Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alvin Eka Prasetya

Peran Guru Menghadapi Generasi Media Sosial

Pendidikan dan Literasi | 2022-12-13 12:34:32

Gambaran harapan tentang kehidupan di masa yang akan datang sering merujuk pada hal-hal ideal. Seperti; secara ekonomi mencapai tingkat kemakmuran yang tinggi dengan sistem produksi lebih efisien dan memperhatikan kelestarian lingkungan, terciptanya keadilan sosial, sistem politik lebih demokratis, peran masyarakat warga (civil society) secara kultural makin menghargai paham pluralitas dan egalitarian, sistem berpikir serta sikap yang lebih terbuka, toleran, jujur, konsisten, dan memiliki komitmen tinggi terhadap masalah-masalah kemanusiaan.

Harapan atau gambaran tentang kehidupan mendatang seperti yang dilukiskan di atas merupakan sebuah keniscayaan yang sulit terelakkan. Sebab, hal itu merupakan bagian dari proses perubahan dan sejalan dengan aspirasi manusia yang cenderung menuntut lebih bebas, otonom, ingin serba cepat, serba ada, dan serba nyaman. Di lain pihak, kemajuan teknologi yang canggih seakan berusaha menjawab seluruh tuntutan hidup manusia.

Bagi generasi muda hari ini yang notabene pemilik kehidupan di masa mendatang. Ini dapat menjadi sebuah kecemasan atau pun justru anugerah, tergantung bagaimana cara mereka menyiapkan atau menghadapi perubahan-perubahan tersebut agar hal tersebut justru dapat memberikan makna bagi kehidupan mereka. Permasalahannya adalah apakah generasi muda hari ini siap mengahadapi tantangan seperti itu? sistem pendidikan dan peran maupun fungsi guru macam apakah yang diharapkan dapat membantu para genersi muda hari ini menghadapi tantangan ke depan yang begitu kompleks?

Jika memperhatikan visi kehidupan yang ingin dibangun bersama pada masa mendatang dengan memperhatikan kondisi generasi muda hari ini, maka jelas bahwa fungsi guru pada masa sekarang dan mendatang adalah mengisi ruang-ruang kosong yang menjadi jarak antara realitas empiris dengan yang diidealkan. Bagaimana guru bisa berperan dalam mengubah kelemahan-kelemahan pada remaja menjadi kekuatan untuk masa mendatang? Itulah tugas yang pas tetapi sekaligus begitu berat. Tugas berat itu mau tidak mau harus dijalankan oleh guru agar mereka tidak kehilangan perannya. Kompleksitas persoalan yang dihadapi generasi muda hari ini makin tidak terduga, menuntut kearifan tersendiri dari guru agar bisa mengambil posisi secara tepat.

Sebagaimana kita ketahui. Di satu sisi, guru harus menanamkan kesederhanaan, kejujuran, keterbukaan, dan konsistensi. Namun di sisi lain, media sosial penuh dengan manipulasi, kepura-puraan, kemewahan, dan konsumtif. Di satu sisi, guru harus mengajarkan kreativitas, sportivitas, dan kemandirian. Namun di sisi lain, media sosial memberikan kemudahan, jalan pintas, dan serba instan. Di satu sisi, guru harus mengajarkan berkompetisi secara sehat. Sementara di sisi lain, media sosial memperkenalkan kehidupan santai dan kongko-kongko. Di satu pihak, guru mengajarkan profesionalisme, tetapi media sosial menarik generasi muda lewat gaya.

Jurang yang lebar antara realitas empiris dengan nilai-nilai ideal itu akan menjadi masalah tersendiri bagi para guru. Terlebih bila kesenjangan itu diperlebar oleh peran media sosial yang semakin kuat dan cenderung menciptakan mimpi-mimpi indah di benak generasi muda hari ini. Di sini, akan terjadi perang wacana antara media sosial melawan guru. Dalam perang wacana yang keras itu, peran guru akan makin tersisih bila tidak mampu mengisi ruang-ruang kosong yang tidak mungkin terisi oleh media sosial, seperti mengajarkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, percaya diri, profesionalisme, konsistensi, kerendahan hati, dan asketisme.

Mengajak generasi muda mengambil jarak dari keramaian dan kebisingan media sosial merupakan tugas guru yang amat berat untuk masa sekarang. Namun, fungsi dan tugas guru seperti itu tidak bisa dihindari bila kita mengharapkan generasi muda hari ini memiliki kontribusi yang besar bagi perubahan kehidupan di masa mendatang. Menumbuhkan sikap asketis itu tidak bisa digantikan oleh kehadiran media sosial. Bahkan, tidak semua guru bisa melakukannya. Hanya guru-guru yang masih mau terus belajar, terbuka untuk dikritik, dan selalu membuka dialog dengan murid saja yang akan mencapai tingkat kematangan tertentu dan mampu menjalankan peran sebagai seorang resi, yaitu selalu bertugas mewartakan kebenaran dan mengajarkan kearifan, kejujuran, dan kesejukan hati kepada setiap orang yang bersedia mendengarnya.

Adanya pergeseran fungsi guru itu konsekuensi logisnya adalah pergeseran peran guru. Jika dulu hingga sekarang peran mengajari, mengggurui, dan sebagai makhluk serba bisa itu amat menonjol, ke depan peran seperti itu bergeser menjadi lebih memberikan motivasi, inspirasi, fasilitas, serta menjadi kawan dialog bagi murid. Peran guru sebagai motivator, inspirator, fasilitator, dan kawan dialog harus lebih menonjol terutama pada kelompok genersi muda hari ini yang mengalami kompleksitas persoalan.

Konsekuensi pergeseran fungsi dan peran itu menuntut perubahan relasi antara guru dan murid. Pola-pola relasi yang suburdinatif terhadap murid perlu digantikan dengan pola kesetaraan agar guru bisa menjadi kelompok sebaya bagi murid, terutama untuk sharing persoalan-persoalan keremajaan yang selama ini cenderung ditutup-tutupi atau di-sharing-kan dengan kawan usia sebaya yang sama-sama tidak tahu, sehingga akibatnya lebih fatal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya