Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image saman saefudin

Apa jadinya Jika Gambaran Takdirmu Terbuka?

Agama | 2021-12-11 10:46:18
Sumber gambar: https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/takwa-ilustrasi-_120508200427-645.jpg

Mari membayangkan dua situasi berikut ini. Anda sedang mengikuti tes seleksi untuk rekruitmen sebuah perusahaan bonafit. Situasi pertama, sejak awal Anda sudah tahu bahwa pada akhirnya Anda tidak akan diterima di sana. Situasi kedua juga sama, pada akhirnya perusahaan tidak meloloskan Anda, bedanya sejak awal Anda tidak mengetahuinya. Dua situasi di atas adalah sama-sama dua kasus gagal, yang membedakan hanyalah apakah Anda tahu nasib sejak awal atau tidak.

Karena ini hanya simulasi pikiran, mungkin kita menganggap pembeda dua kasus tersebut hanyalah perkara sepele. Tetapi coba hayati kembali bahwa kita benar-benar dalam situasi sama-sama membutuhkan pekerjaan. Dua situasi itu akan melahirkan respon sikap yang berbeda. Pada kasus pertama, Anda akan pesimis dan mungkin malas-malasan menyelesaikan materi tes. Sementara pada kasus kedua, meski pada akhirnya juga tak lolos, Anda masih berpeluang menjaga asa, optimis, dan mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin.

Itulah pemahaman sederhana tentang takdir, ketetapan Allah yang telah tertuliskan. Kita tidak benar-benar tahu bagaimana ketetapan Allah atas nasib kita di masa depan, sampai ketika hal itu benar-benar terjadi. Maka masa depan; entah 10 atau 20 tahun mendatang, bulan depan, pekan depan, besok, atau bahkan satu jam ke depan adalah misteri, ghaib. Kita tidak bisa memastikan gambaran nyatanya, pun tidak mampu mengakses informasinya. Namun keuntungannya, karena manusia tak tahu takdirnya, tak dapat bocoran informasi atas masa depan, maka manusia bisa melukiskan sketsa masa depannya sebaik mungkin, mengikhtiarkannya sebaik mungkin.

Hidup yang riil, karenanya adalah tentang hari ini, masa kini. Sebab sementara masa lalu untouchable, tak bisa disentuh apalagi diulang, masa depan juga misterius. Sebagai makhluk realistis, tugas manusia adalah semaksimal mungkin memanfaatkan masa kininya untuk belajar dari masa lalu demi memperjuangkan masa depannya yang lebih baik. Karena kita meyakini, hari esok harus lebih dari hari ini agar beruntung. Dan Tuhan telah memastikan bahwa hari esok itu pasti lebih keren dari hari ini.

Misteri takdir ini membuat hidup manusia lebih dinamis. Pilihan konsekuensinya ada dua. Pertama, kita harus berpikir positif dan optimis dengan masa depan yang masih ghaib. Kedua, sesulit apapun prosesnya hari ini, seberat apapun perjuangan yang harus ditanggungbebani, jangan pernah berputus harapan. Sebagai manusia yang mengimani takdir dan hari esok, maka sikap terbaik kita terhadap masa depan adalah never give up, whatever it will be. Bahkan kalaupun kesalahan kita terlalu fatal, kalaupun situasianya teralamat lelah dan payah, maka sejenak rehatlah, bukan menyerah. Seperti kata Robert Tew; The struggle you're in today is developing the strength you need for tomorrow. Begitu seterusnya, minimal kita telah berinvestasi kaki dan bahu yang kokoh, dan tentu saja pikiran yang kuat.

Bahkan terhadap manusia yang melampaui batas pun, pesan Tuhan juga sama; jangan berputus harapan. "Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah .." (QS. Az-Zumar: 53).

Di era 1960 sampai sekitar 1980 an, saat pemikiran fungsionalisme struktural Talcott Parsons dan Robert K. Merton mendominasi masyarakat Amerika, konsep psikologi self-fulfilling propechy menjadi popular. Ramalan yang mewujudkan kenyataannya, begitu kurang lebih pengertian sederhananya. Dalam istilah yang lebih kekinian, You are what you think. Bahwa sadar atau tidak, pikiranmu akan menciptakan seperti apa duniamu. Pikiran kita atas sesuatu ternyata auto mensugesti seluruh sel saraf hingga organ tubuh, mengerahkannya untuk membantu mewujudkan apa yang kita yakini.

Mungkin kita pernah mendengar atau membatinkan sendiri kegumunan semacam ini; Kok, aku merasa telah dipertemukan dengan teman-teman yang baik ya? Atau sebaliknya; Kok teman-temanku isinya toxic semua ya? Dan sejenisnya. Secara psikologis, tentu naif menganggap itu semua terjadi begitu saja: kebetulan. Bisa jadi, pikiran kita sebelumnya telah menetapkan standar tertentu soal kriteria teman yang baik. Kalau Anda seorang kutu buku dan senang belajar, berdiskusi dan lainnya, maka tanpa sadar garis edar kita juga akan mengarah ke sana, dan semesta lantas mewujudkannya. Sebaliknya, mungkin Anda hobi entertaint, berburu kesenangan lewat hiburan malam dan lainnya, maka di fase itu kita seperti digerakkan langkahnya menuju teman-teman sejenis.

Ya begitulah, pikiranmu ternyata bisa menggerakkan semestamu. Kalau Anda memandang dunia kerja kantoran itu membosankan karena berisi orang-orang oportunis, penjilat, sikut kanan sikut kiri, ya kita akan dihadapkan pada kenyataan yang semacamnya saat ternyata kerja kantoran.

Di abad 7 M, Rasulullah juga telah menyampaikan pesan Allah (hadits qudsi), sebuah premis tentang pikiran yang jauh lebih kokoh dan utuh;

"Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih)

Kenapa lebih kokoh? Karena sekuat apapun Anda, seoptimis apapun pikiran Anda atas masa depan, potensi give up and hopeless masih mungkin melanda jika tanpa sandaran spiritual yang kuat dan kokoh. Seorang yang mengimani Tuhan dan hari akhir, tidak mungkin ia frustasi akut apalagi memilih jalan bunuh diri untuk mengakhiri masalah. Sebaliknya, kasus bunuh diri masih sering dijumpai di masyarakat Barat yang rasional.

So, kalau Anda berpikiran positif terhadap Tuhan, terhadap dunia, optimis menjemput takdir/ masa depan (pikiran dan hati yang positif), semestinya Anda tidak mudah ambyar menghadapi fase berat perjuangan, tidak mudah melempem mentalnya saat gagal. Bahkan kalaupun tiba waktunya perjuangan membuat kita merasakah lelah dan payah yang teramat, maka sejenak rehatlah. Tapi sekali lagi, jangan menyerah ya. []

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image