Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dewa Maulana

Fonemena Letusan Gunung Legetang

Sastra | Monday, 19 Dec 2022, 14:50 WIB

Nyata yang pernah terjadi pada bangsa ini ya mungkin kita telah lupa atau bahkan belum mengetahuinya, dan sayangnya peristiwa yang penuh dengan pelajaran ini sama sekali tidak disinggung sedikit pun di dalam buku pelajaran di sekolah.

Terdapat banyak diantara kita tidak pernah tahu jika ada suatu dusun yang penduduknya nyaris sama dengan kaum Sodom, gomora senang bermaksiat yang terkubur seluruhnya dalam satu malam hingga tidak tersisa suatu dusun bersama seluruh penduduknya lenyap, dalam satu malam lenyap dan hilang tertutup puncak sebuah gunung yang berada agak jauh dari lokasi dusun itu.

Inilah kisah tentang dusun legetang yang masuk dalam wilayah Banjarnegara, jawa tengah yang terjadi di tahun 1955. Pada saat itu dusun legetang yang terletak di desa Pekasiran kecamatan Batur Banjarnegara, merupakan sebuah dusun yang Makmur, berbagai kesuksesan di bidang pertanian menghiasi kehidupan dusun itu penduduknya cukup makmur dan kebanyakan para petani yang sukses mereka bertani sayuran kentang, wortel, kubis dan sebagainya.

Berbagai kesuksesan duniawi yang berhubungan dengan pertanian menghiasi dusun legetang misalnya apabila di daerah lain tidak panen tetapi di dusun legetang ini panen berlimpah kualitas buah dan sayur yang dihasilkan juga lebih baik dari daerah lain.

Namun bukannya mereka bersyukur dengan segala kenikmatan yang telah diterima mereka malah banyak melakukan kemaksiatan barangkali ini yang dinamakan istidraj atau disesatkan Allah dengan cara diberi rezeki yang banyak namun orang tersebut akhirnya makin tenggelam dalam kesesatan.

Masyarakat tiap malam mereka mengadakan pentas Lengger sebuah kesenian tradisional yang dibawakan oleh para penari perempuan yang sering berujung kepada perzinahan, hingga ada juga anak yang malah melakukan kemaksiatan bersama ibunya sendiri beragam kemaksiatan lain sudah sedemikian parah di dusun ini.

Pada suatu malam di pendopo dusun legetang tempatnya 16 April 1955 suara gemuruh gamelan masih berkemah di seluruh penjuru Desa diiringi dengan tawaryo penari Lengger dan genit bau Arab Jawa lupa asap rokok bersatu bersama celotehan para penonton yang mulai mampu satu persatu hanyut dalam suasana nafsu berjamaah.

Tak peduli pria dengan wanita pria dengan pria anak atau orang tua semua lembur berbaur dalam kehidupan bahkan ibu dan anak atau ayah dan anak sudah tak peduli hanyut menuruti nafsu hewani yang sudah umum dilakukan.

Tiap malam di dusun tersebut menggelar kesenian Lengger dengan penari yang bisa diajak memuaskan birahi semakin malam semakin membaur antara suara dengung gong atau leguran penarik penonton tanpa disadari di luar pendopo dusun semakin malam rintik hujan turun semakin lebatnya.

Namun hal itu tak dihiraukan oleh penikmat hiburan karena telah tenggelam dalam hipnotis hujan dianggap hanyalah sebuah hujan sebagai hujan biasa di malam-malam sebelumnya hampir tengah malam lewat hujan mulai reda. Jam menunjukkan pukul 23.00 atau jam 11.00 malam tiba-tiba terdengar suara dan rumah sedemikian dahsyatnya seperti suara meteor yang jatuh menghantam bumi tumbuh gamelan dan lemuan riuh tiba-tiba sirna berubah menjadi sunyi senyap dan hilang hanya dalam sekejap suara itu terdengar sampai ke dusun dan desa-desa tetangganya.

Namun malam itu tidak ada satupun yang berani keluar karena selain suasana teramat gelap jalanan pun saat licin pada pagi harinya masyarakat yang ada di sekitar dusun legetang yang penasaran dengan suara yang amat keras itu barulah keluar rumah dan ingin memeriksa bunyi apakah itu yang terdengar amat memekakan telinga tadi malam.

Mereka sangat kaget ketika di kejauhan terlihat puncak gunung. Kini sudah menjadi sebuah gundukan tanah Baru menyerupai bukit dusun legetang hilang dan lenyap dalam semalam beserta seluruh penduduknya. Gegerlah kawasan Dieng kala itu sejak ini mulai bermunculan banyak spekulasi seandainya gunung pengamun-amun sekedar longsor maka longsoran itu hanya akan menimba di bawahnya karena masih ada sungai dan curam akan tetapi kejadian ini bukan longsornya gunung antara dusun legetang dan gunung pengamon namun terdapat sungai dan jurang yang sampai sekarang masih ada sebetulnya jarak antara gunung dan desa itu jauh sehingga sulit diterima akal bahwa tanah longsor itu bisa menimpa dusun legetang.

Jadi tanah itu seolah-olah terbang dari gunung dan menimpa dusun bagian tengah seperti di ceritakan oleh salah satu seksi hidup peristiwa ini sebut saja Pak Toyib umurnya sekitar 71 tahun suara gunturnya atau sebutan longsor di daerah setempat itu sampai terdengar ke rumah saya padahal rumah saya Desa kepakisan itu berusia 11 tahun baik melanjutkan akan tetapi karena gelapnya malam dan hawa dingin menusuk tulang membuat warga yang mendengar suara mengejutkan itu tidak berani keluar rumah untuk memeriksanya baru esok paginya diketahui ternyata suara itu berasal dari longsoran lereng sisi tenggara gunung bangunan yang tepat menimpa dusun legetang dari kejauhan terlihat puncak gunung pengemul namun sudah rompang atau terbelah bukan saja tertimpa tapi juga terkubur lalu berubah menjadi sebuah bukit yang mengubur seluruh dusun beserta warganya bisa legetang yang tadinya berupa lembah ini berubah menjadi gundukan tanah menyerupai bukit menyadari peristiwa itu sontak masyarakat di sekitar sana terkejut kemudian banyak yang berteriak legetang Guntur legetang Guntur situasi saat itu menjadi ramai dan membuat masyarakat berbondong-bondong untuk melihat lokasi kejadian walaupun dusun yang lain juga hampir sama tapi dusun oleh kita sudah terlalu parah terutama maksiat maksiat masalah seks bebas bapak dari 351 korban jiwa terdapat 19 orang yang berasal dari luar dusun legetang sementara itu masih ada dua orang warga asli legetang yang selamat dari bencana tersebut yang hidup cuma disisakan dua sama Allah itu perempuan semua mungkin disisakan dua biar untuk sejarah keadaan desa ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image