Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yunia Ovika Listo\i

Akad Ijarah dalam Bermuamalah

Edukasi | Wednesday, 18 Jan 2023, 22:02 WIB
Sewa Menyewa (Al-Ijarah)

Akad Ijarah dalam Bermuamalah

Muamalah adalah suatu perkara atau urusan yang mengatur hubungan antar sesama manusia. Baik secara individu maupun berkelompok. Berasal dari kata ‘amala, ya’malu yang artinya bertindak, saling berbuat dan saling mengamalkan. Selain Jual-beli (ba’i), bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah adalah sewa menyewa.

Karena pentingnya kegiatan sewa menyewa dalam masyarakat, kegiatan sewa menyewa ini juga telah diatur secara jelas dan terperinci dalam hukum agama Islam. Dalam hukum Islam, sewa menyewa dikenal dengan istilah Ijarah. Menurut fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Hukum ijarah adalah mubah atau diperbolehkan.

Ijarah merupakan perjanjian yang bersifat konsensual, perjanjian ini mempunyai kekuatan hukum yaitu pada saat ijarah berlangsung dan apabila akad sudah berlangsung, maka pihak yang menyewakan (mu’jir) berkewajiban menyerahkan barang (ma’jur) kepada pihak yang menyewakan (musta’jir) dan dengan diserahkannya manfaat barang/benda maka pihak penyewa berkewajiban pula untuk menyerahkan uang sewanya atau upah (ujrah). Artinya penyewa akan mendapatkan manfaat dari barang yang disewanya sedangkan pemberi sewa akan dengan mendapatkan upah atau imbalan

Dasar Hukum Ijarah

Dasar-dasar hukum atau rujukan ijarah adalah Al-Qur’an, Hadist, dan Ijma. Berikut ayat dalam Al-Quran yang membolehkan akad ijarah:

1. QS. Ath-Thalaq ayat 6: فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَئاَتُوْهُنَّ أُجُورَهُنَّ

Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.

2. QS. Al-Qashash ayat 26 dan 27: قَالَتْ إِحْدَاهُمَايَأَبَتِ اسْتَئْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَمَنِسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِيْنُ (26) قَالَ إنِّيْ أُرِيْدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَىَّ هَا تَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِى ثَمَانِيَ حِجَجِ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيْدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِىْ إِنْشَاءَاللّهُ مِنَ الصَّالِحِيْنَ (27)

Salah seorang di antara kedua anak perempuan itu berkata: “Hai bapakku upahlah dia, sesungguhnya orang yang engkau upah itu adalah kuat dan terpercaya”. Si bapak ber-kata: “Saya bermaksud menikahkan engkau dengan salah seorang anak perempuanku dengan ketentuan kamu menjadi orang upahan saya selama delapan musim haji”.

Adapun Hadist tentang akad Ijarah yaitu “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu (H.R. Bukhari dan Muslim)

Landasan ijma nya adalah semua umat bersepakat, tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma) ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap

Rukun Ijarah

Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah, rukun ijarah terdiri atas :

· Adanya pernyataan Ijab Qabul (Shigat) atau pernyataan sewa dari kedua pihak

· Ada pihak yang melakukan akad, terdiri atas pemberi sewa (pemilik asset/mu’jir) dan penyewa (pengguna Aset/musta’jir)

· Manfaat dari asset yang disewakan dalam ijarah harus dijamin oleh pihak yang menyewakan, lalu pihak penyewa wajib menggantinya dengan pemberian upah (ujrah)

Syarat Ijarah

Adapun syarat untuk dapat melakukan akad ijarah yaitu sebagai berikut:

· Baligh, berakal cerdas, memiliki kecakapan untuk melakukan tasharruf atau mengendalikan harta. Akad ijarah tidak akan sah jika penyewa nya adalah anak di bawah umur, orang yang mengalami gannguan jiwa.

· Pihak yang berakad memiliki kekuasaan untuk melaksanakan akad, di mana penyewa memiliki kemampuan membayar sewa dan pihak yang menyewakan berhak menyewakan objek sewa.

· Adanya saling rela. Jiwa akad dilakukan dengan paksaan maka akad ijarah tersebut tidak sah.

