Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dr. Abu Fayadh Muhammad Faisal, M.Pd

Fatwa MUI terkait LGBT

Agama | 2022-12-03 06:43:39
Tolak LGBT

*Fatwa MUI terkait LGBT*

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Nomor 57 Tahun 2014

Tentang

LESBIAN, GAY, SODOMI, DAN PENCABULAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :

MENIMBANG : a. bahwa sesuai fitrahnya, Allah SWT menciptakan manusia dan makhluk hidup berpasang-pasangan dan mengatur tentang kecenderungan orientasi seksual didasarkan pada pasangannya;

b. bahwa akhir-akhir ini fenomena kehidupan komunitas pasangan sejenis (homoseksual), baik gay dan lesby semakin banyak terjadi, baik secara terang-terangan maupun sembunyi, bahkan tidak jarang mereka hidup sebagaimana layaknya suami dan isteri;

c. bahwa atas nama hak asasi manusia, komunitas homoseksual ini, baik yang disebut gay maupun lesbi menuntut kesetaraan dan kesamaan hak serta pengakuan atas orientasi seksual mereka termasuk pernikahan sesama jenis;

d. bahwa di samping homoseksual, tindak kejahatan seksual, seperti perilaku pencabulan dan sodomi, yaitu pelampiasan nafsu seksual sesama jenis melalui dubur semakin merebak dan sangat meresahkan masyarakat;

e. bahwa bentuk-bentuk penyimpangan seksual seperti di atas sudah sedemikian meresahkan masyarakat dan mengancam tatanan sosial kemasyarakatan serta mengancam lembaga pernikahan sebagai satu-satunya lembaga yang absah dalam menyalurkan hasrat seksual dan menata kehidupan rumah tangga dan masyarakat;

d. bahwa terhadap kenyataan tersebut, muncul pertanyaan dari masyarakat mengenai hukuman bagi pelaku seks sejenis, baik lesbi maupun gay, pelaku sodomi serta pelaku pencabulan;

e. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa tentang lesbi, gay, sodomi, dan pencabulan guna dijadikan pedoman.

MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT:

a. Firman Allah yang mengatur tentang ihwal penciptaan Allah terhadap manusia yang berpasangan dan mengembangkan keturunan antara suami dan isteri melalui pernikahan, antara lain :

يَاأَيهُّا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نفَسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْ هُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا )النساء: 1 )

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah mengembangkan keturunan lelaki dan wanita yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa: 1)

{وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا } [النساء: 3]

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap wanita yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Lalu jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang wanita saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-Nisa: 3)

{ وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ } [الروم: 21]

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari diri kamu, supaya kamu hidup tenteram kepadanya. Dan Dia menjadikan di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum: 21)

b. Firman Allah yang menjelaskan perintah menjaga kemaluan serta menyalurkan hasrat seksual hanya dengan cara yang dibenarkan, antara lain:

{قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ } [النور: 30، 31]

Katakanlah kepada para lelaki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada para wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya. (QS. An-Nur: 30-31)

{وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ } [المؤمنون: 5، 6]

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Mukminun: 5-6)

{ وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (29) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ} [المعارج: 29، 30]

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. Al-Ma’arij: 29-30)

c. Firman Allah SWT yang melarang hubungan seksual sesama jenis (homoseksual) dan mensifatinya sebagai perbuatan fahisyah (amat keji), berlebih-lebihan, dan melampaui batas, antara lain :

{أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ (165) وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ } [الشعراء: 165، 166]

Mengapa kamu menggauli sesama lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Asy-Syu’ara’: 165-166)

{وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ (80) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ} [الأعراف: 80، 81]

Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (amat keji) yang belum pernah terjadi oleh seorang pun dari umat-umat semesta alam. Sesungguhnya kamu menggauli lelaki untuk memenuhi syahwat, bukan isteri. Sebenarnya kamu adalah kaum yang berlebihan”. (QS. Al-A’raf: 80-81)

{وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ (54) أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ} [النمل: 54، 55]

Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan amat keji, padahal kamu dapat melihat”. Mengapa kamu menggauli lelaki untuk memenuhi syahwat, bukan isteri. Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui. (QS. An-Naml: 54-55)

{وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ (28) أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ وَتَقْطَعُونَ السَّبِيلَ وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا ائْتِنَا بِعَذَابِ اللَّهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ } [العنكبوت: 28، 29]

Dan (ingatlah kisah) Luth ketika ia berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan amat keji yang belum pernah terjadi oleh seorang pun dari umat-umat semesta alam. Apakah sesungguhnya kamu patut menggauli lelaki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu”. Maka tidak ada jawaban kaumnya kecuali mereka mengatakan: “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Al-‘Ankabut: 28-29)

d. Ayat Al-Qur’an yang melarang aktifitas pencabulan dan perbuatan keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, antara lain :

{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ } [الأعراف: 33]

Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku telah mengharamkan perbuatan keji yang nampak dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al-A’raf: 33)

{وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ} [الأنعام: 151]

Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali karena sesuatu yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Allah kepadamu supaya kamu memahami. (QS. Al-An’am: 151)

2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:

a. hadis yang menerangkan tentang larangan homoseks, baik terhadap sesama jenis lelaki (gay) maupun sesama perempuan (lesbi), antara lain:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ تُبَاشِرُ المَرْأَةُ المَرْأَةَ، فَتَنْعَتَهَا لِزَوْجِهَا كَأَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا» رواه البخاري

Dari Abdullah ibn Mas’ud ra. berkata: Nabi SAW. bersabda: “Tidaklah wanita bersentuhan kulit (dalam satu busana) dengan wanita, maka ia akan membayangkannya itu suaminya yang seolah sedang melihatnya. (HR. Al-Bukhari)

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ»)رواه مسلم(

Dari ‘Abdur Rahman ibn Abu Sa’id Al-Khudri dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: “Tidak boleh lelaki melihat aurat lelaki, dan tidak boleh wanita melihat aurat wanita, tidak boleh lelaki bersentuhan kulit dengan lelaki dalam satu busana, dan tidak boleh wanita bersentuhan kulit dengan wanita dalam satu busana”. (HR. Muslim)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَا تُبَاشِرِ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ ، وَلَا الرَّجُلُ الرَّجُلَ” رواه أحْد وأبو داود

Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Janganlah wanita bersentuhan kulit (tanpa busana) dengan wanita lain, dan janganlah lelaki bersentuhan kulit (tanpa busana) dengan lelaki lain”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

b. hadis yang menerangkan bahwa pelampiasan nafsu seksual sesama jenis termasuk zina, antara lain:

عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِذَا أَتَى الرَّجُلُ الرَّجُلَ فَهُمَا زَانِيَانِ، وَإِذَا أَتَتِ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ فَهُمَا زَانِيَانِ ” رواه البيهقي

Dari Abu Musa, berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Apabila lelaki menggauli lelaki, maka keduanya berzina. Dan apabila wanita menggauli wanita, maka keduanya berzina. (HR. Al-Baihaqi)

عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ رَفَعَهُ قَالَ: ” سِحَاقُ النِّسَاءِ زِنًا بَيْنَهُنَّ ” (رواه البيهقي(

Dari Watsilah ibn Al-Asqa’, berkata: “hubungan seksual wanita dengan sesama wanita itu zina”. (HR. Al-Baihaqi)

عَنْ وَاثِلَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «السِّحَاقُ بَيْنَ النِّسَاءِ زِنًا بَيْنَهُنَّ» )رواه الطبَراني(

Dari Watsilah, berkata: “hubungan seksual antara sesama wanita itu zina”. (HR. Ath-Thabarani)

عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «سِحَاقُ النِّسَاءِ بَيْنَهُنَّ زِنًى» )رواه أبو يعلى(

Dari Watsilah ibn Al-Asqa’, berkata: “hubungan seksual wanita dengan sesama wanita itu zina”. (HR. Abu Ya’la)

c. hadis yang menerangkan larangan pelampiasan hasrat seksual kepada yang bukan hak, antara lain:

عَنْ أَبِي مَرْزُوقٍ، عَنْ حَنَشٍ الصَّنْعَانِيِّ، عَنْ رُوَيْفِعِ بْنِ ثَابِتٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ: قَامَ فِينَا خَطِيبًا، قَالَ: أَمَا إِنِّي لَا أَقُولُ لَكُمْ إِلَّا مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: يَوْمَ حُنَيْنٍ، قَالَ: «لَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ» ( أخرجه الإمام أحْمد و أبو داود(

Dari Abi Marzuq ra ia berkata: Kami bersama Ruwaifi’ ibn Tsabit berperang di Jarbah, sebuah desa di daerah Maghrib, lantas ia berpidato: “Wahai manusia, saya sampaikan apa yang saya dengar dari rasulullah saw pada saat perang Hunain seraya berliau bersabda: “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya menyiramkan air (mani)nya ke “tanaman” orang lain (berzina)’ (HR Ahmad dan Abu Dawud)

d. Hadits yang melarang berbagai aktifitas cabul yang mengarah ke zina antara lain:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: مَا رَأَيْتُ شَيْئًا أَشْبَهَ بِاللَّمَمِ مِمَّا قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَزِنَا الْعَيْنَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ النُّطْقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ» (رواه البخاري ومسلم(

Dari Ibnu ‘Abbas, berkata: saya tidak pernah mengetahui sesuatu yang lebih menyerupai tindakan yang dapat memicu zina dari apa yang pernah dikatakan oleh Abu Hurairah ra.: bahwasanya Nabi SAW. bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT. telah menentukan bagi anak Adam, bagiannya terkait zina yang pasti dialaminya. Zina dua mata adalah melihat, zina lisan adalah berucap, dan zina hati adalah berangan-angan serta berkesenangan. Adapun zina farji adakalanya dapat terjadi karena semua itu, atau adakalanya tidak. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

عَنْ عَبْدِ اللهِ بن مسعود رَضِيَ اللَّهُ عَنْهما قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “اْلعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ، وَاْليَدَانِ تَزْنِيَانِ، وَالرِّجْلاَنِ تَزْنِيَانِ ” )رواه الطبَاني(

Dari ‘Abdullah, berkata: Rasulullah SAW. bersabda: kedua mata itu berzina, kedua tangan itu berzina, dan kedua kaki itu berzina. (HR. Ath-Thabrani)

e. Hadits yang menerangkan adanya laknat Allah SWT atas tindakan homoseksualitas dan sodomi serta sangat dikhawatirkan oleh nabi saw, antara lain:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُحمَّدِ بْنِ عُقَيْلٍ أَنَّهُ سِمعَ جَابِرًا يقَولُ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي عَمَلُ قَوْمِ لُوطٍ “)رواه الترمذي(

Dari ‘Abdullah ibn Muhammad ibn ‘Uqail, bahwasanya ia mendengar Jabir berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya apa yang saya khawatirkan menimpa umatku adalah perbuatan umat Nabi Luth”. (HR. At-Tirmidzi)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهما أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : “لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ “. )رواه النسائي وأحْمد(

Dari Ibn ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: “Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan umat Nabi Luth, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan umat Nabi Luth, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan umat Nabi Luth”. (HR. An-Nasai dan Ahmad)

3. Ijma’ Ulama bahwa liwath dan aktifitas seksual sesama jenis adalah haram.

4. Qaidah Sadd al-Dzari’ah, dengan menutup peluang sekecil apapun terjadinya zina serta akibat hukumnya.

5. Qaidah ushuliyyah :

الأصْلُ فِي النَّهْيِ لِلتَّحْرِيْمِ

“Hukum asal dalam larangan itu untuk pengharaman”

الأصْلُ فِي النَّهْيِ يقَتَضِي فَسَادَ المنهِيِّ عَنه

“Pada dasarnya, di dalam larangan tentang sesuatu menuntut adanya rusaknya perbuatan yang terlarang tersebut”

6. Qaidah fiqhiyyah :

لِلوسَائِلَ حُكْمُ الْمَقَاصِدِ

” Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju “

الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ الْإِمْكَانِ

“Segala mudharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin”.

