Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dandelion

One Village One Destination, Negara Berusaha Lepas Tangan?

Politik | Wednesday, 07 Dec 2022, 16:53 WIB

1. Apa itu One Village One Destination?

One Village One Destination dilansir dari Bppkpd.id merupakan suatu pendekatan pengembangan potensi desa untuk menghasilkan produk wisata yang mampu bersaing di pasar internasional dengan tetap memiliki ciri khas keunikan karakteristik daerah tersebut. Contohnya di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Kecamatan Dau merupakan daerah surgawi dengan kekayaan alam melimpah ruah berupa sayuran dan buah-buahan. Kondisi alamnya pun memikat berada di bawah kaki gunung. Tanahnya seluas kurang lebih 750 Ha adalah kebun jeruk yang menjadikan Kecamatan Dau sebagai produsen jeruk terbesar di Malang dan Jawa Timur. Berbagai tempat wisata yang dikelola di Dau ada Agro Petik Jeruk, Lembah Dieng, TR Sengkaling, Coban Parang Tejo, Museum Zoologi, PWEC, Camp Area Bedengan, Lembah Gunung Sari dan Candi Badut. Dengan potensi tersebut, besar kemungkinan Kecamatan Dau menjadi desa mandiri dan tidak bergantung pada bantuan pemerintah. Tetapi fakta di lapangan masih banyak warga Dau yang menderita kemiskinan. Terlebih setelah adanya PHK masal, banyak orang yang kehilangan pekerjaan sehingga memperbesar angka pengangguran. Padahal pemerintah sudah mendirikan berbagai program desa hingga kredit usaha rakyat.

2. Mengapa pemerintah membuat program One Village One Destination?

Masih dilansir dari Bppkpd.id, latar belakang pemerintah membuat program One Village One Destination tidak lain adalah karena faktor kemiskinan dan pengangguran di daerah pedesaan. Yang juga sebagai bentuk kegagalan program-program pembangunan pedesaan sebelumnya seperti program bidang pangan, inpres desa tertinggal, intensifikasi masal, kredit usaha tani dan rakyat. Sehingga pemerintah merasa perlu untuk membentuk wadah berbasis desa mandiri yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan menekan angka pengangguran, serta memiliki produk yang mampu bersaing di berbagai level pasar. Dengan demikian, kemiskinan yang dianggap sebagai beban pemerintah diharapkan akan berkurang melalui program One Village One Destination. Juga agar pemerintah tidak terbebani lagi dengan berbagai macam bantuan sosial yang harus ditunaikan kepada masyarakat miskin di Indonesia.

3. Bagaimana dampak One Village One Destination?

Pedesaan memang lekat dengan image kemiskinan. Tetapi, jika bergantung pada program berbasis ekonomi pariwisata seperti One Village One Destination apakah pengangkatan kesejahteraan dan ketersediaan lapangan kerja dapat terjamin adanya dan merata pemetaannya? Masalahnya, tidak semua desa memiliki potensi sumber daya yang memenuhi. Bagaimana nasib desa yang tidak memiliki potensi ekonomi wisata? Juga tidak semua sumber daya manusia di desa 'project' mampu mengikuti program tersebut, seperti para lansia dan masyarakat yang tidak memiliki dana untuk membuka usaha di sekitar tempat pariwisata. Yang terjadi justru ketimpangan sosial, bukan? Apakah mengandalkan kredit usaha? Bagaimana dengan bunganya? Atau bergantung pada program serupa seperti One Village One Product? Maka pertanyaan masalahnya pun akan tetap sama.

