Culture Shock Santri Baru Tinggal di Lingkungan Pesantren
Pendidikan dan Literasi | 2023-01-18 06:55:03Fenomena sosial yang sering kali terjadi pada santri baru ialah culture shock atau kebiasaan budaya di pondok pesantren dengan kehidupan sebelum masuk pondok pesantren. Culture shock yang dialami santri baru membuat dirinya kesulitan untuk dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di lingkungannya dengan faktor usia yang masih terbilang remaja yang mana pada fase ini tahapan pencarian jati diri yang perlu beradaptasi. Culture shock merupakan situasi di mana seorang individu merasakan kecemasan, ketidaknyamanan, dan stres ketika memasuki lingkungan budaya baru yang berbeda dengan budaya lama, yang menyebabkan individu tersebut tidak tahu bagaimana harus bertindak di lingkungan baru, dan bahkan dapat berdampak pada perilaku keluar.
Adler (Abbasian dan Sharifi, 2013) mendefinisikan culture shock adalah serangkaian reaksi emosional seseorang yang memiliki pandangan atau persepsi yang berbeda terhadap lingkungan dan budayanya sendiri, rangsangan budaya baru sedikit atau tidak ada artinya, dan kesalahpahaman pada beragam pengalalaman dan budaya baru pada diri pribadi. Terkadang culture shock pun dialami oleh individu ketika kembali ke tempat asalnya setelah menetap di lingkungan berbeda dalam jangka waktu yang lama (Gaw, 2000).
Grungan (2006) Mengemukakan bahwa Lingkungan baru adalah stimulus bagi seseorang yang terkadang ini bisa menjadi salah satu penyebab hambatan dalam penyesuaian diri. Begitu hal nya dengan santri baru mengenal lingkungan pondok pesantren berlaku untuk santri baru mengenal lingkungan. Lingkungan di pondok pesantren memiliki karakteristik yang berbeda dengan keadaan pribadi sebelumnya. Sebagai respon terhadap lingkungan saat ini, santri baru dituntut untuk beradaptasi dengan lingkungan, Dengan demikian mereka dapat belajar secara maksimal di pondok pesantren.
Terdapat perubahan dan perbedaan kontras kehidupan Santri tinggal di Pesantren dengan tinggal di luar pesantren (rumah). saat di rumah (sebelum masuk pesantren), aktivitas dan kegiatan santri tidak terbatas pada aturan yang terlalu padat, bisa bebas menggunakan fasilitas rumah yang berkecukupan, pemenuhan kebutuhan masih sepenuhnya bergantung pada orang tua. Sedangkan Di pesantren, santri dituntut untuk mandiri dalam kehidupannya karena mereka harus hidup sendiri tanpa orang tua, maka fasilitas disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan pondok pesantren dan dituntut untuk dapat mengikuti jadwal kegiatan harian. Serta mengikuti pendidikan akademik yang padat sesui dengan aturan pondok pesantren.
Bagi santri baru tidur di kamar pondok pesantren yang di huni hingga puluhan orang dengan alas tidur yang menggunakan kasur atau karpet yang masih harus beradaptasi karena sebelum bermukim di pondok pesantren ada saja yang masih terbiasa tidur dengan orang tuanya. Santri baru juga mengalami kebiasaan budaya mengantri di lingkungan pondok. Seperti mengantri ke toilet, berlomba-lomba bangun pagi agar dapat mandi lebih dulu, mengantri makan, dan tidak terlambat masuk kelas. Beberapa santri baru kurang mampu menjalani kehidupan di pondok pesantren, karena sudah terbiasa hidup di rumah yang jika ada apa-apa dalam kendali orang tua, curahan perasaan Ketidakmampuannya diekspresikan dengan menangis yang berkeinginan pulang. Hal-hal tesebut yang membuat santri mengalami culture shock.
Berkomunikasi di lingkungan multikultural seringkali menemui kendala yang tidak terduga, seperti bahasa, nilai atau norma yang digunakan masyarakat dan sebagainya. Hambatan komunikasi terjadi karena adanya sikap bervariasi dari orang ke orang dengan budaya yang berbeda. Di pondok pesantren banyak sekali santri yang dari luar jawa, maka ada perbedaan bahasa pada masing masing budaya yang sering disebut komunikasi antar budaya.
komunikasi antar budaya dapat didefinisikan sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan (Liliweri, 2001:9). Dalam komunikasi antar budaya terdapat suatu penekanan terhadap adanya ketidaksamaan budaya dan latar belakang yang berbedadan hal tersebut dapat berpenaruh kepada perilaku komunikasi kepada peserta komunikasi itu sendiri.
Perubahan hidup antara rumah dan pesantren, menyebabkan santri harus beradaptasi dengan lingkungan baru di pondok pesantren. terkait dengan penyesuaian diri, santri harus siap fisik dan mental. Santri yang tidak bisa beradaptasi dengan rumah dalam menghadapi perubahan budaya dan kemudian dapat menimbulkan culture shock yang menyebabkan stres. Sobur (2009) mengungkapkan bahwa Penyesuaian diri adalah salah satu cara yang dibutuhkan oleh tiap individu saat mendatangi tempat dengan kondisi yang baru dan hal tersebut akan dirasakan oleh perantau. Setiap individu yang memasuki lingkungan yang baru, akan merasakan hal baru juga, sehingga setiap individu memerlukan tahapan agar mampu melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru. Setiap individu memerlukan waktu yang lama agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang barunya. Hal ini di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengelaman dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Hal demikian juga berlaku di dunia akademik, agar dapat terbiasa dengan lingkungan yang nantinya akan mempengaruhi akademiknya (Adiwaty, 2015).
Upaya untuk mengatasi culture shock pada santri baru dengan cara sebagai berikut:
1. Menyadari dan mengakui perasaan tidak nyaman.
2. Membuka diri.
3. Membuka diri terhadap hal baru.
4. Terlibat langsung dengan budaya tersebut.
5. Bersosialisasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.