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

“Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat.

يُتحَمَّلُ الضَّرَرُ الخَاصُّ لِدَفْعِ الضَّرَرِ الْعَامِّ

“Dharar yang bersifat khusus harus ditanggung untuk menghindarkan dharar yang bersifat umum (lebih luas).”

تَصَرُّفُ اْلإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصَلَحَةِ

“Kebijakan imam (pemerintah) terhadap rakyatnya didasarkan pada kemaslahatan.”

MEMPERHATIKAN :

1. Pendapat Imam Asy-Syirazi dalam kitab Al-Muhadzdzab, (Bairut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah), Jilid 3, Hal. 339 sebagai berikut:

واللواط محرم لقوله عز وجل: {وَلُوطاً إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ} [الأعراف: 80] فسماه فاحشة وقد قال عز وجل: {وَلا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ} [الأنعام: 151] ولأن الله عز وجل عذب بها قوم لوط بما لم يعذب به أحداً فدل على تحريمه ومن فعل ذلك وهو ممن يجب عليه حد الزنا وجب عليه الحد.

“Liwath” (senggama ke dalam anus) adalah haram karena firman Allah SWT.: “Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan “fahisyah” (amat keji) yang belum pernah terjadi oleh seorang pun dari umat-umat semesta alam”. (QS. Al-A’raf: 80). Dalam ayat ini Allah SWT. menyebut liwath dengan kata “fahisyah” (perbuatan keji). Dan firman Allah SWT.: “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan

janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali karena sesuatu yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Allah kepadamu supaya kamu memahami”. (QS. Al-An’am: 151) Dan juga karena Allah SWT. menyiksa kaum Luth dengan siksa yang belum pernah ditimpakan kepada seorang pun lantaran “fahisyah” yang mereka lakukan. Hal ini menjadi dalil pula atas diharamkannya “liwath”. Siapa pun melakukannya, dan dia termasuk orang yang dikenai “hadd” zina, maka wajiblah baginya hukuman hadd zina itu.

2. Pendapat Muhammad ibn ‘Umar al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib, Bairut, Th.2513 H., Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabiy, Jilid 7, Hal.261:

وَاعْلَمْ أَنَّ الله تَعَالَى فِي إِيجَادِ حُبِّ الزَّوْجَةِ وَالْوَلَدِ فِي قَلْبِ الْإِنْسَانِ حِكْمَةً بَالِغَةً، فَإِنَّهُ لَوْلَا هَذَا الْحُبُّ لَمَا حَصَلَ التَّوَالُدُ وَالتَّنَاسُلُ وَلَأَدَّى ذَلِكَ إِلَى انْقِطَاعِ النَّسْلِ، وَهَذِهِ الْمَحَبَّةُ كَأَنَّهَا حَالَةٌ غَرِيزِيَّةٌ

.Ketahuilah, bahwasanya Allah SWT dalam menumbuhkan rasa cinta kasih terhadap isteri dan anak di dalam hati manusia terdapat hikmah sangat penting. Bahwasanya kalaulah rasa cinta itu tidak ada, tentu tidak lahir anak dan berakibat terputusnya keturunan. Itulah cinta yang merupakan fakta naluri manusia.

3. Pendapat Sulaiman ibn Muhammad ibn ‘Umar al-Bujairimi dalam kitab Tuhfah al-Habib ‘Ala Syarh al-Khathib, (Bairut, Dar al-Fikr), Jilid 4, Hal. 176:

(وَحُكْمُ اللِّوَاطِ) وَهُوَ إيلَاجُ الْحَشَفَةِ أَوْ قَدْرِهَا فِي دُبُرِ ذَكَرٍ وَلَوْ عَبْدَهُ أَوْ أُنْثَى غَيْرَ زَوْجَتِهِ وَأَمَتِهِ. (وَإِتْيَانِ الْبَهَائِمِ) مُطْلَقًا فِي وُجُوبِ الْحَدِّ (حُكْمُ الزِّنَا) فِي الْقُبُلِ

Hukum “liwath”, —yaitu memasukkan “hasyafah” (ujung kelamin) atau seukuran ke dalam anus lelaki walau hambasahaya miliknya, atau wanita selain isteri dan “amat” (budak wanita)nya — dan senggama dengan binatang secara mutlak dalam kewajiban “hadd” (hukuman) adalah sama dengan hukuman zina ke dalam “vagina” (alat kelamin wanita).

4. Pendapat Imam al-Nawawi dalam Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim (Bairut, Th.1392 H., Cet.II), Jilid 4, Hal.31:

وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم ولايفضي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَكَذَلِكَ فِي الْمَرْأَةِ مَعَ الْمَرْأَةِ فَهُوَ نَهْيُ تَحْرِيمٍ إِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَهُمَا حَائِلٌ وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ لَمْسِ عَوْرَةِ غَيْرِهِ بِأَيِّ مَوْضِعٍ مِنْ بَدَنِهِ كَانَ وَهَذَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Adapun pernyataan Nabi SAW. mengenai tidaklah bergumul bagi seorang lelaki dengan sesama lelaki di dalam satu busana, dan demikian pula bagi wanita dengan sesama wanita, merupakan larangan yang mengandung hukum haram, jika bersentuhan langsung tanpa pelapis antara aurat keduanya. Hal ini menjadi dalil atas diharamkannya bersentuhan aurat sesama jenis pada bagian mana pun. Hukum inilah yang menjadi kesepakatan diantara ulama.

5. Pendapat Imam Zakaria ibn Muhammad ibn Zakaria al-Anshari dalam kitab Asna al-Mathalib fi Raudh al-Thalib, (Dar al-Kitab al-Islami), Jilid 3, Hal.113:

(وَيَحْرُمُ اضْطِجَاعُ رَجُلَيْنِ أَوْ امْرَأَتَيْنِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ) إذَا كَانَا عَارِيَّيْنِ وَإِنْ كَانَ كُلٌّ مِنْهُمَا فِي جَانِبٍ مِنْ الْفِرَاشِ لِخَبَرِ مُسْلِمٍ «لَا يُفْضِي الرَّجُلُ إلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ»

Haram berbaring bagi dua orang lelaki atau dua orang wanita dalam satu busana, jika keduanya telanjang meskipun masing-masing keduanya hanya bersebelahan di atas alas tidur karena terdapat hadits riwayat Muslim: “Tidaklah seorang lelaki bergumul dengan sesama lelaki di dalam satu busana, dan tidaklah pula seorang wanita bergumul dengan seorang wanita di dalam satu busana”.

