Shalat Istikharah untuk Mantapkan Pilihan
Agama | 2023-01-02 17:47:54Seseorang yang menghadapi sesuatu soal yang bersifat mubah, sedang ia sendiri masih ragu-ragu mana sebaiknya dilakukan, maka dianjurkan untuk mengerjakan shalat sunnah dua raka'at yang bukan termasuk wajib.
Shalat itu boleh saja pada waktu mengerjakan sunat Rawatib atau Tahiyyatul-mesjid dan boleh pula pada waktu malam ataupun siang, sedang bacaan sehabis Al-Fatihah dapat dipilih sekehendaknya. Selesai itu hendaklah membaca tahmid serta shalawat kepada Nabi Saw dan selanjutnya doa sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dari hadits Jabir r.a, katanya:
Rasulullah SAW mengajarkan kepada kami cara bershalat istikharah dalam segala hal seperti juga beliau mengajarkan suara Al-Qur'an. Beliau bersabda: ‘Jikalau salah seorang diantaramu hendak melakukan sesuatu, maka hendaklah bershalat dua rakaat yang bukan wajib dan setelah selesai, hendaklah mengucapkan: Ya Allah, saya memohonkan pilihan menurut pengetahuan-Mu dan memohonkan penetapan dengan kekuasaan-Mu, juga saya memohonkan karunia-Mu yang besar, sebab sesungguhnya Engkaulah Yang Berkuasa dan saya tidak berduka, Engkaulah Yang Mahatahu dan saya tidak mengetahui apa-apa. Engkau Maha Mengetahui segala gaib. Ya Allah, jikalau Engkau mengetahui bahwa urusanku ini.... 2) baik untukku dalam agamaku, kehidupanku serta akibat urusanku, atau sabdanya di waktu dekat atau belakangan ini, maka takdirkanlah untukku dan mudahkanlah serta berikanlah berkah kepadaku di dalamnya.
Sebaliknya jikalau Engkau mengetahui bahwa urusan ini .... 2) jelek untukku, dalam agamaku, kehidupanku serta akibat urusanku, atau sabdanya di waktu dekat atau masa belakang-an, maka jauhkanlah hal itu daripadaku dan jauhkanlah aku daripadanya serta takdirkanlah untukku yang baik- baik saja di mana saja adanya kemudian puaskanlah hatiku dengan takdir-Mu itu'."
Dalam mengerjakan shalat istikharah tidak terdapat suatu bacaan surat tertentu sebagaimana juga tidak perlu dikerjakan berulang-ulang.
Imam Nawawi berkata: "Sesudah istikharah haruslah mengerjakan apa yang dirasa lebih baik untuk diri dan hendaknya bebas benar-benar dari kehendak pribadi. Jadi jangan sampai lebih mengutamakan sesuatu yang demikian baik pada waktu sebelum beristikharah, sebab kalau demikian, maka sama hal-nya dengan tidak beristikharah kepada Allah atau kurang penyerahan terhadap pengetahuan serta kekuasaan Allah.
Karena itu haruslah ia mempercayai benar-benar kehendak Allah yang akan ditetapkan-Nya hingga dengan demikian terlepaslah ia dari usaha, kekuatan atau pilihan dirinya sendiri.
Daftar Pustaka: Sabbiq, Sayyid. (1976). Fikih Sunnah 2. Bandung: PT Alma'arif
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.