Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Firda Nur Afifah

Kupu-kupu Malam: Bukan Sekedar Series Semata

Agama | Wednesday, 11 Jan 2023, 04:38 WIB

Baru-baru ini dunia sinetron Indonesia dihebohkan dengan munculnya series baru yang dibuat oleh rumah film yang didirikan oleh Manoj Punjabi. Yaps! MD Entertaintement. MD Entertaintment membuat series berjudul Kupu-kupu Malam yang ditayangkan di We TV. Seperti yang kita ketahui, We TV merupakan aplikasi atau platform menonton berbayar secara elektronik. Kita bisa menonton berbagai drama di Asia menggunakan platform ini. Selain yang harus berlangganan, ada pula episode-episode yang bisa kita nikmati tanpa berbayar seperti episode-episode awal. So, gimana maksudnya ini bukan series semata?

Jika kita membaca dan bertanya apa sih kupu-kupu malam itu? pastinya akan kita temui bahwasanya kupu-kupu tersebut bukan kupu-kupu biasa. Yes, itu merupakan julukan bagi seseorang yang bekerja di rumah bordir sebagai pekerja seks komersial. Sesuai dengan artinya, series yang dibintangi oleh Michelle Ziudith ini pun menceritakan kisah seorang mahasiswi yang terpaksa bekerja sebagai psk untuk membiayai pengobatan adiknya di rumah sakit. Lalu kebetulaan ia bertemu dengan pengusaha yang meminta untuk dilayani lagi, padahal prinsipnya adalah ia tidak mau melayani pelanggan yang sama lebih dari satu kali. Namun karena kondisi adiknya semakin parah, ia memutuskan untuk menerima tawaran tersebut. Sayang, kemudian adiknya meninggal. Ia pun mengembalikan uang yang diterima dan pergi dari Jakarta.

Dengan atau tanpa kita sadari, fenomena ini memang benar adanya di masyarakat. Bahkan sangat banyak! Dan bukan hanya di Indonesia, bahkan satu dunia. Seseorang yang terpaksa melakukan sesuatu hal yang hina karena untuk mencukupi kebutuhan duniawinya dan tuntutan ekonomi. Right? Karena jika sudah tercukupi semua kebutuhannya dan ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan, tidak mungkin ia akan melakukan sesuatu yang membuat harga diri seorang wanita hancur tak tersisa. Lho, trus pelanggan yang satunya lagi tadi gimana? Sudah punya istri yang cantik dan dia kaya, tapi kok tetap saja berzina? Dan lagi-lagi, fenomena ini banyak terjadi di masyarakat. Bahkan lagu yang baru-baru ini viral, Unholy, juga mngisahkan kisah yang sama.

So, bagaimana? Bukankah berarti banyak atau tidaknya harta dan bahkan tahta tak menjamin ia mulia dan setia? Welcome to Capitalism and Secularism Era, dimana semua di kegiatan untung bagi kita adalah prinsipnya dan dirinya sendiri adalah Tuhannya. Iya, Tuhannya! Karena setiap perbuatan didasarkan pada maunya akal dan nafsu kita sendiri. Dan kita merasa bahwa kitalah yang menguasai kita sendiri, sehingga kita bisa mengatur semau diri, bukan apa yang diperintahkan oleh Allah Sang Ilahi. Oke kita bedah satu persatu.