6. Pendapat Imam ‘Abdur Rauf al-Munawi dalam kitab Faidh al-Qadir Syarh al-Jami’ al-Shaghir, (Mesir, Th. 1356 H.), Jilid IV, Hal.137:

(السحاق بين النساء زنا بينهن) أي مثل الزنا في لحوق مطلق الإثم وإن تفاوت المقدار في الأغلظية ولا حد فيه بل التعزير فقط لعدم الإيلاج فإطلاق الزنا العام على زنا العين والرجل واليد والفم مجاز

.

Mengenai hadits, bahwa hubungan seksual sesama wanita itu zina, maksudnya adalah seperti zina dalam kaitan sama-sama berdosa, meskipun berbeda kadar beratnya. Dalam masalah ini tidak dikenai “hadd” (hukuman yang telah ditentukan), tetapi hanya ta’zir (hukuman yang tentatif) karena dilakukan tanpa senggama. Kata zina yang secara umum meliputi zina mata, kaki, tangan dan mulut, merupakan kata majaz (kiasan/serupa).

7. Pendapat Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, (Bairut, Th.1392 H.), Cet.-II, Jilid 16, Hal.205:

معنى الحديث أن بن آدم قدر عليه نصيب من الزنى فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ زِنَاهُ حَقِيقِيًّا بِإِدْخَالِ الْفَرْجِ فِي الْفَرْجِ الْحَرَامِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ زِنَاهُ مجازا بالنظر الحرام اوالاستماع إلى الزنى وَمَا يَتَعَلَّقُ بِتَحْصِيلِهِ أَوْ بِالْمَسِّ بِالْيَدِ بِأَنْ يَمَسَّ أَجْنَبِيَّةً بِيَدِهِ أَوْ يُقَبِّلُهَا أَوْ بِالْمَشْيِ بالرجل إلى الزنى اوالنظر أَوِ اللَّمْسِ أَوِ الْحَدِيثِ الْحَرَامِ مَعَ أَجْنَبِيَّةٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ أَوْ بِالْفِكْرِ بِالْقَلْبِ فَكُلُّ هَذِهِ انواع من الزنى الْمَجَازِيِّ وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ أَوْ يُكَذِّبُهُ معناه أنه قد يحقق الزنى بالفرج وقد لا يحققه بأن لا يُولِجُ الْفَرْجُ فِي الْفَرْجِ وَإِنْ قَارَبَ ذَلِكَ والله اعلم

Makna hadits, bahwa anak Adam telah ditentukan bagian terkait zina yang di antara mereka adakalanya haqiqi (sebenarnya) dengan memasukkan farji ke dalam farji yang haram, dan akalanya merupakan majaz (kiasan) mengenai berbagai hal yang memicu untuk berbuat zina, seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, berjalan, berbicara, berkesenangan dan sebagainya

terhadap wanita lain. Semua itu merupakan aneka macam zina yang bersifat majazi (kiasan). Mengenai farji menepati semua itu atau tidak, maknanya bahwa semua itu dapat menyebabkan zina farji, dan tidak dapat menyebabkannya ketika tidak memasukkan farji ke dalam farji, meskipun dapat mendorong untuk melakukannya. Allah SWT. Maha Mengetahui.

8. Pendapat Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, (Bairut, Th.1392 H.), Cet.II, Jilid 4, Hal.30-31:

وَأَمَّا أَحْكَامُ الْبَابِ فَفِيهِ تَحْرِيمُ نَظَرِ الرَّجُلِ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ والمرأة إلى عورة المرأة وهذا لاخلاف فِيهِ وَكَذَلِكَ نَظَرُ الرَّجُلِ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةِ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ حَرَامٌ بِالْإِجْمَاعِ وَأَمَّا ضَبْطُ الْعَوْرَةِ فِي حَقِّ الْأَجَانِبِ فَعَوْرَةُ الرَّجُلِ مَعَ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ وَكَذَلِكَ الْمَرْأَةِ مَعَ الْمَرْأَةِ

Adapun hukum dalam bab ini, haram bagi lelaki melihat aurat sesama lelaki, dan haram bagi wanita melihat aurat sesama wanita. Masalah ini tidak ada perselisihan pendapat. Demikian pula lelaki melihat aurat wanita, dan wanita melihat aurat lelaki adalah haram berdasarkan ijma’ ulama. Adapun batas aurat bagi orang lain (selain mahram); aurat antara sesama lelaki adalah antara pusar dan lutut, demikian pula antara sesama wanita.

9. Pendapat Ibnu Qayyim dalam kitab Al-Jawab Al-Kaafi Liman Sa’ala An Ad-Dawa’i As-Syaafi (263) :

وَمَنْ تَأَمَّلَ قَوْلَهُ سُبْحَانَهُ: {وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا} [سُورَةُ الْإِسْرَاءِ: 32] .

وَقَوْلَهُ فِي اللِّوَاطِ: {أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ} [سُورَةُ الْأَعْرَافِ: 80] .

تَبَيَّنَ لَهُ تَفَاوُتُ مَا بَيْنَهُمَا، وَأَنَّهُ سُبْحَانَهُ نَكَّرَ الْفَاحِشَةَ فِي الزِّنَى، أَيْ هُوَ فَاحِشَةٌ مِنَ الْفَوَاحِشِ، وَعَرَّفَهَا فِي اللِّوَاطِ، وَذَلِكَ يُفِيدُ أَنَّهُ جَامِعٌ لِمَعَانِي اسْمِ الْفَاحِشَةِ، كَمَا تَقُولُ: زَيْدٌ الرَّجُلُ، وَنِعْمَ الرَّجُلُ زَيْدٌ، أَيْ أَتَأْتُونَ الْخَصْلَةَ الَّتِي اسْتَقَرَّ فُحْشُهَا عِنْدَ كُلِّ أَحَدٍ، فَهِيَ لِظُهُورِ فُحْشِهَا وَكَمَالِهِ غَنِيَّةٌ عَنْ ذِكْرِهَا، بِحَيْثُ لَا يَنْصَرِفُ الِاسْمُ إِلَى غَيْرِهَا، وَهَذَا نَظِيرُ قَوْلِ فِرْعَوْنَ لِمُوسَى: {وَفَعَلْتَ فَعْلَتَكَ الَّتِي فَعَلْتَ} [سُورَةُ الشُّعَرَاءِ: 19] .

