Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Salsabilla Putri Ananda

Kepemimpinan Presiden Indonesia dari Masa ke Masa

Politik | Friday, 30 Dec 2022, 11:06 WIB
sumber : intrnet

Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.

Pemimpin-pemimpin kita, mulai dari Soekarno, Suharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, dan Jokowi memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Sebagian masyarakat meninjau dari sisi baik, sebagian lainnya meninjaunya dari sisi buruk.

1. Presiden Soekarno (1945-1966)

dikenal sebagai seorang seorang pembicara ulung yang bisa membangkitkan semangat nasionalisme rakyat. Beliau memiliki gaya kepemimpinan yang sangat populis, bertemperamen meledak-ledak, tidak jarang lembut, dan menyukai keindahan. Soekarno adalah tokoh yang berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Soekarno memiliki andil dalam penyusunan Pancasila, perumusan konstitusi negara, serta pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui diplomasi yang dilakukannya di PBB, Indonesia mulai mendapatkan tempat dan pengakuan kedaulatan di mata internasional. Namun, sebagian masyarakat menilainya terlalu western, pro PKI, ceroboh, dan kurang hati-hati dalam mengambil keputusan. Kebijakannya yang banyak menuai kritik adalah penerbitan Dekrit Presiden, konsep Nasakom, sikapnya yang lunak terhadap PKI, juga pengangkatan dirinya sebagai Presiden Seumur Hidup yang dinilai inkonstitusional.

Kepemimpinan Soekarno memiliki prestasi untuk Indonesia yaitu:

· Semangat Revolusi yang Membuahkan Kemerdekaan Keberhasilan pertama yang tidak akan pernah dilupakan dari Soekarno ialah bagaimana ia mampu mengobarkan semangat revolusi di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yang mana hal tersebut akhirnya membawa Indonesia kepada kemerdekaan di tahun 1945.

· Gerakan Non-blok Di bawah kepemimpinannya, Soekarno tercatat berhasil membentuk Gerakan Non-Blok (GNB) pada konferensi Asia-Afrika yang dilaksanakan di Kota Bandung pada tahun 1955.

· Menyatukan Papua Barat ke NKRI

2. Soeharto (1967 – 1998)

Presiden Soeharto adalah presiden dengan masa jabatan terlama sepanjang sejarah. Beliau dijuluki sebagai “The Smiling General” Sang Jendral yang Tersenyum. Beliau adalah pemimpin militer saat Indonesia dijajah Belanda dan Jepang. Masa pemerintahan presiden Soeharto dikenal sebagai Orde Baru. Stabilitas nasional sangat terjaga, namun tidak ada kebebasan berpendapat. Akibatnya mahasiswa berdemonstrasi menuntut Presiden Soeharto mundur. Bahkan, pada masa pemerintahannya, kita sempat memiliki industri pesawat terbang nasional. Namun, di sisi lain ia juga dikritik akan sikap diktator, penangkapan para aktivis HAM, pembunuhan massal tahun 1965, operasi militer di Aceh, dan keterlibatannya dalam kasus kolusi, korupsi, serta nepotisme. Gaya kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya kepemimpinan proaktif-ekstraktif dengan adaptif-antisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai sesuatu yang berdampak positif serta mempunyai visi yang jauh ke depan dan sadar akan perlunya langkah-langkah penyesuaian. Ia berjasa atas pembangunan sekolah-sekolah, infrastruktur, fasilitas umum, dan pelayanan publik.

3. Bacharudin Jusuf Habibie (1998 – 1999)

Memiliki gaya kepemimpinan dedikatif-fasilitatif, yang merupakan sendi dalam kepemimpinan demokratis. Pada masa pemerintahan BJ. Habibie, kebebasan pers dibuka lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Dalam penyelenggaraan negara, Habibie pada dasarnya merupakan seorang liberal karena latar belakang kehidupan dan pendidikan yang lama di dunia barat. Kepemimpinan yang berhasil meniscayakan adanya kemampuan untuk mewujudkan suatu visi atau teori menjadi realitas. Semakin terwujud suatu visi atau teori dalam realitas, semakin efektif pula suatu kepemimpinan telah dijalankan. Dalam konteks ini, jejak kepemimpinan Habibie pun begitu fenomenal. Selain dikenal sebagai pendiri sekaligus Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang pertama, BJ Habibie juga merupakan sosok yang menginisiasi pendirian Bank Muamalat serta mengimplementasikan konsep perbankan syariah di Indonesia yang diterimasecara luas oleh umat Islam di Indonesia hingga hari ini.