Masalah kedua, Indonesia adalah negara sekuler. Dimana agama diakui tetapi tidak boleh disatukan dalam sistem pemerintahan (satu-satunya agama yang memiliki sistem pemerintahan lengkap dan sempurna termasuk sistem ekonominya adalah Islam). Dengan kata lain, Indonesia adalah negara kapitalis. Pada sistem pemerintahan kapitalis, menurut Adam Smith, tokoh ekonomi kapitalis klasik, konsep ekonomi kapitalisme adalah dimana individu diberikan kebebasan seluas-luasnya dalam mengelola perekonomian. Sedangkan menurut Syamsul Effendi dalam jurnal "Perbandingan Sistem Ekonomi Islam Dengan Sistem Ekonomi Kapitalis Dan Sosialis", sistem ekonomi kapitalis meminimalisir campur tangan pemerintah dengan individu sebagai pemegang peranan penting. Serta pemerintah akan memberikan kebebasan bagi para pemodal baik lokal maupun asing untuk mengembangkan usaha mereka. Seperti halnya dengan program One Village One Destination ini. Pengelolaan dibebaskan kepada setiap individu (desa), pun bebas menerima investasi dimana suara investor sangat berpengaruh bagi jalannya program. Menurut Bupati Malang Sanusi dilansir dari mitratoday.com, Pemkab Malang kini mewajibkan kepada semua desa untuk berlomba-lomba menampilkan semua potensi desanya agar berubah menjadi desa dengan destinasi yang mendatangkan keuntungan. Kegiatan perekonomian dikelola individu dan investor, desa membangun dan menata perekonomiannya masing-masing juga rawan monopoli. Maka yang tidak mampu bersaing akan miskin, yang miskin akan semakin miskin. Desa mandiri ekonomi pariwisata adalah desa yang tidak bergantung pada negara, melainkan pada investor dan wisatawan. Lalu dimana peran negara setelahnya?

4. Bagaimana seharusnya negara mengurusi rakyat?

One Village One Destination bukanlah program yang ideal dalam membangun perekonomian. Contoh ideal membangun perekonomian ada pada negara yang menganut sistem pemerintahan Islam, yang artinya meliputi sistem perekonomiannya. Sistem perekonomian Islam, selain begitu memuliakan manusia, juga mampu mewujudkan negara yang independen/mandiri yang sebenarnya dan anti-krisis. Menurut Dr. Erwin Permana dalam "Membangun Kekuatan Pasar Global Dunia Islam", implementasi Islam secara totalitas akan menjadikan negara auto mandiri.

Dalam sistem perekonomian Islam:

1) Politik ekonomi Islam adalah jaminan pemenuhan semua kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan) rakyat. Sedangkan kebutuhan sekunder dan tersier sesuai kadar kemampuan rakyat sebagai individu. Dalam perealisasiannya, pemerintah akan menempuh berbagai kebijakan yang memastikan pemenuhan kebutuhan masyarakat telah terpenuhi. Ekspor akan dilakukan jika terpenuhinya kebutuhan masyarakat telah pasti. Ekstensifikasi dan intensifikasi pangan dan energi agar tersedia dalam jumlah cukup sehingga tidak bergantung pada import. Serta mendukung perkembangan teknologi dan SDM ahli. Dan yang tidak kalah penting adalah menciptakan keadilan di pasar, sehingga perekonomian tidak terhalang oleh penimbunan, kenaikan harga yang tidak sesuai pasar, hingga berbagai bentuk kezaliman seperti kecurangan takaran dan timbangan.

2) Pengaturan pemilikan dalam tiga kategori, yaitu: milik pribadi, umum dan negara. Terkait produk energi, adalah milik umum. Sehingga tidak boleh diperdagangkan oleh individu maupun korporasi, apalagi korporasi asing. Melainkan negara harus membiarkan masyarakat menikmati produk energi dengan harga murah.

3) Pemberlakuan mata uang yang anti-krisis dan tahan inflasi, yaitu emas dan perak. Berbeda dengan uang kertas yang mana sebagai penyebab utama krisis global karena memiliki nilai tukar yang tidak stabil bahkan cenderung lebih rendah. Emas dan perak memiliki nilai tukar yang stabil dan tahan inflasi.

4) Pasar harus berbasis sektor riil, seperti pertanian, industri, perdagangan dan jasa. Sektor ekonomi non-riil tidak memiliki tempat. Non-riil seperti paper trading di pasar sekuritas dimana persepsinya akan geopolitik dan peristiwa-peristiwa ke depanlah yang menentukan prose pembentukan harga. Contohnya dalam perang Rusia-Ukraina. Sebagaimana Rusia sebagai produsen migas ketiga di dunia, hal ini ikut membentuk persepsi kelangkaan di pasar komoditas dan dapat dijadikan kesempatan bagi para mafia di pasar modal untuk melipatgandakan jumlah paper trading. Sehingga terjadi kenaikan harga energi lebih dominan akibat kenaikan harga di pasar sekuritas, bukan pasar riil.

Demikianlah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia jika ingin mewujudkan negara mandiri dan tahan terhadap krisis. Bukan membuat program yang malah menyuruh individu maupun desa untuk berjuang sendiri seperti One Village One Destination meskipun dalihnya adalah mengentas kemiskinan. Apalagi dalam kondisi sektor non-riil menjamur dan asing menguasai segala aspek.

 

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image