أَيِ الْفَعْلَةَ الشَّنْعَاءَ الظَّاهِرَةَ الْمَعْلُومَةَ لِكُلِّ أَحَدٍ.

ثُمَّ أَكَّدَ سُبْحَانَهُ شَأْنَ فُحْشِهَا بِأَنَّهَا لَمْ يَعْمَلْهَا أَحَدٌ مِنَ الْعَالَمِينَ قَبْلَهُمْ، فَقَالَ: {مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ} ، ثُمَّ زَادَ فِي التَّأْكِيدِ بِأَنْ صَرَّحَ بِمَا تَشْمَئِزُّ مِنْهُ الْقُلُوبُ، وَتَنْبُو عَنْهُ الْأَسْمَاعُ، وَتَنْفِرُ مِنْهُ الطِّبَاعُ أَشَدَّ نَفْرَةٍ، وَهُوَ إِتْيَانُ الرَّجُلِ رَجُلًا مِثْلَهُ يَنْكِحُهُ كَمَا يَنْكِحُ الْأُنْثَى، فَقَالَ: {إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ} [سُورَةُ الْأَعْرَافِ: 81] .

ثُمَّ نَبَّهَ عَلَى اسْتِغْنَائِهِمْ عَنْ ذَلِكَ، وَأَنَّ الْحَامِلَ لَهُمْ عَلَيْهِ لَيْسَ إِلَّا مُجَرَّدَ الشَّهْوَةِ لَا الْحَاجَةَ الَّتِي لِأَجْلِهَا مَالَ الذَّكَرُ إِلَى الْأُنْثَى، وَمِنْ قَضَاءِ الْوَطَرِ وَلَذَّةِ الِاسْتِمْتَاعِ، وَحُصُولِ الْمَوَدَّةِ وَالرَّحْمَةِ الَّتِي تَنْسَى الْمَرْأَةُ لَهَا أَبَوَيْهَا، وَتَذْكُرُ بَعْلَهَا، وَحُصُولِ النَّسْلِ الَّذِي هُوَ حِفْظُ هَذَا النَّوْعِ الَّذِي هُوَ أَشْرَفُ الْمَخْلُوقَاتِ، وَتَحْصِينِ الْمَرْأَةِ وَقَضَاءِ وَطَرِهَا، وَحُصُولِ عَلَاقَةِ الْمُصَاهَرَةِ الَّتِي هِيَ أُخْتُ النَّسَبِ، وَقِيَامِ الرِّجَالِ عَلَى النِّسَاءِ، وَخُرُوجِ أَحَبِّ الْخَلْقِ إِلَى اللَّهِ مِنْ جِمَاعِهِنَّ كَالْأَنْبِيَاءِ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالْمُؤْمِنِينَ، وَمُكَاثَرَةِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – الْأَنْبِيَاءَ بِأُمَّتِهِ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ مَصَالِحِ النِّكَاحِ، وَالْمَفْسَدَةُ الَّتِي فِي اللِّوَاطِ تُقَاوِمُ ذَلِكَ كُلَّهُ، وَتُرْبِي عَلَيْهِ بِمَا لَا يُمْكِنُ حَصْرُ فَسَادِهِ، وَلَا يَعْلَمُ تَفْصِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ.

ثُمَّ أَكَّدَ قُبْحَ ذَلِكَ بِأَنَّ اللُّوطِيَّةَ عَكَسُوا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ اللَّهُ عَلَيْهَا الرِّجَالَ، وَقَلَبُوا الطَّبِيعَةَ الَّتِي رَكَّبَهَا اللَّهُ فِي الذُّكُورِ، وَهِيَ شَهْوَةُ النِّسَاءِ دُونَ الذُّكُورِ، فَقَلَبُوا الْأَمْرَ، وَعَكَسُوا الْفِطْرَةَ وَالطَّبِيعَةَ فَأَتَوُا الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ، وَلِهَذَا قَلَبَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ عَلَيْهِمْ دِيَارَهُمْ، فَجَعَلَ عَالِيَهَا سَافِلَهَا، وَكَذَلِكَ قُلِبُوا هُمْ، وَنُكِّسُوا فِي الْعَذَابِ عَلَى رُؤُوسِهِمْ.

ثُمَّ أَكَّدَ سُبْحَانَهُ قُبْحَ ذَلِكَ بِأَنْ حَكَمَ عَلَيْهِمْ بِالْإِسْرَافِ وَهُوَ مُجَاوَزَةُ الْحَدِّ، فَقَالَ: {بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ} [سُورَةُ الْأَعْرَافِ: 81] .