4. Abdurahman Wahid (1999 – 2001)

Presiden keempat berikut lebih dikenal dengan nama Gus Dur. Beliau terpilih sebagai presiden RI dalam pemilihan umum oleh MPR, DPR, dan DPD. Beliau sempat menorehkan prestasi di bidang ekonomi dan keuangan semasa jabatannya. Dengan dibantu oleh Rizal Ramli, sistem Bulog diperbaiki sedemikian rupa. Sehingga kepentingan petani dan kebutuhan beras masyarakat dapat ditingkatkan. Namun beliau harus mundur dari jabatannya karena konflik dengan parlemen. Kepemimpinan Gus Dur bergaya kharismatik-transformasional yang dimana saat mengambil keputusan, Gus Dur menonjolkan sikap kharismatik yang dimiliki tetapi tanpa adanya kekerasan dan tekanan militer, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam, yang diharapkan dapat dijadikan menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memiliki keabsahan. Gus Dur berjasa dalam penanaman kesadaran generasi muda akan perlunya menjunjung tinggi pluralisme dan toleransi terhadap perbedaan ras atau golongan. Dimasanya, rakyat mulai sadar akan pentingnya penghargaan akan etnis, termasuk etnis Tionghoa. Namun, ia juga banyak menuai kritik karena sifatnya yang berubah-ubah, ceplas-ceplos, dan dinilai agak ngawur. Kebijakannya untuk membekukan MPR dianggap inkonstitusional dan tidak prosedural.

5. Megawati Soekarno Putri (2001 – 2004)

Megawati Soekarno putri meneruskan kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid yang terhenti ditengah jalan. Dalam kepemimpinannya, Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Megawati adalah seorang pemimpin yang memiliki berkepribadian yang kuat. Tidak mudah dipengaruhi oleh siapa pun, jika tidak sesuai dengan pikiran dan nuraninya tentang cita-cita NKRI. Baginya visi dan misi bagi pemimpin bangsa ini tak bisa lain dari visi dan misi yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Perubahan visi dan misi yang berbeda dengan Pembukaan UUD 1945 justru harus dicegah.

6. Susilo Bambang Yudhoyono (2004 – 2014)

Memiliki gaya kepemimpinan responsif, demokratis, dan proaktif. Kebebasan berpendapat dijunjung tinggi. Jika tadinya mengkritik pemerintah menjadi hal yang tabu, dimasa pemerintahannya tidak lagi. SBY berjasa dalam pendirian KPK serta perbaikan mutu pendidikan melalui sertifikasi guru, kenaikan anggaran, dan program LPDP. Presiden SBY memiliki andil besar dalam recovery Aceh pasca bencana tsunami yang menewaskan sekitar 280.000 orang pada tahun 2004. Kebijakan fiskal dan perekonomian yang diambil pada masa kepemimpinan SBY, membuat ekonomi Indonesia tumbuh menjadi nomor dua yang terkuat di Asia. Namun, pemerintahannya juga dikritik karena sikapnya yang dianggap peragu, lambat, dan terlalu defensif terhadap kritik. karna SBY tidak ingin kepemimpinan Yang dijalankannya menjadi otoriter. SBY sosok pemimpin yang demokratis dalam mengambil keputusan selalu mengajak beberapa perwakilan bawahan, tetapi keputusan tetap berada di tangannya. SBY tipe pemimpin yang cermat dan berpikir matang sebelum mengambil suatu keputusan. Prestasi yang penting dicatat semasa kepemimpinan SBY yaitu keberhasilan menyelesaaikan batas maritim Indonesia dengan 2 negara sahabat yaitu singapura dan Filipina.

7. Joko Widodo (2014 – Sekarang)

Masa kepemimpinan Jokowi mulai 20 Oktober 2014 sampai sekarang. Gaya kepemimpinan presiden Jokowi yaitu ada tiga gaya kepemimpinan Jokowi yaitu yang pertama adalah partisipatif yaitu selalu ikut atau terlibat dengan anggota saat akan mengambil keputusan atau kegiatan seperti tindakan blusukan yang serimg di lakukannya. Kedua yaitu karismatik yang dimana Jokowi dapat menyelesaikan masalah yang dapat menarik perhatian orang lain. Ketiga yaitu transornasional yaitu mengukur hubungan anggota dengan pemimpinnya sejauh apa. Ia berjasa dalam dalam pembangunan infrastruktur dan transparansi birokrasi. Banyak hal yang tadinya sulit diurus karena harus melewati birokrasi yang berbelit-belit, kini telah bisa dilakukan secara online. Pengembangan one data (BIG), kebijakan pendaftaran online untuk CPNS, pembayaran pajak, dan pengurusan imigrasi menciptakan birokrasi yang lebih bersih. Namun, ia juga menuai banyak kritik karena pemerintahannya yang terperangkap dalam politik oligarkis, tanggapannya mengenai isu-isu SARA, dan sikapnya yang cenderung lambat dan gamang dalam memberikan solusi atas masalah-masalah negara.

Kesimpulan, Perbedaan gaya kepemimpinan adalah hal yang wajar. Juga perbedaan cara memerintah dan pandangan dalam berpolitik. Demokrasi tentu menghormati perbedaan pandangan politik. Namun, demokrasi juga lebih memilih integrasi (persatuan), ketimbang disintegrasi (perpecahan). Betul kita memiliki kebebasan untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Namun, kebebasan itu juga tidak boleh memecah belah persatuan atau memperbesar kebencian antara pihak yang satu dengan pihak yang lain.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image