Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Totok Siswantara

Meringankan Beban Nelayan Saat Paceklik

Info Terkini | Friday, 30 Dec 2022, 11:20 WIB
Kondisi kapal nelayan di Pantura Jatim yang rusak diterjang ombak besar

Penderitaan nelayan terjadi silih berganti. Setelah klenger dihantam oleh kelangkaan dan kenaikan harga BBM, kini cuaca ekstrim menyebabkan paceklik. Pun demikian masih ada nelayan yang nekat melaut menantang angin besar dan ombak ganas.

Nelayan anak negeri geram melihat ulah kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia justru pada saat musim ombak besar dan angin kencang. Seperti yang terjadi di Kepulauan Riau oleh kapal asing dari Vietnam seperti yang dipantau oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Riau.

Perlu solusi untuk meringankan beban nelayan di musim paceklik. Adalah musim di mana terjadinya gelombang laut dan intensitas angin tinggi hingga bisa terjadi badai. Umumnya kondisi ini terjadi pada Desember hingga Februari namun saat ini sulit diprediksi akibat perubahan iklim yang ekstrem secara global.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis peringatan terkait dengan cuaca ekstrem. Berdadsarkan rilis dari BMKG itu maka perlu skema bantuan sosial bagi masyarakat paling tidak diberikan hingga Februari 2023. Perlu skema yang lebih fleksibel untuk meringankan beban nelayan saat paceklik seperti bantuan subsidi upah terhadap para pekerja.

Eksistensi Instruksi Presiden (Inpres) No. 7/2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional seharusnya disertai dengan program nyata untuk memperbaiki kehidupan nelayan.

Nelayan sangat butuh subsidi BBM dan pembangunan cold storage untuk penyimpanan ikan hasil tangkapan nelayan yang berkapasitas hingga 3.000 ton.

Industri perikanan nasional harus dikembangkan secara progresif dengan catatan pengembangan tersebut bisa mengangkat taraf hidup nelayan lokal dan tidak merusak lingkungan atau ekosistem laut.

Ilustrasi nelayan berhenti melaut akibat cuaca ekstrim

Selama sepuluh tahun terakhir jumlah nelayan tradisional semakin menciut dan usahanya semakin terdegradasi. Terjadi penurunan drastis jumlah nelayan tradisional. Sementara nelayan budidaya justru naik.

Kondisi itu terjadi akibat praktik illegal fishing dan pembangunan masyarakat pesisir yang selama ini salah sasaran. Subsidi BBM dan bantuan kapal untuk nelayan sering kali terjadi penyelewengan.

Selama ini nelayan tradisional berusaha di laut tanpa perlindungan maksimal oleh negara. Kematian nelayan akibat kecelakaan kerja di laut karena cuaca ekstrem dan faktor kerusakan kapal dari tahun ke tahun selalu meningkat.

Kini negara jangan lagi membiarkan nelayan mempertaruhkan jiwanya begitu saja. Saatnya pemerintah membenahi secara serius terhadap kondisi 10.666 desa pesisir basis nelayan tradisional yang tersebar di 300 kabupaten/kota di tanah air.

Undang Undang Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan, Pembudidaya, dan Petambak Garam jangan menjadi pepesan kosong. Esensi dari UU tersebut memberikan hak yang lebih besar untuk mengelola wilayah perairan.

Juga memberi dukungan usaha bagi nelayan, pembudidaya dan petani petambak garam untuk mengakses, mengelola, dan mendapatkan manfaat dari sumber daya perairan. Aspek perlindungan nelayan sesuai dengan standar minimum perlindungan nelayan sesuai dengan regulasi internasional.

Implementasi UU Pemberdayaan Nelayan yang dijalankan dengan Peraturan Pemerintah (PP) diharapkan menambah insentif kepada nelayan kecil untuk memperbaiki alat tangkap dan peremajaan mesin kapal. Perlu merumuskan kembali jenis insentif dalam paket kebijakan optimasi subsidiperikanan. Yang diikuti dengan pengaturan kembali zona penangkapan ikan bagi nelayan lokal.

Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki potensi perikanan yang harus dimanfaatkan secara optimal dan lestari untuk bangsa, terutama dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendukung ketahanan pangan dan gizi nasional.

Adanya kasus gizi ganda (kelebihan dan kekurangan gizi), stunting, dan lain-lain adalah contoh beberapa masalah yang dihadapi Bangsa Indonesia yang erat kaitannya dengan kecukupan pangan dan gizi. Sehingga ikan sebagai bahan pangan yang mudah diproduksi dalam berbagai skala dan bergizi tinggi diharapkan mampu menjadi solusi atas masalah tersebut.

Dengan konsumsi protein ikan yang cukup, masyarakat Indonesia diharapkan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Generasi yang sehat, kuat, dan cerdas adalah modal utama dalam membangun bangsa Indonesia ke depan.

Ilustrasi operasional kapal nelayan yang perlu penataan subsidi perikanan yang efektif

Subsidi Perikanan

Perlu menata kembali subsidi perikanan yang memiliki sensitivitas lokal maupun global. Masalah subsidi perikanan selama ini juga menjadi isu sensitif di tingkat dunia. Negara-negara maju tak henti-hentinya menuntut dihapuskannya subsidi perikanan dalam berbagai forum.

Indonesia jangan sampai terjerumus dalam isu global subsidi perikanan sehingga usaha untuk memperbaiki nasib nelayan kecil terganggu. Selama ini definisi tentang nelayan kecil di forum internasional masih bias. Begitupun di dalam negeri juga masih terjadi perbedaan pendapat terkait definisi nelayan kecil. Padahal definisi baku tersebut perlu segera ditentukan karena terkait dengan esensi Peraturan Pemerintah tentang Pembudidaya Kecil dan Nelayan Kecil.

Pada saat ini negara maju beranggapan bahwa subsidi perikanan mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat dan menimbulkan dampak serius terhadap cadangan ikan.

Saat Deklarasi Paracas di Peru yang merupakan forum menteri kelautan dan perikanan kawasan Asia Pasifik yang tergabung dalam forum Asia Pacific Economie Co-operation (APEC), pemerintah Indonesia memutuskan untuk tetap memberikan subsidi perikanan bagi nelayan berskala kecil meskipun hal tersebut mendapat pertentangan dari negara-negara maju.

Akar persoalan subsidi perikanan tidak sama bagi negara maju dengan negara berkembang. Sehingga sulit dicari titik temu. Namun demikian Indonesia juga harus memperhatikan kaidah di dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM) yang terdapat dalam dokumen WTO yang terbit 1999.

Ada masalah yang terkait dengan pemberian subsidi perikanan yang tidak tepat sasaran. Yang menerima justru bukan nelayan kecil yang sebenarnya, tetapi jatuh kepada cukong besar. Seperti kasus subsidi BBM kepada nelayan yang justru dimangsa oleh pengusaha besar atau para penyelundup. Juga subsidi pengadaan kapal nelayan yang tidak cocok spesifikasinya sehingga kapal tersebut tidak terpakai dan sia-sia padahal sudah menghabiskan anggaran yang sangat besar.

Dalam ketentuan ASCM, definisi subsidi perikanan dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu pertama, subsidi yang dilarang karena dapat meningkatkan kapasitas tangkap dan mendistorsi perekonomian negara lain (prohibited subsidies).

Kedua, subsidi yang diperbolehkan selama tidak ada negara lain yang dirugikan karena kebijakan itu (actionable subsidies). Dan ketiga subsidi yang tidak termasuk dalam dua kategori tersebut (nonactionable subsidies). Di Indonesia pemerintah menyatakan subsidi kepada pelaku pada sektor ini tidak ada hubungannya dengan kelebihan kapasitas tangkap.

Namun demikian, pencurian ikan oleh pihak luar dalam skala besar dan jika dibiarkan begitu saja, maka hal itu bisa dianggap sebagai prohibited subsidies khususnya meningkatkan kapasitas tangkap. Apalagi kapal-kapal pencuri ikan tersebut memakai BBM bersubsidi secara ilegal lalu membanjiri pasar domestik dengan ikan hasil tangkapannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image