Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nur Widayah

Bahaya Self Diagnosis Lewat Tes Kepribadian di Media Sosial

Gaya Hidup | Wednesday, 15 Dec 2021, 19:00 WIB
Picture/Pixabay

Kalian semua pasti tau, akhir-akhir ini sedang viral video TikTok seorang perempuan yang mengaku bipolar atas dasar self diagnosis kesehatan mental, kan. Perempuan itu kaget mengetahui dirinya mengalami bipolar setelah jalani tes kepribadian di internet. "Gue kira di umur gue yang masih remaja karena gangguan hormon dan pubertas atau moody parah, ternyata gue tes positif bipolar", tulis perempuan tersebut dalam video yang ia unggah.

Ia juga menunjukkan hasil softcopy kuesioner yang dikejakannya via internet dan hasil kuesioner tersebut menganalisa bahwa dirinya mengalami gejala bipolar. Ia percaya begitu saja karena sering mengalami perubahan suasana hati, padahal perubahan suasana hati bisa menjadi gejala dari gangguan kesehatan mental yang berbeda.

Dr.Jiemi Ardian, seorang psikiater, mengatakan perilaku ini merupakan self diagnosis kesehatan mental. Self diagnosis sendiri merupakan upaya mendiagnosa gejala penyakit atau gangguan mental hasil asumsi pribadi, tanpa ahlinya. “Padahal bipolar sendiri membutuhkan analisa mendalam oleh psikolog. Jadi walaupun benar diagnosis dari skor lucu-lucuan di web tadi, tanpa konsultasi ya, itu cuma akan jadi skor tidak bermanfaat,” ungkap Jiemi menanggapi hal itu.

Self diagnose yang dilakukan melalui internet memang berhasil mengedukasi para remaja tentang kesehatan mental, tetapi punya dampak yang sangat berbahaya.

Bahaya Self Diagnosis pada Kesehatan Mental

Self diagnosis yang dilakukan oleh seseorang sebenarnya merupakan anggapan yang berlebihan. Dikutip dari Psychology Today, ketika seseorang mendiagnosis dirinya sendiri seolah-olah mengetahui seluk-beluk kesehatan mentalnya. Ini memiliki risiko bahaya yang berdampak pada orang itu sendiri.

Kesehatan mental yang didiagnosis sendiri berpotensi membahayakan seseorang. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini adalah beberapa risiko self diagnosis kesehatan mental.

1. Membuat kita semakin panik

Source:Pixabay/panicattact

Pada dasarnya manusia cenderung akan memikirkan kemungkinan terburuk yang menimpanya yang pada akhirnya akan membuat seseorang itu mengalami kepanikan yang seharusnya tidak terjadi. Beda halnya jika kita memilih untuk berkonsultasi ke psikolog, maka kita akan merasa tenang karena psikolog akan menjelaskan kondisi kita dengan baik tanpa menimbulkan kepanikan dan kecemasan.

2. Membuat gangguan mental yang sebenarnya terabaikan

Source:Pixabay/mengabaikan

Ketika kita lagi mendiagnosa diri kita sendiri, gejala penyakit atau gangguan kesehatan mental yang ditemukan dan diyakini belum tentu benar atau sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dialami. "Bisa saja kamu mendiagnosa diri kamu mengalami bipolar, tetapi sebenarnya kamu mengalami depresi. Bahkan bisa jadi kebalikannya atau bahkan bukan keduanya."Saat kita sedang melakukan self diagnosis, kita tidak tahu penyakit atau gangguan mental apa yang sebenarnya sedang dialami. "Kamu hanya menduga-duga hal yang belum tentu benar. Hal ini bisa menjadi masalah karena kita gak akan dapat penanganan yang tepat.

3. Meningkatkan stigma

Source:Pixabay/stigma

Stigma gangguan mental sering kali diperkuat karena perilaku self diagnose ini. Misalnya, orang yang mengaku memiliki gangguan bipolar sering dicap dengan perilaku emosional yang meledak-ledak. Padahal gejala gangguan bipolar bukan satu-satunya tipe orang yang pemarah.

Jika kalian merasakan hal yang tidak biasa dalam diri kalian jangan langsung melakukan self diagnosis ya. Lebih baik kalian konsultasikan ke psikolog agar kalian tau apa yang kalian alami.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image