JURNAL SENI PERTUNJUKAN NILAI SEJARAH PALANG PINTU DALAM BUDAYA BETAWI
Sejarah | 2021-12-13 15:27:34PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara dengan berbagai suku dan budaya yang ada di dalamnya, diantaranya adalah suku Betawi. Suku Betawi mempunyai berbagai macam budaya salah satunya yaitu budaya Palang Pintu. Palang Pintu merupakan salah satu folklor masyarakat Betawi berupa ritual adat yang diselenGgarakan sebelum menggelar proses pernikahan. Palang Pintu datang dari kebudayaan Betawi Tengah, namun kapan kemunculannya belum ada yang bisa memastikan, menurut Burhanudin (2017) sebagai pelaku Palang Pintu sampai sekarang juga masih belum menemukan asal usul budaya tersebut, hanya sebatas mengetahui bahwa Palang Pintu sudah ada sejak zaman neneknya. Sejarah budaya ini diceritakan hanya dari mulut ke mulut.
Palang pintu adalah sebutan untuk tradisi yang menjadi bagian dalam upacara pernikahan adat Betawi. Melansir laman DPD, pada pelaksaan palang pintu digabungkan antara seni beladiri dan seni sastra pantun. Masing-masing dari pihak mempelai pria mau pun wanita, akan mewakilkan seseorang untuk menjadi jawara pada tradisi palang pintu.
Dalam dialog mereka turut diselingi pantun dan saling berbalas. Isi pantun seputar maksud dan tujuan kedatangan rombongan ke rumah calon mantu. Selain berbalas pantun, dua jawara juga adu jago dan membaca sike. Ketika kegiatan palang pintu sudah selesai, rombongan calon mantan dipersilakan masuk rumah dan calon pengantin pria diminta duduk pada tempat yang disediakan.
Palang Pintu pada awalnya tercipta karena pada masa itu masyarakat Betawi mempunyai kebiasaan yaitu maen pukulan. Masyarakat Betawi menyebut silat sebagai Maen pukulan, menurut Djaini (2016) masyarakat Betawi pada zaman dahulu, maen pukulan adalah sebuah hal yang wajib bagi anak laki-laki Betawi supaya mampu melindungi diri dan juga sekitarnya dari ancaman para kompeni, karena pada masa itu masih banyak kompeni yang berkeliaran yang sering mengganggu masyarakat Betawi pada zaman penjajahan. Setiap kampung Betawi mempunyai jurus maen pukulan yang berbeda, biasanya bila ada tamu berkunjung dari kampung lain, masyarakat Betawi pada zaman dulu biasa menyambut tamunya dengan maen pukulan. Laki-laki Betawi pada zaman dahulu juga diwajibkan pandai dalam hal mengaji.
Hal tersebut akhirnya diadaptasikan ke dalam ritual pernikahan budaya Betawi. Sebelum memulai pernikahan pihak pria diberi tantangan oleh pihak wanita untuk mengalahkan jagoan atau jawara dari pihak wanita. Menurut Suparlan (seperti dikutip Jamallia, 2014) agama Islam merupakan pedoman utama kehidupan masyarakat Betawi, maka dari itu kebudayaan Betawi sangat terpengaruh oleh nilai-nilai ajaran Islam termasuk nilai yang terkandung di dalam budaya Palang Pintu.
Masyarakat Betawi sangat berhati-hati dalam memberikan restu kepeda pihak laki-laki untuk meminang putrinya, laki-laki dituntut harus bisa melindungi dan menjadi imam bagi keluarganya, maka dari itu pada zaman dahulu Palang Pintu merupakan sebuah syarat yang menandakan bahwa pria tersebut dapat melindungi wanita dan juga dapat menjadi penuntun bagi wanitanya. Pada zaman dahulu, Palang Pintu merupakan sebuah tradisi yang maknanya lebih pada proses menguji ilmu pengantin laki-laki yang bertujuan untuk menguji seberapa tinggi ilmu silat dan ilmu agama Islam yang dikuasai pengantin laki-laki (Roswita, 2014, p. 4). Palang Pintu sendiri menggabungkan berbagai unsur seni di dalamnya seperti seni bela diri silat, pantun dan juga rebana ketimpring
Budaya Palang Pintu kini telah berubah yang tadinya sebuah ritual adat menjadi sebuah pelaksanaan budaya yang bersifat ceremonial, sehingga pelaksanaan budaya Palang Pintu hanya dapat dijumpai pada saat-saat tertentu saja seperti saat pernikahan, penyambutan tamu besar, peresmian gedung dan acara besar lainnya. Palang pintu memiliki arti penting dan makna didalamnya dalam kebudayaan masyarakat Betawi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.