Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kamaruddin

Peringatan 16 HAKTP Jadi Momentum Penting untuk Advokasi Hak Korban Kekerasan Seksual

Info Terkini | 2022-12-17 09:31:34

Banda Aceh - Kampanye internasional 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang setiap tahun dilaksanakan mulai 25 November hingga 10 Desember menjadi momentum penting untuk melakukan advokasi hak korban kekerasan seksual.

Hal itu disampaikan dalam Webinar Peringatan 16 HAKTP dan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional 2022 dengan tema “Stop Violence Againts Women, Gen Z Mission”, Sabtu, 10 Desember 2022 via zoom meeting. Kegiatan tersebut hasil kolaborasi Flower Aceh dengan Himpunan Mahasiswa Teknik Industri (HMTI) Universitas Syiah Kuala (USK).

Program Officer Flower Aceh, Puteri Handika, mengatakan saat ini masih banyak korban kekerasan seksual yang belum sepenuhnya mendapat perlindungan dan pemulihan. Untuk itu, peringatan 16 HAKTP menjadi momentum penting untuk mengadvokasi hak korban kekerasan seksual.

“Setiap harinya kita juga terus mendengar dan membaca berita terkait kasus kekerasan seksual, adapun berita yang sangat menyesakkan dada dan pilu yaitu seorang ayah memperkosa anak kandungnya sendiri yang seharusnya menjadi role model untuk anaknya akan tetapi menjadi ancaman untuk anak,” kata Puteri.

Kemudian, lanjutnya, yang sangat disayangkan hukum yang sudah ada belum mampu untuk melindungi hak korban. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat menyurakan hak korban dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait upaya pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

“Melalui kegiatan ini kami mengajak teman-teman untuk menyuarakan hak korban dan mengedukasi masyarakat terkait upaya pencegahan and penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak serta mari kita dukung upaya revisi Qanun Jinayah agar lebih berpihak pada korban dan memenuhi hak dasar korban sehingga korban bisa mendapatkan keadilan,” tegas Puteri.

Ketua Umum HMTI USK, Mursalin, menyampaikan kekerasan seksual dulu merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan, dengan maraknya kasus kekerasan seksual belakangan ini, hari ini banyak forum-forum diskusi dan dialog untuk memecahkan masalah dan memberikan solusi terhadap kekerasan seksual.

“Melalui webinar ini diharapkan dapat mengedukasi kaum muda tentang pemahaman kekerasan seksual juga HAM,” harap Mursalin.

“Kita harus saling bersinergi dan bekerjasama antara mahasiswa, pemuda, orang tua, pemerintah, aparat penegak hukum, dan seluruh unsur masyarakat untuk sama-sama mengawal isu kekerasan seksual dan mencari solusi yang terbaik,” tambahnya.

Sekolah HAM Perempuan Flower Aceh, Gebrina Rezeki, menyebutkan berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang terlapor di instansi tersebut terus meningkat setiap tahunnya.

“Dalam pelaporan dan penanganan kasus banyak tantangannya, namun dengan berbagai bantuan pemerintah dan lembaga layanan maka beberapa kasus dapat terdata dan tertangani dengan baik walaupun belum maksimal,” ungkap Gebrina.

Ia mengatakan Flower Aceh dan beberapa lembaga non pemerintahan lainnya di Aceh bekerjasama dalam penyusunan direktori layanan pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh.

“Korban harus berani untuk melapor, fungsi keluarga harus terkuatkan agar ketahanan keluarga terwujud, lingkungan dan masyarakat harus punya mekanisme untuk pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta harus punya berperpektif korban agar korban dapat terlindungi. Penting, negara harus hadir dalam memastikan pemenuhan HAM,” tutur Gebrina.

Koordinator Gugus Kerja Perempuan dan Kebhinekaan Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, mengatakan tujuan adanya Komnas Perempuan adalah untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dan penegakan HAM, khususnya Hak Asasi Perempuan di Indonesia.

“Juga meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dan perlindungan Hak Asasi Perempuan,” kata Dahlia.

Selain itu, ia menyebutkan tugas Komnas Perempuan meningkatkan kesadaran publik, melakukan tinjau ulang produk hukum dan peraturan, melakukan pemantauan dan melaporkan Kekerasan terhadap perempuan, menyediakan masukan dan rekomendasi serta mbangun kerjasama/kemitraan (lokal- nasional-regional-internasional).

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dian Rubianty, SE, Ak, MPA, mengatakan Ombudsman sebagai pengawas pelayanan publik berperan untuk menunjukkan bagaimana penyelenggara pelayanan publik mampu memberikan ruang aman secara internal maupun publik dalam pencegahan kekerasan seksual.

“Pengelolaan pengaduan dan perlindungan secara optimal kepada korban serta penguatan etik. Tingginya kesadaran organisasi terhadap pencegahan kekerasan seksual akan memberikan dampak nyata terhadap penghapusan diskriminasi terhadap perempuan,” tuturnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image