Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image khoirotul umaroh

Akal Budi Tindakan Preventif Rasisme Di Kalangan Pelajar

Pendidikan dan Literasi | Thursday, 01 Dec 2022, 11:13 WIB
gambar di ambil dari istock, Karya:Svetlana Platonova

Tindakan rasisme akhir-akhir ini masih kerap dilakukan oleh kalangan pelajar. Seharusnya memang perlu adanya perhatian lebih baik dari pihak keluarga maupun pemerintah terkait tindakan rasisme ini, terutama pada kalangan pelajar. Usia pelajar berada di masa remaja yaitu masa pubertas, dimana pada masa ini terjadi perubahan hormon kemudian perkembangan fisik, saat itulah masa remaja sedang mencari jati diri yang kerap kali labil dengan keputusan yang dipilih dan masih sangat emosional. Dari sinilah mengapa pelajar rentan terpengaruh dengan lingkungan sekitar karena pada masa tersebut remaja sedang mengalami masa transisi dari remaja menuju ke arah pendewasaan, tidak heran jika di kalangan pelajar masih banyak dijumpai tindakan rasisme baik pengaruh internal ataupun eksternal.

Dampak dari tindakan rasisme sendiri tidak remeh dimana seorang akan terdiskriminasi merasa dirinya tidak layak untuk berbaur dengan yang lain. Kemudian akan berdampak pada kesehatan mental remaja tersebut. Tindakan rasisme tidaklah dibenarkan, selain dampak terhadap diri pada mental seseorang, tindakan rasis dapat juga memberikan dampak pada kelompok masyarakat atau orang sekitarnya, yang dimana dapat menimbulkan adanya konflik kemudian akan terjadinya perpecahan di suatu tempat.

Selain itu pelaku tindakan rasisme juga dapat terkena hukuman berat jika korban rasis tersebut tidak terima akan tindakan yang dilakukan pada dirinya. Seperti halnya yang dilakukan oleh Vinicius Junior sering mendapatkan pelecehan berbau rasisme, dimana tindakan rasisme ini dilakukan oleh oknum suporter Atletico Madrid sebelum laga Derby September lalu, suporter itu menyanyikan chant dengan manyamakan Vinicius seperti monyet, akhirnya dari Real Madrid melakukan protes pada LaLiga agar menindaklanjuti tindakan yang tidak semestinya dilakukan oleh suporter tersebut. Kemudian Vinicius meminta pelaku tindakan tersebut dihukum seberat-beratnya, dengan melarangnya menonton pertandingan langsung di stadion seumur hidup. Dari sinilah perlu kita ketahui bahwa tindakan rasis itu bukanlah perkara remeh, apalagi jika tindakan ini dilakukan dikalangan pelajar yang mentalnya masih rentan dan emosinal.

Tindakan rasisme ini terkadang tidak disadari oleh seorang yang melakukan dan mengalaminya, dan ketidaksadaran tersebut yang perlu diperhatikan dengan seksama. Biasanya tindakan rasisme yang dilakukan para remaja bisa disebabkan mulai dari pergaulan dari teman, yang turut menjadi pengaruh munculnya sebuah rasisme, selain itu bisa juga dari faktor lingkungan keluarga. Jika dilihat baik dari dampak maupun sebab terjadinya rasisme, memang perlu penanganan lebih lanjut supaya tindakan rasisme dapat hilang. Hal ini dilakukan agar memperbaiki akal budi dari para pelajar yang di ajarkan sesuai dengan agama, bahwasanya tidak diperkenankan sebuah tindakan rasisme sekecil apapun terhadap sesama. Dan hal ini dapat terjadi disebabkan semakin kesini pendidikan karekter mulai hilang, sehingga tidak memiliki ukuran moralitas dan etika.

Seperti yang terakhir belakangan ini masih viral adanya perbuatan yang mencerminkan akal budi dari para pelajar yang kurang terdidik, dimana pelajar melakukan tindakan yang menggambarkan kurangnya pemahaman terhadap budi pekerti. Tindakan yang dilakukan oleh pelajar dalam vidio yang sedang viral di berbagai media belakangan ini, yang mana dalam kejadian itu seorang pelajar menendang nenek di pinggir jalan, inilah salah satu contoh gambaran pendidikan karakter yang mulai hilang.

