Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asrofi Hilal, S.Ag, MA

Kesetaraan Gender dalam Perspektif Islam

Agama | Tuesday, 13 Dec 2022, 06:57 WIB

KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Moh. Afnan Sholeh

Mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

UIN KH. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

Di zaman modern ini, kesetaran gender menjadi topik yang hangat di perbincangkan. Terutama di kalangan remaja sampai dewasa. Kaum milenial sampai generasi society 5.0 atau yang biasa di sebut “gen z” mulai membuka lebar pemikiran pemikiran mereka. Jika membahas tentang kesetaraan gender, selalu identik dengan perempuan yang menjadi korban di dalam ranah kesetaraan. Perempuan seakan akan tidak mendapatkan kesempatan dan posisi yang sama dengan laki-laki. padahal gender bukan tentang jenis kelamin, tapi tentang bagaimana manusia mendapatkan hak yang sama di dalam kehidupannya.

Tidak heran, dalam realitanya perempuan memang sering mendapatkan perlakuan yang kurang adil di dalam masyarakat. Contoh : “perempuan ngapain sekolah tinggi tinggi, paling kalau nikah nanti ujung ujungnya di dapur”. Statement ini secara tidak langsung memberikan batasan kepada perempuan di dalam dunia pendidikan, seakan akan pendidikan yang tinggi tidak akan berguna baginya di masa depan. Bahkan masih banyak dari orang tua yang tidak mendukung anak perempuannya untuk melanjutkan pendidikan karena hal tersebut, walaupun biasanya ada faktor ekonomi yang menjadi alasan kuatnya. Contoh lain perempuan kalau keluar malam dan dan pulang lebih dari jam 9 akan di cap buruk oleh tetangganya, tapi kalau laki-laki tidak di cap buruk. Padahal standar untuk menilai baik dan buruknya seseorang bukan dari jam berapa mereka pulang. Atau hanya karena dia seorang perempuan. Masih terdapat sangat banyak lagi contoh lain di masyarakat yang menyudutkan perempuan dalam kehidupannya sehari hari.

Hal yang menyebabkan itu semua terjadi adalah karena adanya budaya dan tradisi di dalam masyarakat masing masing sesuai dengan daerahnya. Budaya terbentuk karena adanya kebiasaan di dalam masyarakat. Kebiasaan yang di jalankan dalam jangka waktu yang panjang lama lama akan menjadi sebuah kesepakatan tanpa disadari. Setelah kebiasaan menjadi budaya, budaya akan melahirkan sebuah nilai. Menurut ilmu sosiologi, nilai adalah sebuah peraturan di dalam masyarakat yang tidak tertulis dan tidak ada hukumannya secara jelas. Berbeda dengan norma, norma adalah sebuah peraturan yang tertulis secara undang undang dan ada hukuman yang jelas bagi pelanggarnya. Hal inilah yang menjadikan budaya dan nilai sebagai sebab munculnya bias gender. Karena budaya melahirkan sebuah nilai, maka pelanggarnya akan mendapatkan hukuman secara tidak langsung. seperti contoh di atas, perempuan yang pulang lebih dari jam 9 malam tidak melanggar undang undang, tapi di anggap buruk secara nilai di masyarakat. Nah, tapi bagaimana pandangan islam tentang budaya dan nilai tersebut. Apakah menurut islam salah .??

Tidak hanya sekarang, Perempuan sudah mendapatkan diskriminasi sejak zaman jahiliyah. Di zaman jahiliyah, orang arab mempunyai budaya jika seseorang melahirkan anak perempuan, maka akan di kubur secara hidup hidup langsung. Orang arab di zaman jahiliyah hanya akan menerima bayi laki-laki karena bayi perempuan di anggap pembawa sial. Sampai akhirnya datanglah Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah islam mengangkat derajat perempuan. Nyatanya, islam mendukung adanya kesetaraan gender. Di dalam islam ada 5 dasar yang bisa di jadikan sebagai landasan tentang kesetaraan gender.

