Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Salman

Penyuluhan Pembuatan Briket dari Sampah Biomassa untuk Bahan Bakar PLTU

Teknologi | Tuesday, 18 Oct 2022, 08:55 WIB
Penyuluhan depan warga mengenai produksi briket biomassa menggunakan mesin pencacah sampah (koleksi pribadi)

Permintaan akan batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih sangat tinggi yaitu sekitar 11 juta ton setiap bulannya sementara supply listrik RI sekitar 65% sekarang ini masih mengandalkan batu bara, seperti dikutip di Republika (17/02/2022). Sedangkan, dengan kapasitas terpasang PLTU milik PLN sebesar 17,5 GW, maka kebutuhan batu bara perusahaan pelat merah ini berkisar 127,1 juta ton per tahun.

Angka ini belum memasukkan kebutuhan batu bara oleh pemilik manufkatur yang memanfaatkan pembangkit listriknya secara mandiri. Akibatnya, dalam upaya memperoleh nilai standard minimal 15 hingga 20 HOP atau Hari Operasioal, pemerintah wajib menjamin supply batu bara sebesar 130 juta ton per tahun. Kebutuhan supply batu bara untuk PLTU diyakini akan senantiasa meningkat. Bahkan pada 2024 diprediksikan jumlahnya bisa pada level 131 juta ton per tahun dan akan terus melonjak sehingga perlu segera disikapi. Solusi permanen dan jangka panjang terkait pasokan energi primer PLN sangat dibutuhkan demi keberlangsungan pasokan listrik ke masyarakat dan ketahanan energi nasional.

Karena itu harus ada usaha meminimalisir resiko kekurangan pasokan batu bara. Salah satunya adalah dengan upaya membatasi ketergantungan pada bahan bakar batu bara. Pemerintah perlu mensubstitusi bahan bakar tersebut PLTU dengan mengadakan bahan bakar alternatif pendamping.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Gubernur NTB dan wakil meninjau pembuatan pelet untuk bahan bakar PLTU Jeranjang, Kabupaten Lombok Barat.(Kredit: Prov. NTB)

Seperti yang diterapkan di PLTU Jeranjang, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Pemanfaatan pelet digunakan sebagai campuran batubara low rank untuk energi primer pembangkit listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Uap Jeranjang salah satu pembangkit yang menjadi andalan untuk memperkuat sistem kelistrikan di Pulau Lombok. PT PLN (Persero) menargetkan penggunaan pelet biomassa untuk campuran bahan bakar di PLTU Jeranjang, Lombok bisa mencapai 5% dari kebutuhan total batu bara. Penggunaan pelet lebih murah dibandingkan batu bara. Sebagai gambaran, harga batu bara mencapai Rp700 per kg, sedangkan harga pelet hanya Rp300 per kg. Adapun pelet tersebut merupakan hasil pengolahan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Kebon Kongo, Lombok Barat. Kegiatan ini pula bisa membuka kesempatan kepada masyarakat luas dengan memberdayakan mereka untuk mengolah sampah biomassa menjadi pelet.

Saat ini, PLTU Jeranjang mengoperasikan dua mesin berkapasitas masing-masing 25 MW. Dengan total daya sebesar 50 MW, PLTU Jeranjang memikul 14,1% dari beban siang pada sistem pembakaran. Terlihat dari besaran komposisi tersebut maka PLTU Jeranjang berperan sebagai backbone kelistrikan Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya Pulau Lombok.

Untuk mendorong ketersediaan pelet guna kebutuhan PLTU Jeranjang, PLN saat ini telah bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTB melakukan pendampingan kepada pengelola TPA Kebon Kongok untuk mengubah sampah menjadi pelet. Hal ini juga sebagai upaya untuk memproduksi listrik dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan solar maka upaya pengadaan pelet dari biomassa sangat penting.

Diharapkan agar PLTU Jeranjang dapat beroperasi secara kontinu. Apabila tidak memasuki masa pemeliharaan,ataupun ada gangguan yang tidak diharapkan terjadi, PLTU Jeranjang akan terus menyuplai listrik untuk masyarakat Lombok, di samping pembangkit solar yang berfungsi sebagai backup jika sewaktu-waktu terjadi gangguan atau pemeliharaan di PLTU Jeranjang. Untuk menghindari pemadaman, PLN terus mendorong penggunaan olahan sampah menjadi pengganti bahan bakar pembangkit.

Setelah sukses di Kebon Kongo ini, kini PLN bersama anak usahanya, Indonesia Power tengah mengembangkan penggunaan pelet sampah untuk PLTU berkapasitas 3 x 25 Megawatt yang berlokasi di Desa Taman Ayu, Lombok Barat.

Hanya saja tantangannya, belum ada pelet biomassa yang bisa menyamai nilai kalor batu bara, olahan sampah dalam bentuk pelet setara dengan batubara kalori rendah yang digunakan untuk bahan bakar pembangkit.

Sejumlah pihak telah melakukan riset dan ujicoba, khususnya untuk mengukur optimasi substitusi peletnya. Hasilnya antara 3 – 5, namun memang paling optimal ada di 3 persen. Jika menggunakan batubara secara penuh, dalam satu jam kondisi maksimal, PLTU Jeranjang membutuhkan 200 ton batubara sebagai bahan bakar. Dengan substitusi sebesar 3 persen, maka dibutuhkan 600 kilogram pelet setiap jam sebagai pengganti batubara.

Tantangan lainnya adalah menjaga ketersediaan pelet. Oleh karena itu perlu ada kerja sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pendampingan. Karena pelet untuk PLTU ini punya spesifikasi khusus.

