Deret Pertanyaan Seorang Ibu Ketika Anak Bontotnya Keluar Rumah
Info Terkini | 2022-12-13 09:05:22Anak bontot (istilah orang jawa bilang) atau yang lebih kita kenal sebagai anak bungsu. Adalah sebutan yang sering digunakan sanak keluarga kepada saya. Terlahir sebagai anak bontot yang sekarang sudah ditinggal berumah tangga oleh ke-enam kakak saya membuat kehidupan bontot saya ini lebih melekat di dalam diri. Bagaimana tidak? Lah wong di rumah hanya ada saya, bapak dan ibu.
Sebagai anak bontot, seringkali masih dianggap manja, apa-apa masih nyadong sama orang tua, belum mandiri dan asumsi-asumsi lain seperti salah satu tulisannya mas Seto Wicaksono yang baru-baru ini di publish oleh terminal mojok. Wkwk
Dari asumsi-asumsi yang saya sebutkan tadi, saya yakin orang tua kita pun masih menganggap kita wahai anak-anak bontot, adalah anak yang masih harus mendapatkan perhatian lebih. Terlepas dari status anak yang paling kecil dalam keluarga juga anak yang tersisa satu-satunya (mung-mungan), jadi ya mungkin sangat diperketat penjagaannya sebelum nanti diboyong sama mas bojo *eh wkwk
Diperketat penjagaan sebagai anak bontot disini saya rasakan dari banyaknya deret pertanyaan ibu ketika saya hendak keluar rumah. Bayangkan saja manteman, saya ini sudah berumur 23 tahun, usia yang bisa dikatakan sudah saatnya mencari kehidupan selayaknya manusia. haha
Selain itu, saya juga ndilalahnya (dibaca : kebetulan) mengikuti beberapa organisasi yang mana artinya saya sangat sering keluar rumah. Coba sesering apa ibu saya bertanya “meh kemana nduk” saat saya membuka pintu. Padahal, saat saya keluar rumah lengkap dengan seragam bertulisan dan berlogo organisasi yang menurut saya sudah cukup mewakili akan berkegiatan apa.
Tidak cukup atas jawaban tujuan kegiatan yang saya lontarkan, ibu saya masih belum puas dengan menambah beberapa pertanyaan. Seperti : sama siapa, orang mana, pulang jam berapa dan yang paling terakhir yang saya sangat hafal adalah “ojo dalu-dalu baline” (Jangan malam-malam pulangnya).
Walaupun saat akan pergi kita sudah mendapat banyak macam pertanyaan, saat pulang pun masih saja ada pertanyaan yang membombardir saya. Mau tau apa pertanyaannya?
yang tadi sama kamu orang mana? Usianya berapa?, dll. Lihatlah wahai anak bontot bagaimana ibu kita ini sungguh sangat menaruh rasa perhatian yang sangat tinggi kepada kita.
Dulu awal-awalnya, saya akui memang begitu risih saat ditanyai banyak macam oleh ibu. Tapi saat sudah dewasa, saya malah merasa ada yang kurang kalau gak ada yang bertanya demikian. Misalkan ibu saya tidak menjumpai saya pergi, saya akan mengirim pesan kepada saudara yang nantinya saya mintakan tolong untuk diteruskan ke ibu. Minimal memberi kabar dan tidak membuat beliau pusing tujuh keliling karena tidak berhasil memberikan pertanyaan. wkwkw
Dari deret pertanyaan ibu, saya jadi bisa memetik pelajaran bahwa ibu selalu ingin tahu kabar dari anaknya, terlebih yang masih satu-satunya di rumah alias mbontot tadi.
Nah menyikapi hal yang dilakukan ibu saya, tentu yang pertama adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ibu ingin tahu. Sebisa mungkin kita ngomong apa adanya. Percaya oo ndung bagus, nduk ayu, mas dan mbak, Saat kita ngomong apa adanya, orang tua malah aware sama kita, daripada kaga zuzur kan ye malah kita yang gak bisa hidup tenang saat di alam baka. Eh alam tetangga maksutnya.
Yang kedua, beri kabar atau informasi yang membuat orang tua kita tidak terlalu takut akan keberadaan kita. Maksudnya ya kita sampaikan kalau kita aman di lokasi misal berkegiatan jauh.
Btw, Celoteh yang ngawur ini saya yakin tidak hanya saya saja yang merasakan, beberapa teman-teman mojokiyah pun saya rasa ada yang diperlakukan demikian seperti saya.
Karena saya sendiri pun tidak akan menuliskan ini, jika teman saya tidak bercerita hal yang ternyata sama-sama dirasakan tentang wujud perhatian ibu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.