Dalam hal ini jika tidak diperhatikan secara penuh akan merusak akal budi pekerti terutama dikalangan pelajar. Kurangnya pendidikan karater sangat riskan, karena segala sesuatu bisa saja dilakukan oleh orang yang minim pendidikan karakternya, dengan demikian akan menjerumuskan seseorang ke hal-hal yang kurang baik seperti kasus tersebut. Kurangnya pendidikan karakter juga memicu terjadinya tindakan rasisme. Untuk itu sangat penting dari pihak-pihak keluarga maupun pemerintah, memulai dari sekarang mencari solusi pencegahan rasisme di kalangan pelajar, sebelum tindakan rasisme itu melekat pada diri mereka.

Pencegahan yang dilakukan untuk para pelajar yang pertama dari lingkungan keluarga, dimana dari keluarga bisa memberikan pendidikan karakter dan mengajarkan sejak dini pendidikan agama, yang semestinya sebagai insan manusia memanglah diciptakan dengan kekurangan dan kelebihan, sebagai manusia biasa haruslah paham akan hal demikian dan menerima satu sama lain. Seperti yang ada di QS-Al Hujarat “Wahai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan atau Adam dan Hawa dan kami jadikan kalian bersuku-suku, berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenal”. Untuk itu meningkatkan pendidikan karakter dapat dilakukan untuk menghilangkan rasisme terutama dikalangan pelajar. Upaya-upaya preventif tersebut dilakukan agar mengembalikan akal budi para pelajar. Dari sinilah perlu kita sadari bahwa pendidikan karakter sejak dini sangat diperlukan, dalam upaya menghindari tindakan rasis pada pelajar untuk menciptakan kondisi lingkungan yang berjalan damai dengan keberagaman.

Jika melihat dari sudut pandang sebuah keberagaman Indonesia sendiri termasuk sebuah negara yang memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dimana kata Bhineka berasal dari dua kata yang mengalami sandi, yaitu bhinna yang memiliki arti ‘terpisah’ dan ika sendiri artinya ‘itu’ yang termasuk kata tunggal satu. Jika secara harfiah dalam semboyan Bhinneka Tungga Ika itu diartikan ‘itu berbeda, itu satu’ bisa disimpulkan makna dari kata-kata tersebut bahwa pada hakikatnya negara Indonesia meskipun beraneka ragam yang terdiri dari suku, agama, budaya, ras, namun tetap menjadi sebuah satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dari semboyan ini seharusnya dari kita semua sebagai masyatakat Indonesia, mampu menciptakan persatuan dan kesatuan Indonesia dengan mewujudkan semboyan dalam Indonesia sendiri, kita semestinya dapat menjalani hidup dengan saling menghargai, antara masyarakat yang satu dengan yang lain tanpa harus memandang perbedaan antara suku bangsa, agama, bahasa, ras dan lain sebagainya.

Jika dipikirkan lebih matang menurut saya perbedaan semestinya menjadi sebuah pembeda dan ciri khas pada setiap manusia, bukan dijadikan pemicu timbulnya permalasalahan yang sepele namun dampak dari hal ini tidaklah sepele. Dengan adanya perbedaan seharusnya membuat manusia saling melengkapi antara satu manusia dengan manusia lainnya. Adanya perbedaan-perbedaan yang beragam tersebut kita sendiri sebagai manusia biasa, dengan ini akhirnya dapat menyadari kuasa Allah begitu luar biasa, yang menciptakan berjuta-juta manusia di dunia dengan berbeda-beda. Selain itu sebagai suri tauladan umat muslim, Nabi Muhammad SAW beliau sendiri mengajarkan juga tentang sebuah perbedaan yang istilahnya Ikhtilaf tanawwu, perbedaan sifatnya keragaman variasi tidak kontradiktif satu dengan yang lain, justru membuat banyak varian ataupun keragaman semikin terlihat menjadi sebuah keindahan.

Dari penjelasan ini menegaskan bahwa tidak seharusnya seorang pelajar malakukan tindakan rasisme, jika di kalangan pelajar mendapatkan pendidikan karakter yang bagus, seharusnya hal ini sudah dibiasakan mulai sejak dini. Karena pada saat usia kanak-kanak memiliki sabuah keunikan, dimana pada masa itu anak akan mudah merekam dan mengingat, karena memori yang di ajarkan sejak dini seketika melekat di dalam otak anak tersebut. Dengan demikian peran orang tua dan pendidikan yang baik disekolah oleh pemerintah sangat dibutuhkan, untuk membantu mengisi memori sang anak dengan memori yang baik. Disinilah saya katakan memang sangat perlu dari pihak keluarga dan pemerintah membantu memperhatikan kalangan pelajar terkait hal tersebut, untuk mewujudkan generasi seperti semboyan dalam negara yang menjadi satu kesatuan dalam negara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image