Jebakan Utang Mengincar Millenials
Gaya Hidup | 2023-01-15 00:46:08Utang adalah ibu dari kebodohan dan kejahatan produktif - Benjamin Disraeli
Pesan Benjamin Disraeli ini seharusnya dicamkan baik-baik oleh kita semua. Berapa banyak orang yang terjebak dalam utang dan hidupnya menjadi berantakan.
Paylater
Kata utang sebetulnya sudah memiliki kesan negatif di tengah masyarakat. Sehingga banyak yang malu jika memiliki utang. Namun, kini, dengan gaya hidup hedonis, konsumtif, Utang hadir bagai solusi. Penggunaan katanya pun diganti lebih elegan dan modern, paylater.
Berlomba-lomba berbagai macam aplikasi menggunakan fitur paylater ini. Beli sekarang bayar belakangan. Daripada kehabisan, daripada tak ada kesempatan lagi, dan daripada lainnya. Semuanya mendorong Millenials menggunakan fitur paylater ini.
Dilansir dari laman Republika (15/11/2022), berdasarkan riset KataData Insight Center, dari 5.204 responden yang di survei, sebanyak 16,5 persen adalah gen Y atau milenial yang banyak menggunakan fitur PayLater. Sementara dari gen Z jumlahnya berkisar di angka 9,7 persen. Kebanyakan mereka menggunakan fitur paylater untuk membeli laptop, gadget, mode dan aksesoris.
Jebakan Utang
Lebih mudah, efisien, dan bunga yang lebih rendah daripada kartu kredit menjadi alasan paylater banyak dipilih. Dosen Ilmu Komunikasi Telkom University Clara Novita Anggraini mengatakan ada risiko besar di balik kemudahan PayLater. Apabila telat membayar cicilan, bunga utang akan menumpuk makin besar.
Sekali mencoba dan berhasil membayar lunas akan menimbulkan candu menggunakan fitur paylater. Percaya diri akan bisa melunasi utang dan bunganya seperti yang sudah dilakukannya. Mulai dari satu barang atau event, bertambah jadi dua tiga dan semakin membanyak. Karena memang inilah dunia, semakin dicari bukannya jadi merasa cukup, tapi semakin tak puas dan ingin sesuatu yang lebih.
Ibarat meminum air laut saat haus. Bukannya hilang dahaga malah semakin haus. Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menyatakan fitur Paylater sering kali berakhir pada kegagalan pembayaran. Di antara peminjam itu usianya di bawah 19 tahun dan masih belum memiliki pendapatan sendiri.
Konsumtif Dijebak Kapitalis
Inilah bukti gaya hidup hedonis, konsumtif sudah merasuk ke tubuh generasi. Barang atau jasa yang dibeli pun bukan kategori kebutuhan primer. Dengan kata lain, tak akan menghantarkan pada kematian atau kebodohan jika tak memilikinya.
Lingkungan sosial yang senang pamer, rendahnya kontrol diri, ingin dianggap keren dan sejenisnya, semuanya dimanfaatkan kapitalis untuk menjebak milenial tenggelam dalam utang paylater. Gaya hidup besar pasak daripada tiang menjadi suatu hal yang biasa saat ini. Mereka pikir saat memiliki barang, kebahagian akan datang. Nyatanya yang datang justru masalah.
Sampai akhirnya tak mampu bayar, harus rela menjual semua barang yang ada demi melunasi utang paylater. Hadir juga ketakutan didatangi debt collector. Bahkan, banyak orang yang memilih bunuh diri setelah terjebak utang. Ini jadi bukti bahwa utang bukan solusi, termasuk paylater.
Berlindung dari Utang
Islam adalah agama yang sempurna dan detail. Islam memiliki pandangan yang khas tentang gaya hidup. Sebagaimana Nabi Muhammad saw. ditugaskan menjadi utusan dan teladan. Sudah sepatutnya kita mengikuti gaya hidup beliau saw.
Rasulullah saw mengingatkan kita untuk tidak berutang jika tidak dalam keadaan terpaksa karena besarnya konsekuensi berutang. Bahkan beliau bersabda, "Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, seandainya ada seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian ia dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi, kemudian dihidupkan lagi dan terbunuh lagi, sedang ia memiliki utang, sungguh ia tidak akan masuk surga sampai utangnya dibayarkan,” (HR Nasa’i).
Oleh karena itu, Rasul ajarkan untuk hidup sederhana. Makan secukupnya, memakai baju selayaknya, memakai barang sesuai kebutuhannya. Allah wajibkan kita berpuasa di bulan Ramadan, Rasul berikan teladan berpuasa sunnah, ini sebagai latihan bagi diri kita untuk mengontrol diri. Tak semua yang kita inginkan harus kita dapatkan.
Dalam Islam pun dibedakan antara kebutuhan dan keinginan. Bahwa kebutuhan akan ada batasnya. Sementara keinginan takkan terbatas. Sebagaimana lapar pasti hilang dengan makan yang sesuai porsi diri. Haus pun akan hilang ketika minum. Tapi, keinginan untuk memiliki barang takkan pernah terpuaskan.
Islam pun mengajarkan bahwa kebahagiaan bagi muslim bukan diperoleh saat diri kenyang dengan makanan lezat, bergelimang harta, barang mewah, rumah megah. Jika demikian, Rasul tidak termasuk orang yang bahagia karena hidupnya yang sederhana. Kebahagian hakiki bagi muslim adalah saat Allah rida pada kita. Apapun keadaannya, baik lapar atau kenyang, lapang atau sempit.
Karenanya, Rasul berpesan untuk selalu bersyukur dan bersabar dalam menjalani kehidupan. Karena Allah pasti memberikan yang terbaik untuk kita. Rasul pun ajarkan doa agar terhindar dari utang, yang artinya, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari ketakutan dan kekikiran, aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan tekanan orang-orang.”
Jadi, jangan terjebak dengan kemudahan berutang yang ditawarkan berbagai fitur termasuk paylater. Apalagi fitur sejenis ini mengandung riba. Sebagaimana kita ketahui bahwa riba itu dosa. Bahkan hadist mengatakan orang yang mengambil riba sama dengan mengajak berperang Allah dan Rasul. Na'udzubillah.
Bukan didekati, bukan dipilih tapi paylater harus dijauhi. Pilih lingkungan yang mengajarkan syukur dan sabar. Sederhana dalam kehidupan sebagaimana Rasul ajarkan. Kuatkan akidah kita dengan mengikuti kajian islam. Semoga Allah melindungi kita dan generasi milenial dari jeratan utang ribawi ini.
Wallahua'lam bish shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.