فَتَأَمَّلْ هَلْ جَاءَ مِثْلُ ذَلِكَ أَوْ قَرِيبٌ مِنْهُ فِي الزِّنَى؟

Allah SWT : ” Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji. (QS. Al-Isra), serta firmanNYA dalam menjelaskan hukum sodomi : ” Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu” (QS. Al-A’raf), akan tampak perbedaan di antara keduanya. Allah SWT menyebutkan kata Faahisyah secara nakirah dalam ayat zina, untuk menegaskan bahwa zina adalah bagian dari kejahatan, sementara dalam ayat sodomi disebutkan kata tersebut dengan makrifah untuk menunjukkan bahwa sodomi mengandung segala macam bentuk kejahatan Kemudian Allah SWT menegaskan bahwa kejahatan tersebut belum pernah dilakukan oleh seorangpun di dunia ini sebelum mereka sebagaimana disebutkan dalam firmanNYA : ” yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun ( di dunia ini ) sebelumnya “. Bahkan ditegaskan kembali dengan redaksi ayat yang menjelaskan bahwa kejahatan tersebut mendatangkan rasa jijik dalam hati serta keengganan telinga untuk mendengarnya, yaitu pelampiasan nafsu seorang laki-laki kepada sesama lelaki seperti halnya yang dilakukan kepada wanita, Allah SWT berfirman : ” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu ( kepada mereka ), bukan kepada wanita “. Kemudian Allah SWT menegaskan kembali akan buruknya prilaku sodomi yang bertentangan dengan fitrah Allah yang menciptakan

manusia atas fitrah tersebut dan bagaimana prilaku sodomi telah memutarbalikkan tabiat laki-laki yang diciptakan oleh Allah untuk memiliki kecendrungan kepada wanita dan bukan kepada sesama laki-laki. Oleh karena itu, Allah memberikan hukuman kepada mereka berupa pemutarbalikkan negeri mereka sehingga mereka dibenamkan ke dalam tanah. Allah SWT juga menegaskan bahwa kejahatan sodomi merupakan kejahatan yang melampaui batas dalam firmanNYA : ” Bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas “. Maka perhatikanlah secara seksama apakah kecaman seperti ini disebutkan dalam hal perzinaan ?

10. Pendapat Ibnu Qayyim Kitab Zaadul Ma’ad (1/30) :

وَهَذَا الْحُكْمُ عَلَى وَفْقِ حُكْمِ الشَّارِعِ، فَإِنَّ الْمُحَرَّمَاتِ كُلَّمَا تَغَلَّظَتْ، تَغَلَّظَتْ عُقُوبَاتُهَا، وَوَطْءُ مَنْ لَا يُبَاحُ بِحَالٍ أَعْظَمُ جُرْمًا مِنْ وَطْءِ مَنْ يُبَاحُ فِي بَعْضِ الْأَحْوَالِ، فَيَكُونُ حَدُّهُ أَغْلَظَ

Hukuman ini (yakni hukuman bagi pelaku sodomi) sudah sesuai dengan hukum Allah. Karena semakin besar perbuatan yang diharamkan maka semakin berat pula hukumannya, dalam hal ini persetubuhan yang tidak dibolehkan sama sekali lebih besar dosanya dari persetubuhan yang diperbolehkan dalam kondisi tertentu, oleh karena itu hukumannya harus diperberat “

11. Pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni (12/350 ) :

وَلِأَنَّهُ إجْمَاعُ الصَّحَابَةِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ -، فَإِنَّهُمْ أَجْمَعُوا عَلَى قَتْلِهِ، وَإِنَّمَا اخْتَلَفُوا فِي صِفَتِهِ.

” Hukuman tersebut adalah ijma para sahabat, mereka telah sepakat untuk menghukum mati pelaku sodomi sekalipun mereka berbeda pendapat dalam tata cara pelaksanaan hukuman mati tersebut “

12. Pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni ( 9/62 ) :

لا خلاف بين العلماء في أن الحد لا يُقام على المجنون ولا الصبيّ الذي لم يبلغ.

” Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa hukuman had tidak berlaku untuk orang gila dan anak kecil yang belum baligh “

13. Pendapat Al-Buhuuti dalam kitab Syarkhu Muntaha Al-Iradat ( 3/348 ):

” ولا حد إن أكره ملوط به على اللواط بإلجاءٍ بأن غلبه الواطئ على نفسه أو بتهديد بنحو قتل أو ضرب“

“Tidak berlaku hukum had apabila pasangan pelaku sodomi dipaksa untuk melakukan sodomi dengan pemerkosaan, ancaman pembunuhan atau ancaman fisik lainnya.

14. Fatwa MUI tentang Kedudukan Waria, tanggal 9 Jumadil Akhir 1418 H, bertepatan dengan tanggal 11 Oktober 1997 yang menyatakan bahwa waria adalah laki-laki dan tidak dapat dipandang sebagai kelompok (jenis kelamin) tersendiri, dan segala perilaku waria yang menyimpang adalah haram dan harus diupayakan untuk dikembalikan pada kodrat semula.

15. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada Rapat Pleno Komisi Fatwa pada tanggal 31 Desember 2014.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : FATWA TENTANG LESBI, GAY, SODOMI, DAN PENCABULAN

Pertama : Ketentuan Umum

Di dalam fatwa ini yang dimaksud dengan :

1. Homoseks adalah aktifitas seksual seseorang yang dilakukan terhadap seseorang yang memiliki jenis kelamin yang sama, baik laki-laki maupun perempuan.

2. Lesbi adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan antara perempuan dengan perempuan.

3. Gay adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki

4. Sodomi adalah istilah untuk aktifitas seksual secara melawan hukum syar’i dengan cara senggama melalui dubur/anus atau dikenal dengan liwath.

5. Pencabulan adalah istilah untuk aktifitas seksual yang dilakukan terhadap seseorang yang tidak memiliki ikatan suami istri seperti meraba, meremas, mencumbu, dan aktifitas lainnya, baik dilakukan kepada lain jenis maupun sesama jenis, kepada dewasa maupun anak, yang tidak dibenarkan secara syar’i.

6. Hadd adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh nash.

7. Ta’zir adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ulil amri (pihak yang berwenang menetapkan hukuman).

Kedua : Ketentuan Hukum

1. Hubungan seksual hanya dibolehkan bagi seseorang yang memiliki hubungan suami isteri, yaitu pasangan lelaki dan wanita berdasarkan nikah yang sah secara syar’i.

2. Orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan serta penyimpangan yang harus diluruskan.

3. Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah).

4. Pelaku homoseksual, baik lesbian maupu gay, termasuk biseksual dikenakan hukuman hadd dan/atau ta’zir oleh pihak yang berwenang.