· Kedua belah pihak mengetahui manfaat barang yang disewa dan untuk apa disewakan

· Imbalan sewa atau upah harus jelas, tertentu, dan bernilai. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah

Jenis Akad Ijarah

Menurut Zahbah Zuhaily, Ijarah terbagi menjadi dua (Ibid,346), yaitu :

1. Ijarah atau penyewaan manfaat

Pada akad ini yang menjadi obyek adalah manfaat. Ijarah jenis ini dapat kita jumpai pada penyewaan rumah, pertokoan, bidang tanah, binatang untuk transportasi, baju dan lain sebagainya. Manfaat yang didapat adalah manfaat dari sesuatu benda yang disewa. Akad jenis ini hanya dibolehkan atas manfaat yang dibenarkan oleh syariah. Manfaat dari mayat atau darah tidak boleh dan ini disepakati oleh ulama

2. Ijarah atas pekerjaan yaitu akad atas suatu pekerjaan yang disepakati seperti membangun rumah, menjahit, membawa suatu barang ke suatu tempat, memperbaiki sepatu dan lain sebagainya.

Pada akad `ijarah jenis ini, pihak pekerja atau yang diupah diikat dengan dua cara, upah secara khusus dan secara kerjasama. Upah khusus adalah pekerja yang diperkerjakan hanya kepada pengupahnya saja dalam masa tertentu dan dia terikat dengan kerja tersebut sehingga dia hanya bekerja kepada orang yang mengupahnya saja. Upah secara kerjasama adalah pekerja yang melayani banyak pihak dalam satu waktu seperti tukang semir sepatu, tukang besi, tukang jahit dan lain sebagainya. Di dalam satu waktu, dia dapat bekerja untuk banyak orang dan tidak terbatas kepada orang-orang tertentu.

Berakhirnya Akad Ijarah

Pada akad Ijarah, waktu memiliki pengaruh yang besar. Berbeda dengan obyek jual beli yang berpindah tangan tanpa ada batasan waktu, dalam Ijarah waktu berakhirnya sangat penting untuk diketahui. Akad ijarah dapat berakhir dengan beberapa kondisi, di antaranya:

1. Menurut Mazhab Hanafiyah, ijarah dapat berakhir dengan meninggalnya salah seorang pelaku akad. Hal ini terkait dengan pemahaman Mazhab Hanafiyah dalam persoalan waris. Menurut mereka, kematian seseorang menyebabkan hilangnya haknya atas manfaat tersebut sehingga tidak dapat diwariskan sehingga akad harus diperbaharui antara „aqid dengan ahli waris.

2. Jumhur ulama berbeda dengan Mazhab Hanafiyah dalam masalah ini. Mereka menilai bahwa akad ijarah bersifat mengikat sehingga kematian salah seorang ‘aqid tidak membatalkan akad. Penyewa memiliki hak penuh manfaat dalam satu transaksi akad sehingga hak atas manfaat dapat diwariskan.

3. Akad dapat berakhir dengan adanya pembatalan. Hal ini dibenarkan karena ijarah termasuk dari akad mu’awadhah atau pertukaran harta dengan harta.

4. Akad ijarah dapat berakhir dengan rusak atau hancurnya barang tertentu yang disewa seperti rumah atau kendaraan. Berakhirnya akad ini dikarenakan tidak adanya manfaat yang dihasilkan dengan meneruskan akad. Berbeda halnya bila obyek akad adalah sesuatu manfaat yang dapat dialihkan atau dipindahfungsikan seperti memindahkan barang. Bila kendaraan yang akan digunakan memindahkan barang rusak sedangkan pihak ekspedisi bisa mengganti dengan kendaraan yang lain maka akad tetap diteruskan karena obyek akad adalah pemindahan barang dan bukan pada kendaraan tertentu.

5. Akad berakhir dengan berakhir waktu penyewaan sesuai dengan kesepakatan. Batas waktu merupakan salah satu hal yang harus dipertegas dalam akad ijarah sehingga tidak menimbulkan perselisihan di masa yang akan dating dan akad berakhir Ketika sampai pada batas waktu yang disepakati.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image