Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Irwan Zulkarnain

Terjebak dalam Kenikmatan Status

Ngariung | Monday, 23 Jan 2023, 09:05 WIB

“Apa mahar untuk calon pengantinmu nanti?” tanya saya pada Asep yang berstatus sebagai seorang ASN pusat pada salah satu Kementerian. Asep menjawab dengan ringan sambil tersenyum menyeringai, “Hanya dengan Surat Keputusan (SK) cukup membuat calon istri dan mertua bahagia”.

Dari gambaran situasi percakapan di atas, menunjukkan sebuah fenomena umum yang banyak terjadi pada masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa status ASN merupakan sebuah kebanggaan yang dapat memudahkan banyak urusan. Mulai dari urusan kredit konsumtif sampai fasilitas pulsa gratis.

Namun, dibalik semua kemudahan dan “kenikmatan” yang hadir karena status ASN tersebut tentu saja membawa konsekuensi dan tanggung jawab profesi sebagai abdi negara yang dituntut menjadi pelayan publik dengan integritas yang tinggi, professional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Berbagai “kenikmatan” ini sudah dapat dirasakan ketika seorang calon ASN yang baru saja menerima Surat Keputusan (SK) . Banyak bank yang menawarkan berbagai macam fasilitas pinjaman dengan hanya menjaminkan SK tersebut, mulai dari kredit kepemilikan rumah, kendaraan, kebutuhan konsumtif lainnya seperti rencana pernikahan, biaya liburan domestik dan luar negeri, biaya kuliah, bahkan kegiatan keagamaan seperti umroh dan pembiayaan booking kuota haji pun menjadi tawaran yang menggiurkan.

Untuk urusan yang satu ini, seorang ASN haruslah cermat dan teliti ketika memutuskan untuk mengambil fasilitas kredit yang ditawarkan. Harus bisa mempertimbangkan antara kebutuhan utama dan kemampuan membayar sesuai dengan proporsi besaran gaji dan tunjangan yang didapat serta kebutuhan lainnya. Jangan sampai jumlah cicilan yang harus dibayarkan menjadi tuntutan di luar kemampuannya, sehingga menjadikan hal tersebut alasan untuk mencari-cari tambahan penghasilan yang akhirnya tergoda melirik peluang korupsi yang jelas haram hukumnya.

Selain itu juga, banyak masyarakat menilai bahwa status ASN dianggap sebagai sesuatu yang bergengsi atau prestige. Hal ini seringkali membuat sebagian besar ASN “terjebak” dalam stigma yang menyebabkan mereka berada di dalam zona nyaman karena sudah merasa “cukup” hanya dengan status ASN-nya.

Hal ini juga dikarenakan status ASN memberikan rasa tenang secara finansial, karena akan selalu mendapatkan gaji dan tunjangan serta terjaminnya masa tua dengan adanya fasilitas uang pensiun. Pandangan ini tentu saja akan berdampak terhadap prestasi kerja ASN tersebut karena dapat berakibat kinerja yang stagnan, tidak inisiatif, kurang kreatif, malas berkompetisi dan enggan belajar ilmu ataupun keterampilan baru untuk mengupgrade dan mengupdate kualifikasi kompetensinya.

Prestasi kerja yang buruk jelas akan mempengaruhi kinerja satuan kerja dimana pergawai tersebut ditempatkan. Hal ini dapat berujung kepada buruknya penilaian serta hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sektor pelayanan publik satuan kerja tersebut.

Satu hal lain yang sering menjadi sorotan masyarakat dan telah membentuk preseden ataupun persepsi negatif yaitu masalah kedisiplinan ASN dalam bekerja. Masyarakat berpandangan bahwa dengan status ASN yang notabene memberikan jaminan rasa aman terhadap ancaman PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara sepihak telah membuat ASN menjadi “malas”, tidak produktif, kurang peduli dengan aturan kedisiplinan dalam mematuhi jam kerja dan tidak efisien serta efektif dalam memanfaatkan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai amanah jabatan yang diembannya. Namun pada kenyataannya, ASN saat ini dituntut untuk dapat bekerja sesuai dengan standar prosedur operasional yang berlaku.

Bagi pelanggar tentu saja akan ada sanksi kedisiplinan yang harus diterapkan dan menjadi tanggung jawab atasan langsung untuk memberikan pembinaan. Hal ini jelas akan berdampak terhadap portfolio ASN bersangkutan dari mulai turunnya penilaian pencapaian kinerja pegawai yang akan berimbas kepada pemotongan tunjangan sampai dengan sanksi administratif kepegawaian, mulai dari tidak diajukan Kenaikan Gaji Berkalanya sampai dengan penundaan kenaikan pangkat yang prinsipnya akan menghambat pengembangan karir ASN bersangkutan dan mempengaruhi kinerja satuan kerja secara birokrasi.

Apel Hari Kesadaran Nasional ASN setiap tanggal 17, Sumber: Dokumentasi pribadi

Hal lain yang menjadikan status ASN begitu menggiurkan adalah berbagai fasilitas dan remunerasi yang didapatkan sepanjang karir dan masa kerjanya, seperti jaminan kesehatan (BPJS), tabungan perumahan Bapertarum ASN dan tabungan pensiun (Taspen).

Sebetulnya semua fasilitas ini merupakan bagian dari unsur gaji ASN tersebut. Ini artinya gaji pegawai akan dipotong setiap bulannya untuk semua fasilitas ini. Namun kenyataannya dari jumlah tabungan yang dapat digunakan dari fasilitas-fasilitas tersebut sudah sangat tidak relevan dengan kondisi pada saat ini.

Seperti halnya Bapertarum, akumulasi tabungan yang dapat digunakan untuk pembayaran uang muka pembelian perumahan sangatlah jauh di bawah dari yang dibutuhkan pada umumnya. Begitu pula dengan Taspen yang akan cair hanya setelah ASN bersangkutan memasuki usia pensiun atau pensiun karena suatu hal, dengan total saldo selama masa kerja yang sepertinya belum sesuai dengan yang diharapkan.

Oleh karena itu, ASN harus lebih cermat dan cerdas dalam memanage penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi, keluarga dan rumah tangganya, baik selama masa aktif bekerja maupun masa pensiun.

Tidak selamanya image dan impresi yang baik membawa kenikmatan-kenikmatan tanpa konsekuensi. Begitu pula berbagai privilege yang didapat seorang ASN dari statusnya, tentu saja melahirkan beban tanggung jawab yang tidak mudah dan harus dijaga agar tidak sampai terjebak dalam halusinasi dan buaian kenikmatan sesaat yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi citra integritas ASN serta terhambatnya proses pengembangan potensi diri dan kompetensi kerja secara professional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai abdi Negara serta pelayan publik bagi masyarakat luas.

Dari gambaran kondisi tersebut di atas, maka perlu kita sadari bahwa kesempatan yang telah diraih seseorang ketika ia sudah diangkat dan disumpah menjadi ASN merupakan prestasi yang harus selalu dipertahankan agar dapat terus menjadi profesi idola yang dapat dibanggakan dan diandalkan baik oleh Negara maupun masyarakat umum sebagai pengguna dari pelayanan publik yang prima dan akuntabel dari ASN tersebut, dan tentunya juga tidak mudah terbuai dan terjebak dengan previlege dari status ASN yang dimilikinya, tanpa memperhatikan serta mempertimbangkan kondisi dan kapasitas diri ASN tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image