5. Sodomi hukumnya haram dan merupakan perbuatan keji yang mendatangkan dosa besar (fahisyah).

6. Pelaku sodomi dikenakan hukuman ta’zir yang tingkat hukumannya maksimal hukuman mati.

7. Aktifitas homoseksual selain dengan cara sodomi (liwath) hukumnya haram dan pelakunya dikenakan hukuman ta’zir.

8. Aktifitas pencabulan, yakni pelampiasan nasfu seksual seperti meraba, meremas, dan aktifitas lainnya tanpa ikatan pernikahan yang sah, yang dilakukan oleh seseorang, baik dilakukan kepada lain jenis maupun sesama jenis, kepada dewasa maupun anak hukumnya haram.

9. Pelaku pencabulan sebagaimana dimaksud pada angka 8 dikenakan hukuman ta’zir.

10. Dalam hal korban dari kejahatan (jarimah) homoseksual, sodomi, dan pencabulan adalah anak-anak, pelakunya dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.

11. Melegalkan aktifitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.

Ketiga : Rekomendasi

1. DPR-RI dan Pemerintah diminta untuk segera menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur:

a. tidak melegalkan keberadaan kamunitas homoseksual, baik lebi maupun gay, serta komunitas lain yang memiliki orientasi seksual menyimpang;

b. hukuman berat terhadap pelaku sodomi, lesbi, gay, serta aktifitas seks menyimpang lainnya yang dapat berfungsi sebagai zawajir dan mawani’ (membuat pelaku menjadi jera dan orang yang belum melakukan menjadi takut untuk melakukannya);

c. memasukkan aktifitas seksual menyimpang sebagai delik umum dan merupakan kejahatan yang menodai martabat luhur manusia.

d. Melakukan pencegahan terhadap berkembangnya aktifitas seksual menyimpang di tengah masyarakat dengan sosialisasi dan rehabilitasi.

2. Pemerintah wajib mencegah meluasnya kemenyimpangan orientasi seksual di masyarakat dengan melakukan layanan rehabilitasi bagi pelaku dan disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas.

3. Pemerintah tidak boleh mengakui pernikahan sesama jenis.

4. Pemerintah dan masyarakat agar tidak membiarkan keberadaan aktifitas homoseksual, sodomi, pencabulan dan orientasi seksual menyimpang lainnya hidup dan tumbuh di tengah masyarakat.

Keempat : Ketentuan Penutup

1. Fatwa ini berlaku mulai pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 08 Rabi’ul Awwal 1433 H

31 Desember 2014M

MAJELIS ULAMA INDONESIA

KOMISI FATWA

Ketua Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

https://drive.google.com/file/d/0B0RNu-sfih5TRmdiOV9taGp3N2s/view?resourcekey=0-HGTdieeENKOTg7UzYiiBYw

*****

*Akhir Zaman Kaum Nabi Luth Zaman Now*

Tolak urusan AS Jessica Stern untuk LGBT di Indonesia karena LGBT akan menyebabkan Bencana Astaghfirulloh...

*Renungan: Dahulu Kaum Luth Sekarang LGBT*

"Seandainya ALLOH ﷻ tidak mengisahkan Kisah Nabi Luth alaihissalam, Tentu Aku sendiri tidak bisa berpikir bagaimana laki-laki bisa main diatas laki-laki".

*Dari Al Walid bin 'Abdul Malik, Khalifah Al-Umawi*

Semoga Segera ada FATWA Mati buat pelaku LGBT begitupun Fatwa Mati untuk pelaku KKN (KORUPTOR) dari MUI, Aamin Allohumma Aamiin Ya Mujibas Sa'ilin ????????.

*****

*"Tadzkiroh/Nasehat; Bahaya berbuat Liwath (Homo) ditinjau dari Syariat"*

✍️Oleh:

*Al Ustadz Abu Fayadh Muhammad Faisal Al Jawy al-Bantani, S.Pd, M.Pd, I, M.MPd* حفظه اللّٰه تعالى

Ih jijik banget ???????????????? hub sex sesama jenis sama saja mengundang Murka Alloh di Negeri tersebut dan hukumannya secara syariat ya dibunuh... Mari kita bahas terkait *Bahaya Homo* ini:

*DALIL TENTANG HARAMNYA HOMOSEKSUAL*

[a]. Rasullulloh Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya”. [HR Tirmidzi : 1456, Abu Dawud : 4462, Ibnu Majah : 2561 dan Ahmad : 2727]

[b]. Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya yang paling aku takuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth”. [HR Ibnu Majah : 2563, 1457. Tirmidzi berkata : Hadits ini hasan Gharib, Hakim berkata, Hadits shahih isnad]

[c]. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Alloh melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth, (beliau mengulanginya sebanyak tiga kali)”. [HR Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 No. 7337]

[d]. Dari Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Alloh tidak mau melihat kepada laki-laki yang menyetubuhi laki-laki atau menyetubuhi wanita pada duburnya”. [HR Tirmidzi : 1166, Nasa’i : 1456 dan Ibnu Hibban : 1456 dalam Shahihnya. Keterangan : hadits ini mencakup pula wanita kepada wanita]

[e]. Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Itu adalah liwat kecil, yakni laki-laki yang menggauli istrinya di lubang duburnya”. [HR Ahmad : 6667]

*HUKUMAN TERHADAP PELAKU HOMOSEKS SETELAH MUSNAHNYA KAUM LUTH*

Para pengikut madzhab Hambali menukil ijma’ (kesepakatan) para sahabat yang mengatakan bahwa hukuman homoseks adalah dibunuh. Mereka berdalil dengan hadits: “Barangsiapa yang kalian dapatkan melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah yang menyetubuhi dan yang disetubuhi”.

Mereka juga berdalil dengan perbuatan Ali Radhiyallohu ‘anhu yang merajam orang yang melakukan homoseksual. Syafi’i berkata : “Dengan ini, kita berpendapat merajam orang yang melakukan perbuatan homoseksual, baik dia seorang muhsan atau bukan”.

Dan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Khalid bin Walid bahwa ada di pinggiran kota Arab seorang laki-laki yang dinikahi sebagaimana dinikahinya seorang perempuan. Maka dia menulis surat kepada Abu Bakar Shiddik Radhiyallohu ‘anhu. Abu Bakar lalu bermusyawarah dengan para sahabatnya. Orang yang paling keras pendapatnya adalah Ali Radhiyallohu ‘anhu. Dia berkata, “Tidaklah melakukan perbuatan ini kecuali hanya satu ummat dan kalian telah mengetahui apa yang telah Alloh lakukan kepada mereka. Aku berpendapat agar dia dibakar dengan api”. Kemudian Abu Bakar mengirim surat kepada Khalid bin Walid untuk membakarnya.

