, Rasmus Paludan, melakukan aksi pembakaran salinan Alquran di depan masjid serta Kedutaan Besar Turki di Kopenhagen, Denmark. Selain membakar Alqur’an, ia pun mengusik keberadaan masjid di Denmark. Dengan lantang ia menyebutkan, “Masjid ini tidak punya tempat di Denmark.” (repulika.co.id, RepJabar, Sabtu , 28 Jan 2023, 17:43 WIB)
Aksi Puludan ini bukanlah aksi pertama yang ia lakukan. Tiga tahun sebelumnya, Jum’at (29/08/2020) ia pun melakukan aksi pembakaran Alquran. Pada tahun yang sama, sehari setelah aksi Puludan para aktivis Islamophobia Norwegia, Sabtu (29/08/2020) melakukan aksi yang sama. Mereka meludahi dan membakar Alquran.
Perilaku mereka merupakan bukti nyata akan masih adanya orang-orang yang membenci Islam. Memprotes, melawan, dan mengutuk perlakukan mereka merupakan suatu keharusan sebagai bukti akan adanya rasa cinta dan ghirah kita terhadap Islam. Namun demikian, kita pun harus kembali mengevaluasi diri kita masing-masing, jangan-jangan mereka berani menghina Islam dan berbagai atribut kemuliaannya karena diri kita sendiri tidak atau kurang memuliakannya.
Terhadap Alquran misalnya, kita sudah meyakininya sebagai kitab suci yang mulia dan pedoman hidup, namun mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing sudah sejauh mana kita menghormati dan memuliakannya? Apakah kehidupan kita sudah sesuai dengan nilai-nilai yang digariskan Alquran, setidaknya sudahkah kita berupaya menyesuaikan diri dengan nilai-nilainya?
Benar kita sudah menghormati Alquran secara fisik. Seorang muslim yang taat tak mungkin akan menyimpan Alquran di tempat yang tidak layak. Jangankan menghinakannya, sekedar menyimpan suatu barang di atasnya saja tak akan berani melakukannya.
Namun demikian, menghormati dan memuliakan Alquran tidak boleh berhenti sampai disana. Salah satu bagian dari memuliakan Alquran adalah membaca dan mengkaji kandungannya.
Mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing, kapan terakhir kali mengkhatamkan membaca Alquran? Berapa ayat atau berapa juz dalam sehari kita membacanya?
Jika kita masih jarang membacanya, bahkan mungkin hanya membacanya pada bulan Ramadhan saja, jangan-jangan kita pun sedang merendahkan kemuliaan Alquran. Kita jarang menyentuh untuk membacanya.
Kemudian mari kita merenungkan sikap dan perlakuan kita terhadap fisik Alquran, jika Alquran di rumah kita penuh debu bisa jadi Alquran tersebut jarang dibaca atau merupakan pertanda kita sudah kurang peduli dengan kemuliaannya. Jika di rumah kita, di mushala, atau masjid terdapat Alquran yang jilidnya sudah sobek atau rusak, adakah di hati kita keinginan untuk memperbaikinya atau kita tak memperdulikannya?
Beranjak ke masalah berikutnya. Apakah ucapan dan perilaku kita sering kita cocokan dengan tuntunan Alquran? Atau kita menempatkan Alquran pada sisi yang berseberangan dengan ucapan dan perilaku keseharian kita?
Perlu kita yakini, umat Islam pada masa Rasulullah saw memiliki wibawa karena kehidupannya benar-benar berpedoman Alquran. Nilai-nilai kehidupan yang mereka jalani tak berseberangan dengan Alquran. Mereka menafsirkan Alquran dengan perilaku dalam berbagai lini kehidupan, baik sosial, ekonomi, bahkan politik. Lalu bagaimana dengan kita?
Harus diakui, ucapan dan perilaku kita masih banyak berseberangan dengan Alquran. Kecintaan terhadap Alquran baru sebatas simbol kesalehan dengan menjadikan sebagian ayat Alquran sebagai ringtone dalam telepon seluler, belum dijadikan “ringtone” kehidupan keseharian. Seandainya Alquran benar-benar sudah dijadikan “ringtone” kehidupan, nilai-nilai kehidupan kita akan lebih banyak menyesuaikan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Alquran.
“Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat beberapa kaum dengan kitab ini (Alquran) dan Dia akan menghinakan beberapa kaum lainnya dengan kitab Alquran” (H. R. Muslim).
Allah akan mengangkat derajat kemuliaan orang-orang yang membaca, mengkaji, dan mengimplementasikan nilai-nilainya dalam kehidupan. Allah pun akan menghinakan mereka yang merendahkan dan mencampakkan Alquran dalam kehidupannya.
Sampai kapanpun akan tetap ada orang atau kelompok orang yang berupaya mencampakkan, merendahkan, dan menghina Alquran. Namun, jangan khawatir sampai kapan pun akan tetap ada orang atau sekelompok orang yang akan membela kebenaran dan kemuliaannya.
“Akan tetap ada dari umatku sekelompok orang yang selalu berusaha menegakkan kebenaran. Tidak akan membinasakannya perbuatan orang-orang yang mencela dan menyia-nyiakannya sampai Allah mendatangkan kepada mereka ketetapan-Nya, sedangkan mereka tetap dalam kondisi seperti itu (membela kebenaran)” (H. R. Muslim).
Sesuai kemampuan yang kita miliki, kita harus menjadi bagian dari orang-orang yang membela dan memuliakan Alquran yakni dengan mempelajari, membaca, mengkaji, dan mengimplementasikan kandungannya dalam kehidupan. Allah akan memuliakan orang-orang yang membela Alquran, dan Allah akan membinasakan orang-orang yang menghina dan merendahkannya.
Semoga kita menjadi bagian dari orang yang istikamah dalam membela kebenaran termasuk dalam memuliakan Alquran.
“Jika ada seribu orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada seratus orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada sepuluh pembela kebenaran, aku tetap ada di barisan itu. Dan jika hanya ada satu orang yang tetap membela kebenaran, maka akulah orangnya” (Umar bin Khattab r.a).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.