Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Komitmen Indonesia Memerangi Narkoba

Info Terkini | 2023-01-08 22:09:20
Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menggelar program melawan narkotika yang berfokus kepada demand reduction dan supply reduction.

Militer Meksiko menindak tegas kartel narkoba di negara tersebut. Mengutip sejumlah media, bentrokan antara kedua belah pihak menelan korban jiwa dan melukai warga sipil. Dari peristiwa tersebut menjadi gambaran bagaimana menakutkannya pengaruh dan peredaran narkotika. Dunia telah menetapkan narkotika, psikotropika dan obat-obatan terlarang sebagai kejahatan internasional. Kita tentu tidak ingin Indonesia mengalami hal serupa seperti di Meksiko.

Di lingkup ASEAN, Indonesia bersama sejumlah negara Asia Tenggara menandatangani ASEAN Declaration on Principles to Combat the Abuse of Narcotic Drugs pada 1976. Upaya tersebut juga dilakukan untuk mewujudkan ASEAN Free Drug dan Indonesia Bebas Narkoba. Namun, pada kenyataannya, peredaran narkotika meningkat seiring dengan makin canggihnya internet.

Pemerintah Indonesia telah meletakkan sejumlah kebijakan untuk menangani kasus narkotika. UU No. 35 Tahun 2009 inilah dimana peraturan undang-undang yang mengatur tentang Narkotika. Landasan ini menjadi upaya pemberantasan narkotika, psikotropika, dan obat-obatan terlarang (narkoba) yang menjadi perhatian seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.

Wapres Ma'ruf Amin menyatakan keterlibatan dan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat sangat diperlukan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran narkoba. Menurutnya, kunci agar pemberantasan narkoba dapat berhasil adalah adanya kerja sama yang baik antara masyarakat dan lembaga terkait. Kerja kolaboratif antara institusi penegak hukum, pendidikan, keagamaan, dan lain-lain akan memegang peranan penting dan strategis.

Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menggelar program melawan narkotika yang berfokus kepada demand reduction dan supply reduction. Artinya, upaya-upaya yang dilakukan adalah mengurangi permintaan dan pasokan narkotika di Indonesia. Upaya mengurangi permintaan narkotika di tengah masyarakat di antaranya dilakukan melalui pendidikan, sosialisasi, dan kampanye massal dengan memanfaatkan kumpulan massa seperti di car free day, mendatangi sekolah-sekolah, ataupun melalui publikasi lainnya seperti papan reklame.

Sedangkan usaha untuk mengurangi jumlah pasokan narkotika dilakukan di antaranya dengan merazia lokasi-lokasi yang diduga menjadi tempat peredaran narkotika, melakukan penggagalan penyelundupan, atau penggerebekan bandar narkotika oleh aparat kepolisian.

Perang Melawan Narkotika

War on Drugs merupakan jargon yang dideklarasikan mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Richard Nixon pada 1971. Secara dramatis, Nixon meningkatkan jumlah petugas federal dalam pengendalian narkotika dan menggalakkan hukum pidana narkotika termasuk pengerebekan dan penahanan tanpa surat perintah.

Apa yang terjadi di Amerika Serikat pada zaman Nixon menunjukkan narasi perang dapat menjadi justifikasi peningkatan anggaran pemerintah untuk kegiatan-kegiatan represif. Hal tersebut bisa terjadi karena kata “perang” mengandung makna “untuk membela negara”. Narasi ini juga digunakan untuk meningkatkan popularitas seorang pemimpin atau calon pemimpin. Dengan kata lain “perang terhadap narkotika” adalah komoditas politik. Propagandanya dapat mempopulerkan tokoh pengusungnya.

Di masa pemerintahan Ronald Reagan, jumlah narapidana di AS meningkat drastis. Ini berkat perluasan kebijakan pendahulunya (Richard Nixon) untuk memerangi narkotika. Narapidana pelanggar hukum narkotika tanpa kekerasan meningkat dari 50 ribuan pada 1980 menjadi lebih dari 400 ribu pada 1997.

Pascaperang Vietnam, Indonesia juga turut meningkatkan kewaspadaan terhadap hal-hal yang dianggap sebagai permasalahan nasional, yaitu pemberantasan uang palsu, bahaya narkotika, penyelundupan, kenakalan remaja, subversi, dan pengawasan terhadap orang asing. Pada 1971, Presiden RI menginstruksikan Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) untuk menangani persoalan itu.

Paradigma Baru Pemberantasan Korupsi

Bagi penegak hukum, pengguna narkotika dinilai sebagai korban. Oleh sebab itu, pemenjaraan terhadap mereka dinilai tidak tepat. Pendekatannya pun rehabilitasi dengan mengedepankan keadilan restoratif. Korban penyalahgunaan narkotika didefinisikan di dalam penjelasan Pasal 54 Undang – Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, atau dipaksa.

Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika tidak semata- mata dipandang sebagai pelaku tindak pidana, tetapi juga sebagai korban, dimana pelaksanaan rehabilitasi merupakan bagian dari alternatif hukuman.

Selain itu tentang penanganan penyalahgunaan narkotika dilakukan dengan dua metode yaitu prevention without punishment melalui wajib lapor pecandu dan implementasi penegakan hukum rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif. Restorative Justice (keadilan restoratif), merupakan model pendekatan penyelesaian perkara pidana dimana semua pihak yang berkepentingan dalam perkara tersebut bertemu bersama untuk menyelesaikan secara adil.

Hukuman yang diberikan menekankan pengembalian seperti keadaan semula dan bukan pembalasan. Implementasi dari keadilan restoratif adalah dengan mencari alternatif pemidanaan dengan tidak mengedepankan pemenjaraan. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 menyebutkan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial.

Tentunya, di tengah semakin besarnya ancaman peredaran narkotika internasional, kita semua harus bersatu padu melakukan perlawanan. Keluarga adalah benteng terdepan yang harus menjaga ancaman bahaya narkotika, khususnya bagi generasi muda. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image