Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image kheirel yezeed309

MENCARI KEBERADAAN TUHAN

Agama | Tuesday, 14 Dec 2021, 19:59 WIB
moh khairul yazid*

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Pencarian Tuhan mungkin merupakan salah satu pencarian terpanjang umat manusia, melalui proses yang bahkan hampir sama lamanya dengan sejarah manusia itu sendiri. Pemikiran kuno mengenai Tuhan oleh para ahli filsuf dengan ilmu pengetahuannya atau dengan pemikiran yang muncul dari dalam dirinya digunakan untuk membuktikan ataupun menyangkal eksistensi Tuhan. Sejak saat itu pula, pencarian Tuhan terus berlanjut dan berkembang. Pada proses pencarian Tuhan munculah pertanyaam yang kritis seperti,apa bentuk dari tuhan?, tuhan kah yang menciptakan manusia atau manusia lah yang menciptakan Tuhan?.

Sebagaimana diketahui bahwa Tuhan itu esa (satu), namun bisa dikatakan keberadaannya ada dimana-mana bahkan sangat dekat, tetapi tidak terlihat dengan panca indra. Menurut seorang pakar Leksikografi/Linguistik Arab yang bernama Louis Ma’luf, dalam karyanya Kamus al-Munjid fil Lughah wal’Alam beliau mengatakan bahwa Tuhan: ismu al-Dzat al-Wajib-ul-Wujud (Tuhan itu adalah suatu nama Dzat yang maha ada yang menyebabkan segala sesuatu menjadi ada). Lalu apa itu Dzat?, seorang ahli Linguistik Arab asal Jerman yang bernama Hans Wehr dalam karyanya A Dictionary of Modern Written Arabic mengatakan bahwa istilah dzat dalam bahasa Arab artinya being, essence, nature, self: person, personality. Artinya kata dzat merupakan sebuah penyebutan kepada sebuah esensi, personal, pribadi atau sosok dan bukan penyebutan kepada sebuah materi yang memiliki masa dan menempati ruang. Kata dzat ini tidak menunjukan penyebutan atas wujud Tuhan itu sendiri, hanya sebatas sebutan kepada suatu esensi yang eksis dan realita. Tuhan tidak pernah menjelaskan bagaimana wujudnya secara spesifik, karena manusia sebagai ciptaannya memiliki akal yang dibatasi untuk memahami apalagi mengimajinasikan segala sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh panca indra, bahkan surga sekalipun, imajinasi tentang surga tidak benar-benar menggambarkan kemegahan surga yang sesungguhnya, apalagi untuk mengimajinasikan Tuhan.

Pemikiran orang terdahulu dalam mencari tuhan. Anaximandros seorang filsuf yang hidup pada tahun 610-547 SM, dia berpendapat bahwa Tuhan adalah sesuatu yang asal, yang tidak berkeputusan dan yang tidak berhingga, menurutnya Yang asal itu tidak berhingga dan tidak berkeputusan, dan yang asal itu selalu bekerja dengan tiada hentinya dan tidak terhingga banyaknya. Yang asal ini bagi anaximandros disebut Apeiron, apeiron tidak dapat dirupakan, tak ada persamaannya, tidak dapat dilihat dan ditentukan oleh panca indra. Sebab itu sesuatu yang asal pasti yang tidak terhingga dan tiada akhirnya, dia itu mustahil sebagai yang berakhir.

Segala sesuatu yang tampak dan terasa, dibatasi oleh lawannya (terbatasi), misalnya yang panas dibatasi oleh yang dingin, yang cair dibatasi oleh yang beku, dll. Segala sesuatu yang tampak dan terasa itu mempunyai akhir. Segala sesuatu yang tampak dan terasa itu timbul, hidup, mati, lenyap atau berubah, semua itu terjadi dari Apeiron dan kembali pada Apeiron, maka anaximandors meletakan segala sesuatu itu berada di luar alam dan tak berakhir. Begitulah anaximandors menjelaskan pola pikirannya dengan akal, tidak berdasarkan tahayul.

Cara terbaik untuk mencari dan menemukan tuhan adalah bersatu dengan-Nya, dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dalam menjalankan perintah dan larangan-Nya harus disertai dengan keikhlasan dan menghindari sikap pragmatis, tapi kenyataannya manusia adalah makhluk ekonomi yang selalu memperhitungkan cost and benefit dari setiap aktivitasnya. Kontradiksi antara sifat manusia dan tuntunan agama tadi menyebabkan pencarian manusia akan tuhan menjadi terhambat, karena adanya dorongan alamiah dari manusia untuk bersifat ekonomis. “Tangga menuju langit adalah kepalamu, maka letakan kakimu diatas kepalamu. Untuk mencapai Tuhan injak-injaklah pikiran dan kesombongan rasionalmu”-SujiwoTejo, sederhananya manusia harus melawan dirinya sendiri saat mencari dan memaknai tuhan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image