Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Akhlis Nastainul Firdaus

Nawasena Pendidikan KH. Ahmad Dahlan

Eduaksi | Wednesday, 28 Dec 2022, 18:23 WIB

KH. Ahmad Dahlan, siapa tak mengenalnya? Sosok lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 ini yang telah berjasa besar dalam membangun peradaban umat lewat Muhammadiyah. Sosok pahlawan nasional yang begitu gigih melawan kolonialisme lewat jalur pendidikan salah satunya untuk membangun karakter generasi bangsa. Sosok yang dinilai berhasil mengimplementasikan insan ideal yang berangkat dari spirit surat Al-Maun

Ilustrasi gambar (Dok/Pribadi)

Kiai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis panggilan di masa kecil adalah tokoh pembaharuan Islam yang ada di Indonesia. Terlahir dari seorang khatib Amin Masjid besar Yogyakarta KH Abu Bakar. KH Ahmad Dahlan menjadi seorang mujadid yang mengembalikan lagi kemurnian ajaran Islam ketika Islam saat itu telah kental dengan budaya kejawen.

Pendidikan pencerahan atau masa depan cerah pendidikan (nawasena) menjadi gagasan awal Ahmad Dahlan dalam meluruskan pemahaman yang ada di masyarakat. Dakwah yang dilakukan Ahmad Dahlan dilakukan dengan kultur yang konstektual dengan pola hidup masyarakat yang dekat dengan seni.

Nawasena Pendidikan KH Ahmad Dahlan

Membicarakan pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pemikiran dan perjuangan K. H. Ahmad Dahlan. Mengapa demikian?, Karena K. H. Ahmad Dahlan sang pendiri Muhammadiyah itu telah dikenal sebagai peletak dasar pendidikan modern di Indoneia. K.H. Ahmad Dahlan telah memainkan peran yang sangat penting dan strategis dalam melakukan modernisasi pendidikan untuk masa depan yang mencerahkan di Indonesia.

Gagasan K. H. Ahmad Dahlan tentang pendidikan berawal dari ketidakpuasan dirinya ketika melihat adanya dualisme sistem pendidikan, yaitu sistem pendidikan Islam yang berbasis di pesantren-pesantren dan sistem pendidikan sekuler (Barat) yang berbasis di sekolah-sekolah yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda. K.H. Ahmad Dahlan memandang kedua jenis pendidikan tersebut dengan kaca mata tersendiri. Ia tidak cenderung kepada salah satunya, tetapi melihat segi-segi posistif dari keduanya. K.H. Ahmad Dahlan memberikan penilaian yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah Belanda, tetapi tidak mengurangi nilai dan penghargaan yang utuh terhadap ilmu-ilmu agama yang terdapat dalam lembaga-lembaga pendidikan pesantren.

Agaknya keinginan untuk mengompromikan segi-segi positif dari kedua jenis pendidikan di atas itulah, di samping untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi dalam masyarakat, K.H. Ahmad Dahlan mencetuskan ide-ide dan pemikirannya yang kemudian menjadi bagian dari sistem pendidikan Muhammadiyah. Pemikiran tersebut bisa dilihat dari karya nyatanya di lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah yang didirikannya. Model pendidikan Muhammadiyah ini kemudian diadopsi dan dijadikan model sistem pendidikan nasional.

Sekolah pertama yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan adalah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah pada tanggal 11 Desember 1911 di Kauman Yogyakarta. Sekolah pertama yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan ini dibuka di rumahnya dengan sistem Barat, memakai meja, kursi, dan papan tulis. Materi pelajaran yang diberikan meliputi materi agama yang biasa diajarkan di pesantren dan materi umum yang biasa diajarkan di sekolah Belanda. Munir Mulkhan menyebutkan bahwa “sekolah tersebut dikelola secara modern dengan metode dan kurikulum baru: antara lain diajarkan berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang pada awal abad 20,”

Maka dari itu langkah kongkrit yang diambil ahmad dahlan adalah nawasena atau masa depan cerah untuk pendidikan saat ini yang masih banyak generasi muda bangsa, yang memilih jalan ilmu pengetahuan sebagai bekal hidup maka disaat itu pula masa depan Indonesia kian tetap cerah. Kemajuan kita sebagai bangsa tidak bisa lebih cepat dari kemajuan kita dalam pendidikan. Sebab, ilmu pengetahuan merupakan sumber daya dasar peradaban sebuah bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image