Peran Perempuan di Hari Ibu
Info Terkini | 2022-12-22 08:07:31Hari Ibu ternyata memiliki nilai sejarah tinggi. Hari nasional ini diawali dengan Kongres Perempuan Indonesia pada 22-27 Juli 1959 di Bandung, Jawa Barat. Hasil kongres itu lalu ditindaklanjuti Presiden Soekarno melalui Kepres No. 316 tahun 1959 yang menetapkan Hari Ibu diperingati setiap 22 Desember.
Begitu besarnya peran ibu melahirkan sebuah peradaban sehingga negara menetapkan pentingnya sebuah hari yang diperingati secara nasional. Peringatan itu untuk menjadikan masyarakat paham bagaimana peran perempuan dalam merebut kemerdekaan RI dari tangan penjajah.
Sejarah Tanah Air mencatat abad ke-7 ketika Kerajaan Hindu di Nusantara mengalami masa kejayaan dipimpin seorang perempuan yakni Ratu Shima (tahun 674) dan Ratu Pramodhawardhani (tahun 833).
Pada abad ke-14, Majapahit pernah dipimpin seorang perempuan, Tribhuwana Wijayatunggadewi. Dia adalah penguasa ketiga dan penguasa Majapahit yang memerintah tahun 1328–1351. Dia merupakan adik tiri Prabu Jayanegara. Prasasti Singasari (1351) menerangkan gelar abhisekanya ialah Sri Tribhuwana Wijayatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.
Kerajaan Islam pun diwarnai dengan kejayaan di bawah kepemimpinan perempuan. Ratu Kalinyamat adalah putri dari Pangeran Trenggana dan cucu Raden Patah, sultan Demak Pertama. Pribadinya dikenal cerdas, berwibawa, berani, dan bijaksana. Sejak kecil, ia telah dipercaya untuk meneruskan kepemimpinan Kesultanan Demak. Bahkan masa gadisnya ia habiskan untuk menjadi Adipati Jepara.
Laksamana Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh dalam melawan penjajah. Pada 1585–1604, Laksamana Malahayati memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah syahid) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September 1599 sekaligus membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal. Laksamana Malahayati adalah jenderal perempuan pertama di dunia yang menjadi panglima angkatan laut. .
Kejayaan perempuan juga terjadi di Kalimantan ketika Dayang Lela memimpin Kesultanan Mempawah, Kalimantan Barat. Dan masih banyak lagi jumlah perempuan lainnya yang berperan besar dan menjadi pemimpin di era kerajaan-kerajaan Nusantara.
Perjuangan perempuan sebelum adab ke-20 bersifat kedaerahan dan perorangan, belum terlibat perkumpulan atau organisasi seperti Nyi Ageng Serang, Cut Nyak Dien dan Cut Mutia.
Dalam gerakan pemikiran antara lain RA Kartini yang berani menyuarakan hak-hak perempuan di era ketika belenggu perempuan begitu kuat. Salah satu pemikiran original dari Kartini adalah semangat emansipasi dan tidak menjauhkan perempuan dalam peran pendidikan, khususnya di lingkungan keluarga.
Keterlibatan perempuan dalam organisasi kebangsaan diwarnai kehadiran perempuan. Di Sumatera Barat, dalam tulisan Taufik Abdullah dijelaskan peran keterlibatan perempuan di era perjuangan. Di mana perempuan menjaga kaum laki-laki dengan senjata ketika sholat Jumat.
Gerakan Putri Mahardhika, Aisyiah, Muslimat NU. dan Wanita Al Irsyad adalah contoh bagaimana perjuangan perempuan Indonesia sangat besar di bidang sosial, politik dan pendidikan. Rahma El Yunusiyah mendirikan sekolah diniyah putri di Padang Panjang, Sumatera Barat. Sekolah ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya pemikiran-pemikiran modern keagamaan yang diawali oleh seorang perempuan.
Peran perempuan hadir seiring dengan berjalannya organisasi kewanitaan. Bahkan, Penggagas Kongres Perempuan Indonesia adalah perkumpulan pergerakan perempuan seperti Wanita Oetomo, Aisyiyah, Wanita Taman Siswa, Poetri Indonesia, Wanita Katolik, Jong Java Meisjekring dan masih banyak lagi.
Hari Ibu yang saat ini diperingati menjadi bentuk penghormatan terhadap perempuan Indonesia. Jasa-jasa mereka mampu mengubah peradaban Tanah Air. Peran mereka besar, baik sebagai pribadi, istri, ibu, serta warga negara yang berkewajiban mendidik generasi penerus. Oleh sebab itu, untuk meneruskan perjuangan, perempuan Indonesia juga harus dapat mengambil bagian dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, minimal di level keluarga. (*)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.