Abdullah bin Abbas Radhiyallohu ‘anhuma berkata, “Dipertontonkan dari bangunan yang paling tinggi lalu dilemparkan (ke bawah) diikuti lemparan batu”.

Dengan demikian hukuman homoseks adalah bisa dengan dibakar, dirajam dengan batu, dilempar dari bangunan yang paling tinggi yang diikuti lemparan batu, atau dipenggal lehernya. Ada pula yang mengatakan ditimpakan tembok kepadanya.

Imam Syaukani memilih hukuman bunuh dan melemahkan pendapat selain itu. Mereka berpendapat seperti itu menilik firman Alloh.

“Artinya : Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim”. [Hud : 82-83]

Dalam penerapan hukuman ini, pelaku homoseks dipersilakan memilih hukuman yang dia kehendaki dari hukuman-hukuman yang ada.

*PERINGATAN KEPADA KAUM HOMOSEKS*

[a]. Ketahuilah bahwa Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wa sallam melaknat pelaku homoseks sebanyak tiga kali sedangkan pezina hanya sekali.

[b]. Takutlah engkau terjerumus dalam dosa ini karena akan merusakan dirimu dan dikhawatirkan akan menyeretmu kepada kekafiran seperti yang menimpa saudaramu sebelum kamu sebagaimana yang diberitakan oleh Ibnu Al-Qayyim dalam kitabnya Al-Jawab Al-Kafi halaman 191

Diceritakan ada seorang laki-laki yang jatuh hati kepada seorang pemuda tampan bernama Aslam

Cinta di hatinya begitu mendalam kepada Aslam

Akan tetapi, anak muda tersebut tidak mau dan menjauh darinya sehingga menyebabkan laki-laki itu terbaring sakit dan tidak dapat bangkit. Orang-orang yang kasihan melihat diri laki-laki itu mencoba mendatangkan anak muda itu, dan dibuatlah perjanjian supaya dia menengok laki-laki itu. Mendengar berita itu, laki-laki yang sedang kasmaran tersebut merasa sangat senang dan mendadak hilang kegelisahan dan kesedihannya. Manakala dia dalam kegembiraan menanti anak muda tersebut datanglah orang lain yang mengabarkan bahwa anak muda tadi sebenarnya sudah sampai di tengah jalan tetapi kembali, tidak meneruskan perjalanannya dan tidak mau memperlihatkan dirinya kepada laki-laki itu. Ketika mendengar berita tersebut, mendadak kambuh sakitnya hingga tampak darinya tanda-tanda sakaratul maut. Kemudan dia bersyair.

Wahai Aslam sang penyejuk hati

Wahai Aslam sang penyembuh sakit

Keridhaanmu lebih aku sukai pada diriku

Daripada rahmat Sang Pencipta

Yang Mahamulia

Dikatakan kepadanya, “Takulah kamu dengan kata-kata itu!” Laki-laki itu menjawab, “Itu kenyataannya”. Maka akhirnya matilah dia dalam keadaan kafir kepada Alloh.

???? *Seruan❗*

Ayo Kita Perangi Penyakit Masyarakat ini Yakni *LGBT: Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender/Transeksual* karena telah menyimpang dari ajaran Islam, dan inilah Ayat-ayat Al Qur'an yang menerangkan Bahaya LGBT:

1. Dan (Kami telah mengutus) Luth (kaum kepadanya). Ingatlah takkala mereka berkata kepada mereka: "Mengapa kamu melakukan perbuatan faahisyah (homoseksual) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seseorang pun (di dunia ini sebelummu)?” (QS. Al-A'raaf, Ayat 80).

2. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melebihi batas. (QS. Al-A'raaf, Ayat 81).

3. Dan datanglah kaum datangnya dengan cakupan-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji (liwat, homoseksual). Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Alloh dan janganlah kamu mencemarkan (nama) ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?" (QS. Huud, Ayat 78)

4. Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melebihi batas. (QS. Asy Syu'araa ', Ayat 165 dan 166)

5. Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak melihat akibat perbuatanmu. (QS. An Naml, Ayat 55).

6. Apakah benar-benar kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan melakukan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Datangkanlah kepada kami azab Alloh, jika kamu termasuk orang-orang yang benar". (QS. Al 'Ankabuut, Ayat 29).

*Catetan:*

Maka dari itu Ayo Kita bersama Cegah dan Lawan penyakit Masyarakat LGBT tersebut. Dan Bagi yang terkena LGBT harap di Ruqyah Syari'yyah mungkin didalamnya terjangkit Makhluk Halus dan Silahkan berkonsultasi Bagi yang terkena LGBT pada Pakar Ruqyah Syar'iyyah, bisa juga ke Kawan Ana yang sering tampil di KHASANAH Ruqyah Trans7 Yakni:

- Ustadz Dr (HC) Sahal Al Mudhofary, SH: +62 896-3041-4084

- Ustadz Syuhada Hanafi, S.Pd, I: +62 899-8823-713.

Semoga bermanfaat info ini, Barokallohu fiikum. Salam Ahadun Ahad ☝️ Allohu Akbar ✊ Isy Kariman Aw Mut Syahidan/Hidup Mulia Atau Mati Syahid

Alfaqir Ilalloh Azza wa Jalla,

*Al Ustadz Abu Fayadh Muhammad Faisal Al Jawy al-Bantani, S.Pd, M.Pd, I, M.MPd* -Hafidzhahulloh Ta'ala- bin *Dr. H. Subo Sukamto Abu Ramadhan, M.Sc* bin *Mbah Robikun* -Rahimahulloh Ta'ala-

{Ustadz Abu Fayadh/Ustadz Faisal Abu Fayadh}

(Aktivis Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat, Praktisi dan Pengamat PAUDNI/Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal, Aktivis Pend

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image