Tinjauan Hukum Sistem Pidana Anak Menurut UU No. 11 Tahun 2012
Pendidikan dan Literasi | 2023-01-19 12:04:44Kita seringkali mendengar anak-anak berkonflik dengan hukum, yakni anak yang diduga melakukan tindak pidana seperti mencuri, perkelahian, pemerkosaan bahkan pembunuhan. Sungguh memprihatinkan.
Namun itulah kenyataan hidup. Usia anak yang seharusnya usia untuk bermain, harus berurusan dengan masalah hukum. Bagaimanakah sistem peradilan kita ketika ada seorang anak yang berkonflik dengan masalah hukum.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak inilah yang mengatur ketika seorang anak bermasalah dengan hukum. Sistem Peradilan Pidana Anak ini dilaksanakan dengan tujuan agar anak yang berkonflik dengan hukum mendapat perlindungan, keadilan, non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dan pembimbingan anak, proporsional, terhindar dari perampasan kemerdekaan, dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran pembalasan.
Tidak ada hanya itu, di dalam proses peradilan pidana anak, anak berhak untuk diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya, dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif.
Anak juga berhak untuk melakukan kegiatan rekreasional, bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan derajat dan martabatnya, tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir.
Dan dalam waktu yang paling singkat, berhak memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak dan dalam sidang yang tertutup untuk umum, tidak dipublikasikan identitasnya, memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak, memperoleh advokasi sosial, memperoleh kehidupan pribadi, memperoleh aksesbilitas, terutama bagi anak cacat, memperoleh pendidikan, memperoleh pelayanan kesehatan dan memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketika seorang anak berkonflik dengan hukum maka dalam setiap tingkat pemeriksaan, baik itu ditingkat penyidikan kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Disinilah peran Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sangatlah penting untuk melakukan pendampingan anak yang berkonflik dengan hukum tersebut.
PK inilah yang melakukan tugas untuk membuat laporan penelitian kemasyarakatan baik itu untuk kepentingan diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan, terhadap anak selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan termasuk melaporkan kepada pengadilan apabila diversi tidak dilaksanakan.
PK membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara anak, baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan LPKA.
Juga, menentukan program perawatan anak di LPAS dan pembinaan Anak di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan.
Juga melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.
Dalam proses anak yang berkonflik dengan hukum, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Pasal 23 ayat (1) disebutkan bahwa dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.