Perempuan dan laki-laki sama sama hamba Allah

Hal ini di jelaskan dalam alquran surat az-zariyat ayat 56 “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” Di dalam ayat tersebut semua manusia sama dalam mendapatkan perintah untuk beribadah kepada Allah Swt tanpa di beda bedakan. Baik jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan, apapun etnis dan sukunya. semuanya sama sama mendapatkan kesempatan untuk menjadi manusia yang bertaqwa di hadapan Allah Swt.

Perempuan dan laki-laki sama sama sebagai Khalifah di bumi

Seperti yang sudah di jelaskan di dalam surat al baqarah ayat 30, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi” kata “khalifah” ini tidak di spesifikasikan antara laki-laki dan perempuan, keduanya mendapatkan posisi yang sama sebagai pemimpin dan akan di mintai pertsnggung jawabannya oleh Allah Swt.

Peremupuan dan laki-laki menerima perjanjian awal dengan Tuhan,

Perempuan dan laki-laki sama sama mengemban amanah dari Tuhan, seperti dalam QS. Al a’raf ayat 172, yaitu manusia yang berikrar akan keberadaan Tuhan dan di saksikan oleh para malaikat. Dari sini tidak di bedakan antar laki-laki dan perempuan. Keduanya menyatakan ikrar yang sama

Adam dan Hawa terlibat aktif dalam drama kosmis.

Drama kosmis adalah cerita Nabi adam dengan hawa mulai dari surga sampai di turunkan ke bumi. Penyebutan keduanya menggunakan dhomir (kata ganti) “huma” yang artinya “mereka berdua” kata “huma” ini menunjukkan kesamaan posisi mereka. Mendapatkan level godaan dari setan yang sama, dan juga mendapatkan ampunan yang sama.

Perempuan dan laki-laki sama sama berpotensi meraih prestasi

Perbedaan laki-laki dan perempuan di jelaskan secara khusus dalam tiga ayat, yaitu al imran ayat 195, An nisa’ ayat 124 dan an nahl ayat 97. Ketiganya memberikan ketegasan bahwa prestasi individual baik dalam kehidupan beragama maupun duniawi tidak di dominasi hanya satu jenis kelamin saja

Dari 5 dasar tersebut, dapat disimpulkan bahwa islam sangat mendukung adanya kesetaraan gender. Di dalam islam, manusia medapatkan hak, posisi, serta kesempatan yang sama tanpa adanya diskriminasi salah satu jenis kelamin. Jadi, teruntuk kaum hawa, jangan takut untuk mengekspresikan diri sebebas mungkin. Perempuan tidak harus menjadi ibu rumah tangga saja. Perempuan boleh memiliki karir, perempuan boleh bekerja, perempuan boleh menentukan masa depannya sendiri, dan perempuan boleh menjadi apapun, dengan catatan asal tidak melanggar syariat islam. Yang tidak bisa di tolak kaum perempuan hanyalah kodrat dan ketetapan yang diberikan oleh Allah Swt saja, yaitu mengandung, melahirkan, dan menyusui. Selain 3 hal tersebut, berarti hanya budaya yang di ciptakan manusia.

Dulu khadijah juga seorang saudagar sukses Nabi tidak melarang, bahkan Nabi pun sering membantu istri-istrinya dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Intinya, semua manusia sama di hadapan Allah Swt, yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaannya. Hanya saja terkadang menjadi masalah jika tidak sesuai dengan budaya dan nilai masyarakat. Tapi kan “arrijalu qowwamuna ala nisa”, laki-laki itu pemimpinnya perempuan. Berarti lebih mulia laki-laki dong. Hei, itu cuma perbedaan tugas yang diberikan Allah Swt. Tergantung siapa yang lebih baik dalam menjalannkan tugasnya masing masing. Dihadapan Allah Swt, mulia mana antara suami yang dzolim dengan istri yang taat ?.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image