Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kang Hadad

Menuju kemana arah Twitter di bawah Elon Musk ?

Teknologi | Friday, 30 Dec 2022, 14:53 WIB

Penghujung oktober 2022, Elon Musk secara resmi telah membeli Twitter senilai $44 Milyar US Dolar. Setelah berbulan-bulan sebelumnya terjadi banyak drama dan cerita dibalik perjalanan pembelian perusahaan microblogging oleh salah satu orang terkaya di dunia ini.

Menariknya, sejak awal yang menjadi motivasi utama Elon membeli Twitter adalah idealisme-nya untuk menciptakan sebuah platform media sosial yang berkualitas. Tentu berkualitas di sini menurut kaca mata seorang Elon Musk, yang menariknya bukan sebagai seorang pebisnis.

Media Sosial yang ideal menurut Elon Musk

Elon Musk berfikir bahwa kondisi media sosial yang dikuasai oleh segelintir platform ini sudah tidak sehat. Terjadi pengelompokan dua ideologi raksasa yang cenderung satu sama lain saling menyerang. Dua kelompok ini adalah kapitalis-sekuler dan komunis-sosialis. Di kutip dari pernyataan Dr. Indrawan Nugroho, Elon Musk menganggap platform media sosial yang baik adalah ketika penggunanya mampu bersuara sebebas-bebasnya.

Di sisi bisnis, tentu kondisi ini tidak penting, yang penting adalah bagaimana media sosial tetap ramai dikunjungi, pemancingnya adalah berbagai ide, bahasan, atau konten yang menarik oleh banyak orang. Apakah "umpan"-nya adalah pertikaian antara dua ideologi atau bahkan hal lainnya, itu tidak jadi masalah.

Kita sudah melihat bagaimana media sosial sebenarnya berperan dan berdampak sangat vital dalam kehidupan kita. Meskipun, mungkin tidak kita sadari, bahwa betul media sosial telah berhasil menanamkan ideologi-ideologi yang "baru".

Dalam satu dekade terakhir, banyak perubahan-perubahan secara radikal terjadi disebabkan oleh Media Sosial. Kondisi sosial, keamanan, politik, hukum dan HAM menjadi isu yang seringkali di angkat di media sosial. Dan tidak sedikit banyak negara yang terpengaruh, baik menumbangkan rezim secara radikal, atau mempengaruhi kondisi politik yang ada.

Indonesia pun mengalami ini, konstelasi politik selama 10 tahun terakhir, dan dalam 2 kali masa periode pemilu, kita di warnai oleh kondisi politik yang berbeda dengan kondisi pemilu sebelumnya. Kondisi politik terpolarisasi antara "cebong" dan "kadrun".

Kondisi media sosial seperti ini tampak seperti di sengaja, sebagai contoh di twitter ada Buzzer yang terdiri dari ribuan bot atau pengguna bayaran. Begitupun facebook yang pada tahun 2016 di duga memberikan "bantuan" Donald Trump memenangkan pemilu Amerika Serikat, dengan membiarkan akses data-data pada pengguna-nya.

Elon Musk berfikir kalau Media Sosial yang baik itu adalah Media Sosial yang mengizinkan penggunanya untuk berekspresi dan bersuara sebebas-bebasnya dengan aturan moderasi yang membuktikan kalau sumber informasinya tersebut benar-benar valid. Ini adalah kemerdekaan berbicara, sekaligus juga ancaman dan ujian bagi umat manusia agar lebih dewasa dan bijak dalam menggunakan media sosial.

Kebijakan Elon Musk

Hari-hari pertama Elon Musk di perusahaan Twitter di warnai dengan beberapa kebijakan yang kontroversial. Jika sebelumnya, Elon Musk sempat disibukan dengan proses tarik ulur proses pembelian, disertai dengan tuntutan hukum, gejolak saham dan sebagainya. Kini langkah pertama yang dilakukan adalah memecat orang-orang yang menyebabkan kekisruhan itu terjadi.

Dilansir dari CNN Indonesia, orang-orang seperti Bret Taylor, Omid Kordestani, David Rosenblatt, Martha Lane Fox, Patrick Pichette, Egon Durban, Fei-Fei Li, dan Mimi Alemayehou,serta CEO Parag Agrawal tidak luput dari pemecatan oleh Elon Musk.

Tidak berhenti sampai disana, aktivitas bersih-bersih pun di lakukan di level staf, dimana ribuan orang ditawarkan pilihan antara berhenti atau tetap bekerja dengan pola dan visi yang jauh berbeda. Sementara untuk memastikan terwujudnya visi dari Elon Musk di aplikasi microblogging tersebut, diboyong pula karyawan-karywan terbaik dari Tesla untuk melakukan reformasi di perusahaan tersebut.

Kebijakan-kebijakan internal ini membuat kondisi tidak stabil dalam manajemen. Banyak yang meragukan dan tidak setuju dengan kepemimpinan Elon Musk. Imbasnya, pertengahan november lalu, perusahaan di tutup sementara sampai ada pemberitahuan dan pemilihan karyawan yang diperbolehkan kembali bekerja atau tidak.

Di sisi fitur pun ada beberapa kebijakan yang mulai muncul di era Elon Musk seperti Blue Twitter, yaitu biaya langganan untuk akun terverifikasi (centang biru). Lainnya seperti analisa sebaran konten dan yang lainnya terus di kembangkan oleh Elon Musk.

Perubahan-perubahan ini didorong agar perusahaan pada akhirnya tidak tergantung pada iklan yang notabene menjadi penghasilan utama di platform media sosial. Begitupun proses pembersihan akun-akun yang di duga bot dan akun yang memiliki kredibilitas yang kurang. Dampaknya, pada awal desember yang lalu ribuan akun twitter hilang.

Pro dan Kontra

Idealisme Elon Musk adalah sebuah kondisi ideal yang tampak indah, kita bisa bebas bersuara dan berekspresi tanpa ada kekhawatiran akan tekanan, serangan atau hal lainnya yang mengekang kemerdekaan berpendapat. Sayangnya di sisi bisnis ini tidaklah baik.

Oleh karenanya, beredar informasi kalau aplikasi twitter akan di hapus di App Store dan Play Store. Tentu ini adalah pukulan yang berat jika benar-benar terjadi karena pangsa pasar smartphone ada di dua toko aplikasi tersebut.

Tantangan berikutnya adakah respon dari berbagai belahan dunia menanggapi kebebasan berekspresi. Dimana kita tahu, banyak negara yang masih menganut otoriter dan membatasi upaya kebebasan berekspresi untuk menjaga kestabilan negaranya. Tentu popularitas twitter akan meredup seiring pemblokiran twitter.

Di sisi lain, Elon Musk optimis dengan berbagai perubahan dan kebijakannya, bahwa twitter akan mendapatkan keuntungan yang besar. Setidaknya di tahun 2028.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image