Jangan Hanya Memperhatikan Makanan untuk Perut Saja. Perhatikan pula Makanan untuk Otak Kita
Eduaksi | 2021-12-09 06:31:16TAK ADA seorang pun di muka bumi ini yang tak membutuhkan makanan. Karl Mark pernah mengatakan, peperangan yang terjadi dimuka bumi ini, penyebab intinya adalah karena memperebutkan isi perut alias makanan. Semua orang pergi pagi pulang malam, pada intinya karena ingin memenuhi isi perutnya alias ingin memenuhi kebutuhan makanan. Pangkat dan jabatan yang dikejar-kejar, ujung-ujungnya adalah ingin memenuhi kebutuhan akan makanan.
Bukan suatu hal yang tabu manakala kita bekerja untuk mencari makan. Dalam ajaran Islam bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan perbuatan yang sangat terpuji. Allah dan Rasul-Nya sangat menghargai orang-orang yang bekerja keras mencari rezeki yang halal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Malahan salah satu kunci pembuka surga pun adalah berkenaan dengan makanan. Allah akan membuka pintu surga bagi orang-orang yang mau berbagi makanan dengan orang lain, terutama dengan mereka yang tengah menderita kelaparan.
Berkenaan dengan makanan, ajaran Islam sangat menekankan agar kita benar-benar memperhatikan makanan yang kita konsumsi. Selain bergizi, kehalalannya pun mutlak harus menjadi perhatian kita. Allah tidak akan menerima ibadah seseorang, tidak akan mendengar doa dan dzikir dari orang yang tubuhnya dipenuhi makanan haram.
Dari unsur gizi, pada umumnya tak ada orang yang berani bermain-main dengan gizi makanan. Semua orang sangat memperhatikan asupan gizi makanannya. Pagu makanan yang sudah melekat di masyarakat kita, empat sehat lima sempurna harus benar-benar terpenuhi demi kesehatan tubuh.
Anak-anak dalam usia pertumbuhan harus benar-benar mendapatkan asupan gizi makanan yang tepat agar dapat berkembang dan tumbuh dengan sehat. Orang dewasa pun tak kalah. Selain mengonsumsi makanan pokok, mereka juga mengonsumsi berbagai makanan suplemen sebagai upaya memenuhi asupan gizi dan vitamin yang masuk ke dalam tubuhnya.
Namun demikian, disadari ataupun tidak, kebanyakan dari kita baru sebatas memperhatikan asupan gizi makanan yang masuk ke dalam perut, kita jarang memperhatikan asupan makanan yang masuk ke dalam otak. Padahal makanan yang masuk ke dalam otak sama pentingnya dengan makanan yang masuk ke dalam perut. Malahan, makanan yang masuk ke dalam otak akan lebih lama mengendapnya daripada makanan yang masuk ke dalam perut.
Jika ada makanan yang beracun atau kurang bergizi masuk ke adalam perut meskipun berbahaya masih banyak cara mudah untuk mengeluarkannya, baik secara alami melalui keringat, buang air kecil, buang air besar, maupun secara medis melalui pemberian obat-obatan untuk menetralkannya. Namun jika makanan beracun yang masuk ke dalam otak, sangatlah sulit dan lama untuk menetralkannya.
Seperti halnya makanan yang masuk ke dalam perut, makanan yang masuk ke dalam otak haruslah makanan yang bergizi baik. Namun tentu saja makanan yang masuk ke dalam otak sangat berbeda dengan makanan yang masuk ke dalam perut.
Makanan yang masuk ke dalam otak bisa berupa musik, bacaan, tayangan, dan tontonan. Bacaan, musik, tayangan, dan tontonan yang bergizi baik akan memberikan dampak yang baik bagi kesehatan jiwa dan mental seseorang. Demikian pula sebaliknya.
Serangan dunia informasi dan entertainment pada saat ini, sudah melenakan kebanyakan orang. Mereka sudah tidak lagi memperhatikan informasi, tontonan, tayangan, dan hiburan yang dikonsumsinya. Medengarkan pelecehan terhadap seseorang, mendengarkan berita atau melakukan bully, guncingan terhadap orang lain, bahkan menonton dan membicarakan hal-hal yang porno, kini bukan sesuatu yang dianggap pamali alias tabu lagi.
Kehadiran siaran televisi selama 24 jam dengan berbagai program acara dari seantero dunia dan memasyarakatnya berbagai media sosial, benar-benar semakin membuat orang melupakan gizi makanan yang masuk ke dalam otaknya. Kebanyakan orang hampir-hampir tak bisa berpuasa dari siaran televisi dan bermain di media sosialnya meskipun hanya sehari. Padahal menonton televisi dengan acaranya yang negatif serta bermain di media sosial dengan hanya melihat konten-konten yang negatif sangat berbahaya bagi kesehatan mental.
Steven R.Covey (1997:306) dalam bukunya yang sangat terkenal “The 7 Habits of Highly Effective People” menyebutkan, menonton hal-hal yang negatif seperti cabul, kasar, atau porno dapat membiakkan kegelapan batin yang membuat mandul kepekaan kita yang lebih tinggi dan menggantikan suara hati yang natural dan ilahi.
Sementara Jeff Davidson (2007) dalam bukunya The 10 Minutes Guide to Managing Your Time menyebutkan bahwa pada zaman modern ini, salah satu kegiatan yang paling menyibukkan orang adalah menonton televisi. Parahnya, acara yang paling banyak ditonton orang adalah tentang keburukan orang lain atau acara yang didalamnya banyak mempergunjingkan oran lain.
Kini, selain televisi, media sosial menambah kesibukan kebanyakan orang dalam menonton, melakukan unggahan konten, dan mengomentari perilaku orang lain. Malahan bermain di media sosial, seolah-olah telah menjadi ritual harian kebanyakan orang sejak bangun tidur sampai menjelang tidur kembali.
Kita semua senantiasa berharap sehat wal afiat. Sehat tubuh, jiwa, dan mental kita. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan kita adalah makanan yang biasa kita konsumsi. Oleh karena itu, memperhatikan semua jenis makanan yang kita konsumsi merupakan langkah yang sangat tepat. Makanan tubuh maupun makanan untuk otak yang kita konsumsi harus benar-benar higienis, bergizi, dan halal. Apa yang kita makan akan sangat mempengaruhi tingkat spiritual dan perilaku keseharian kita.
Diz moi est-ce que tu manges, et je te dirai est-ce que tu es, demikian kata pepatah Prancis. Katakanlah kepada saya apa yang Anda makan, saya akan mengatakan kepada Anda, siapa Anda?
Jika pepatah tersebut kita analogikan, katakan kepada saya apa yang Anda tonton, saya akan mengatakan kepada Anda, siapa Anda? Dengan kata lain, jiwa dan perilaku kita akan dipengaruhi tontotan, tayangan, dan bacaan yang kita konsumsi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.