Pada fenomena yang pertama, kita melihat bahwa negara saat ini tidak menjamin kesejahteraan masyarakatnya, right? Atau mengalami hal yang sama dari pandemi kemarin? Negara yang harusnya menjamin kesehatan dan pendidikan yang gratis bagi rakyatnya, menjamin kesejahteraan wanita dan anak-anak yang bahkan orangtuanya telah tiada, menjamin pekerjaan yang halal. Tapi negara sangat abai dengan hal-hal tersebut. Kapitalisme membuat negara malah mengurusi dan menggelontorkan sejumlah milyar untuk mengurusi hal-hal yang tidak lebih penting dari rakyat itu sendiri, membuat kebijakan dan aturan yang menguntungkan bagi kaum berduit seperti penguasaan tambang yang harusnya dikelola dan hasilnya dimiliki oleh negara itu sendiri lalu disebarkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan malah dimiliki oleh swasta. Alhasil, rakyat harus terpontang-panting bahkan sampai menggadaikan harga dirinya sendiri untuk sekedar memenuhi kebutuhan pribadi yang harusnya dipenuhi oleh negara tadi. Bahkan disebutkan dalam suatu wawancara, sebenarnya para pelaku tersebut ingin berhenti meskipun mereka tahu bahwa di dalam islam berzina adalah dosa yang sangat berat, tapi ya mau bagaimana lagi? Dibayar dengan rupiah yang cukup tinggi, bisa beli itu ini. Terlanjur basah, nyemplung aja sekalian. Belum lagi pihak-pihak yang bukan terpaksa, namun menganggap kemaksiatan ini adalah bisnis yang menguntungkan. Harusnya negara menjamin semua pekerjaan adalah pekerjaan yang halal dan apabila tidak memiliki pekerjaan, maka negara akan menyediakan lapangan pekerjaan. Negara juga harusnya memfilter dan menutup semua bisnis yang bertentangan dengan syariat tanpa memandang binsis ini menguntungkan atau tidak karena standarnya adalah halal dan haram.

Sedangkan fenomena-fenomena tadi, baik pemilik tempat atau usaha, yang dibayar, maupun pelanggannya, sama-sama menunjukkan bahwa kita sedang hidup di dunia sekulerisme, yakni pemisahan antara agama dengan kehidupan. Banyak kita menemui, seorang muslim tapi malah pacaran bahkan berzina, seorang muslimah tapi tidak menutup aurotnya secara sempurna, muslim tapi melakukan kekerasan, muslim tapi mempunyai bisnis haram, muslim yang kaya dan memiliki istri yang canti tapi tetap berselingkuh, dan lain sebagainya. Bukankah semua hal tadi dilarang dalam islam? Mereka mungkin tetap sholat, namun ketika sudah melipat sajadahnya mereka kembali ke kehidupan tanpa menjalankan syariat. Inilah sekulerisme. Agama hanya dijadikan sebagai tulisan KTP atau saat memasukin masjid semata. Dan hal ini sangat berbahaya. Lagi-lagi harusnya negara mengatur pendidikan bahkan pergaulan. Agama harusnya dijadikan poros kehidupan. Negara harusnya mengatur mulai dari penanaman aqidah tiap individu, menanamkan pendidikan islam, memberikan fasilitas, pelarangan ikhtilat dan khalwat, menutup semua akses menuju pacaran dan perzinaan, menyaring dan memblokade media pornografi, menjamin kesejahteraan masyarakatnya, atau melakukan tindakan preventif lainnya untuk menjalankan syari’at islam. Bahkan disebutkan oleh Ustadz Felix, kebanyakan pendidikan agama kita hanya berkutat pada How to? Bagaimana cara sholat, bagaimana cara melaksanakan puasa, zakat, tapi tidak ditanamkan Why? Mengapa kita harus melakukan semua ini. Apabila upaya preventif telah dilakukan maka berlaku lah sistem sanksi yang diatur oleh syariat, hukuman jilid dan rajam bagi yang berzina dan sanksi lain ketika melanggar syariat tidak pandang bulu siapa pelakunya. Mungkin terlihat kejam, namun hal ini akan mencegah terjadinya hal-hal serupa, masyarakat menjadi berfikir dua kali sebelum mekakukan kemaksiatan, serta untuk mengurangi siksa di akhirat kelak.

Semua hal tersebut hanya dapat di terapkan dalam naungan Khilafah. Dalam khilafahlah islam diterapkan sebagai ideologi. Ia akan menerapkan syari’at islam secara sempurna sehilngga akan ada tindakan pencegahan, edukasi, pengaturan secara komperhensif, tidak membuat peraturan untuk menguntungkan pribadi namun untuk kepentingan negara dan masyarakat nanti, sehingga kondisi tatanan kehidupan akan tertata kembali.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image