Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image mustara

Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer Melalui Optimalisasi Teknologi Informasi

Edukasi | 2022-12-22 20:28:59
Pendaftaran pasien secara elektronik di fasilitas pelayanan kesehatan. Sumber Foto: Mustara/Dokumen pribadi

Kesehatan merupakan hak dasar setiap orang yang dijamin oleh negara. Hal ini tertuang dalam Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H yang menyatakan “bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Oleh karena itu, pemerintah mengelola segala sumber daya yang ada untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat.

Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal The Lancet menunjukan bahwa derajat kesehatan masyarakat Indonesia pada umummya telah mengalami kemajuan besar. Namun, masih ada kesenjangan capaian berdasarkan beberapa indikator kesehatan antar provinsi antara lain yang dilaporkan adalah pada sebagian besar provinsi masih terdapat faktor risiko penyakit tidak menular yaitu tekanan darah sistolik yang tinggi dan kebiasaan merokok (Sumartiningtyas, 2022). Informasi ini sangat penting untuk memetakan persoalan kesehatan masyarakat berdasarkan propinsi sampai pada tingkat desa.

Menurut konsep H.L. Blum, status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor antara lain: (1) Perilaku; (2) Lingkungan; (3) Pelayanan Kesehatan; dan (4) Genetik. Konsep tersebut menyebutkan bahwa derajat kesehatan ditentukan oleh 40% faktor lingkungan, 30% faktor perilaku, 20% faktor pelayanan kesehatan, dan 10% faktor genetika (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Berdasarkan konsep tersebut, maka faktor perilaku, lingkungan, dan pelayanan kesehatan perlu diperkuat agar status kesehatan masyarakat semakin membaik. Faktor perilaku mengarah pada gaya hidup masyarakat. Faktor lingkungan berkaitan dengan sanitasi seperti pemenuhan air bersih. Faktor pelayanan kesehatan berkaitan dengan akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan.

Masyarakat harus memiliki askes yang baik terhadap pelayanan kesehatan. Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan adalah kemampuan masyarakat untuk membayar biaya pelayanan kesehatan dan/atau jarak yang harus ditempuh masyarakat untuk sampai pada fasilitas pelayanan kesehatan. Akses disini harus dimaknai sebagai upaya aktif dari pemerintah untuk menyediakan dan menjamin masyarakat agar dapat menikmati pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk memenuhi akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan cukup komprehensip. Jenis pelayanan sangat bervariatif seperti: upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan disediakan pemerintah melalui berbagai tingkatan, mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) sampai fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL). Pembinaan dan pengawasan terhadap kualitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin keselamatan pasien.

Pemerintah pusat telah membuat berbagai kebijakan untuk meningkatkan pemerataan (equality) dan keadilan (equity) dalam pelayanan kesehatan. Kebijakan tersebut antara lain: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 90 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan di Daerah Terpencil dan Sangat Terpencil; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2019 tentang Puekesmas. Berdasarkan kebijakan tersebut pemerintah telah berupaya menyiapkan pondasi pelaksanaan program dalam memenuhi akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

Namun faktanya, sampai dengan saat ini belum semua daerah dapat terfasilitasi dalam hal akses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Akses pelayanan kesehatan bukan saja tentang kemampuan masyarakat membayar dan jarak tempat tinggal masyarakat ke tempat pelayanan kesehatan. Akses juga berikaitan dengan aspek pemerataan (equality) dan keadilan (equity).

Keterbatasan masyarakat untuk mengakses fasilitas pelayanan kesehatan ini dinyatakan oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam sebuah diskusi secara virtual yang bertajuk “Menata Masa Depan Layanan Kesehatan Primer”. Dalam diskusi tersebut dinyatakan bahwa sebanyak 10.292 puskesmas yang tersebar saat ini belum dapat menjangkau seluruh daerah yang ada di Indonesia. Lebih lanjut disampaikan bahwa upaya yang terus dilakukan adalah dengan cara memperkuat jejaring puskesmas sampai pada tingkat desa melalui posyandu (Sari, 2022). Pemerintah juga terus melakukan pembudayaan gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) sebagai wujud upaya promotif dan preventif.

Dalam rangka menjamin hak dasar manusia terhadap kesehatan maka perlu upaya nyata dari dinas kesehatan dan puskesmas berupa program kesehatan yang inovatif. Adapun kegiatan yang dapat dilakukan antara lain:

1. Membuat dan menyebarkan konten edukasi kesehatan dengan memanfaatkan teknologi informasi, menggunakan bahasa setempat, dan melibatkan tokoh masyarakat.

2. Menggerakan upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM) untuk terus kampanye perilaku hidup sehat.

3. Memperbanyak kegiatan deteksi dini khususnya penyakit tidak menular seperti: hipertensi, diabetes, dan penyakit lainnya dengan melibatkan sektor swasta.

4. Membuat inovasi pelayanan kesehatan berbasis digital seperti: pendaftaran pasien online, konsultasi online, dan pengiriman obat yang diresepkan oleh dokter dari hasil pemeriksaan online.

Upaya – upaya tersebut tentu harus didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dan sarana prasarana yang memadai. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa untuk melaksanakan pembangunan kesehatan di daerah maka perlu penguatan puskesmas melalui pengembalikan puskesmas kepada konsep puskesmas (pertanggungjawaban wilayah), penambahan tenaga puskesmas dalam bidang teknologi informasi, dan pemenuhan sarana prasarana (Susianti, 2008). Puskesmas diharapkan menjadi perekat kesenjagan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pada akhirnya kesetaraan dan keadilan dalam pelayanan kesehatan hanya akan terwujud melalui kesadaran kita bersama untuk berkontribusi positif sesuai dengan peran dan posisi masing – masing.

Referensi

Braveman, P., & Gruskin, S. (2003). Defining equity in health. Journal of Epidemiology and Community Health, 57(4), 254–258. https://doi.org/10.1136/jech.57.4.254

Kementerian Kesehatan RI. (2019). Derajat Kesehatan 40% Dipengaruhi Lingkungan. Retrieved November 19, 2022, from https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20190221/3029520/derajat-kesehatan-40-dipengaruhi-lingkungan/

Sari, H. P. (2022). Kemenkes Prioritaskan 5 Hal untuk Tingkatkan Pelayanan Kesehatan Primer. Kompas.Com. Retrieved from https://nasional.kompas.com/read/2022/03/16/13381961/kemenkes-prioritaskan-5-hal-untuk-tingkatkan-pelayanan-kesehatan-primer

Sumartiningtyas, H. K. N. (2022). Derajat Kesehatan Masyarakat Indonesia Meningkat, Studi Ini Jelaskan. Kompas.Com. Retrieved from https://www.kompas.com/sains/read/2022/10/12/160300523/derajat-kesehatan-masyarakat-indonesia-meningkat-studi-ini-jelaskan?page=all

Susianti. (2008). Potret Pelaksanaan Revitalisasi Puskesmas. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 11(1), 27–31.

Yasmin, E. (2020). Equity dan Equality Dalam Kesehatan. Retrieved November 19, 2022, from https://manajemenrumahsakit.net/2020/04/equity-dan-equality-dalam-kesehatan/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image