Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Puspa Kenanga

Nyawa Seharga Sesuap Nasi

Agama | 2023-03-14 14:55:14

Bekerja keluar negeri saat ini menjadi pilihan bahkan dambaan oleh banyak warga negara Indonesia. Beratnya kehidupan di dalam negeri membangkitkan semangat untuk bekerja di negara lain. Tentunya dengan harapan yang melambung untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Apalagi jika bertemu dengan orang yang dipandang “sukses” bekerja diluar negeri. Semakin tinggilah angan-angan melambung.

Kasus salah seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia yang mengalami penyiksaan adalah fakta bahwa bekerja di luar negeri tidak selalu indah seperti yang dibayangkan. Meriance, ibu empat anak asal desa terpencil di Nusa Tenggara Timur itu tergiur untuk menjadi pekerja imigran agar "anak-anak tidak nangis lagi minta makanan atau bisa punya uang jajan seperti anak-anak lain." (https://www.bbc.com/indonesia/dunia-64250702). Hanya sesederhana itu harapannya. Ternyata yang dia dapatkan justru penyiksaan yang sangat luar biasa bahkan “diluar nalar kemanusiaan”.

Kasus Meriance adalah fenomena gunung es. Sangat banyak “Meriance-Meriance” lain tetapi kasusnya tidak terungkap. Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono, mengatakan ia "tak tahu kapan ini akan berakhir karena korban terus berjatuhan, dari penyiksaan, gaji tidak dibayar, dan lain-lain." (https://www.bbc.com/indonesia/dunia-64769844).

Meski demikian tidak menyurutkan semangat para calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) utuk mencari jalan ataupun juga mengeluarkan dana besar untuk bisa bekerja di negeri orang. Hal ini merupakan buah dari kemiskinan yang dialami warga dan sempitnya lapangan kerja di dalam negeri. Pekerja Migran Indonesia (PMI) berangkat tanpa keterampilan yang memadai. Rendahnya keterampilan ini membuat lapangan kerja yang tersedia adalah lapangan kerja kasar. Kondisi ini membuat para pekerja migran tersebut rentan dengan berbagai intimidasi dan kekerasan. Sehingga penderitaanlah yang kemudian mereka dapatkan. Jauh dari angan-angan ketika berangkat ke negeri orang. Sayangnya pemerintah hanya mengupayakan perbaikan perlindungan pekerja migran saja, tanpa mengupayakan akar persoalan yang mendasari warga negara menjadi pekerja migran.

Alasan utama orang memilih menjadi pekerja migran adalah faktor kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah kemiskinan struktural, yaitu kesalahan sisitem ekonomi yang diterapkan. Karena faktanya Indonesia adalah negeri yang kaya raya. Hanya saja pengelolaannya salah sehingga kekayaan alam yang seharusnya mampu untuk mensejahterakan seluruh warga negara hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di Indonesia nyatanya justru membuka peluang perampasan dan penguasaan sumber daya alam oleh perorangan bahkan oleh asing dengan dalih investasi.

Persoalan pekerja imigran maupun masalah kemiskinan secara umum hanya akan bisa terselesaikan dengan pengelolaan sumber daya alam secara benar. Allah SWT sebagai pencipta manusia telah memberikan petunjuk yang jelas dalam pengelolaan sumberdaya alam yaitu dalam sistem ekonomi islam. Sebuah sistem yang tidak ditunggangi hawa nafsu dan keserakahan manusia, sehingga mampu memberikan jaminan kesejahteraan rakyat. Rakyat tidak perlu menggadaikan nyawa di negeri orang demi sesuap nasi. Allhu’alam bishowab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image