Sampah yang berasal dari TPA dikumpulkan dalam bak, lalu dimasukkan cairan bio activator untuk dilakukan proses peuyeumisasi, kemudian sampah dijemur hingga kering.Setelah itu, sampah dimasukkan ke mesin pencacah dan tahap akhir melalui proses peletisasi. Mesin-mesin yang digunakan merupakan bagian dari program CSR PLN. Usai berbentuk pelet, kemudian dijemur hingga kering. Selanjutnya, pelet bisa digunakan untuk campuran bahan bakar pembangkit listrik.

Sasaran pemanfaatan olahan sampah ini tidak hanya bertujuan untuk menurunkan biaya produksi listrik, tetapi juga sebagai alternatif solusi penanganan sampah daerah dan upaya memberdayakan masyarakat.

Dengan olahan ini sampah bisa bernilai, masyarakat juga bisa punya penghasilan tambahan. Jadi ekonomi masyarakat sekitar juga meningkat . Selain itu, pemanfaatan sampah menjadi energi ini juga menjadi alternatif solusi penanganan sampah di daerah.

Kehadiran pengolahan sampah sementara membantu mengurangi permasalahan sampah yang ada di Lombok. Sampah ini masih jadi salah satu masalah untuk Lombok, padahal tempat kami ini menjadi destinasi wisata. Dengan program dari PLN ini tentunya dapat menjadi solusi dan mewujudkan Program Zero Waste yang diusung pemerintah Provinsi NTB.

Maka perlu partisipasi sejumlah elemen masyarakar terutama akademisi guna membantu program pemerintah daerah dengan cara memanfaatkan sampah biomassa dengan mengolahnya menjadi pelet maupun briket sampah biomassa.Karena itulah tim pelaksana kegiatan pengabdian masyarakat dari Universitas Mataram melakukan penyuluhan pembuatan briket sampah biomassa di depan kelompok tani di Linkungan Batu Ringgit Selatan, Kelurahan Tanjung Karang, Kecamatan Sekabela, Kotamadya Mataram (2/10/2022). Saat ini kelompok tani tersebut belum memanfaatkan sampah biomassa mereka yang tersedia secara melimpah di sekitar mereka. Tujuan dari kegiatan pengabdian ini adalah mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar batu bara dan membantu pemerintah mensubstitusi bahan bakar di PLTU dengan mengembangkan pembangkit energi terbarukan.

Seperti dijelaskan di atas salah satu bahan bakar yang cocok diterapkan sebagai energi terbarukan untuk pembangkit listrik adalah briket sampah biomassa. Caranya yaitu sampah diolah menjadi pelet atau briket yang pada akhirnya dapat digunakan untuk bahan bakar kompor anglo dan gasifier untuk pembangkit listrik. Seperti pemanfaatan limbah biomassa menjadi briket sampah yang sudah bisa digunakan untuk co-fairing seperti yang di lakukan di PLTU Jeranjang, Nusa Tenggara Barat. Selain itu briket sampah biomasssa juga bisa dijual ke industri lain yang membutuhkan.

Dari Suara NTB, disebutkan potensi sampah biomassa di sekitar wilayah Mataram cukup besar. Dalam sehari bisa 7 ton sampah yang berhasil dikumpulkan dan diubah menjadi briket dengan nilai kalori tertinggi diperoleh dari briket daun kering sebesar 4004 cal/gr. Jumlah sebanyak itu bisa mengurangi konsumsi batu bara sekitar 5% pada PLTU. Selain itu jumlah emisi hasil briket biomassa ini sama dengan batu bara, tambahannya lingkungan juga lebih bersih.

Karena itu dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini tim pelaksana kegiatan melakukan penyuluhan memanfaatkan sampah biomassa menjadi briket sebagai bahan bakar di PLTU. Penyuluhan dilakukan pada masyarakat Lingkungan Batu Ringgit Selatan, Mataram.

Selama ini masyarakat sekitar lokasi kegiatan belum memanfaatkan secara optimal sampah biomassa yang tersedia melimpah di lingkungan sekitar. Sasaran khalayak dipilih kelompok tani karena dalam aktivitasnya mereka menghasilkan sampah biomassa berupa bahan organik murni dalam tidak memerlukan pemilahan dalam upaya produksi briket biomassa. Biomassa tersebut terdiri dari dedaunan atau sisa-sisa panen berupa jerami, daun jagung, daun pisang dan bahan organik lainnya. Dari sejumlah penelitian diperoleh nilai kalor dari briket sampah daun ini yaitu 4500 cal/gr. Nilai ini cukup tinggi untuk dipakai sebagai bahan bakar di industri terutama PLTU yang selama ini murni masih menggunakan bahan bakar batu bara yang memang memiliki nilai kalori tertinggi dari semua jenis briket.

Metode pelaksanaan dari kegiatan pengabdian ini meliputi beberapa tahap antara lain survei, persiapan, pengadaan bahan dan alat, penyuluhan, memproduksi briket, dan evaluasi.

Pelaksanaan penyuluhan dilakukan langsung di lokasi pinggir persawahan penduduk dengan cara menempatkan alat pencacah sampah dan mempraktekkan pencacahan sampah oganik di depan kelompok tani.

. Briket dari sampah biomassa hasil produksi sendiri.

Hasil fermentasi cacahan sampah biomassa tersebut selanjutnya dicetak menggunakan paralon ukuran 2 inci atau langsung dikepal. Hasil cetakan atau kepalan seukuran diameter 4 cm tadi dijemur baik di bawah terik matahari langsung ataupun di tempat yang bernaung untuk menahan dari air hujan yang bisa turun sewaktu waktu.

Produksi briket dilakukan dengan cara menempatkan sampah biomassa yang telah dicacah tersebut dalam wadah seperti ember selama empat hari untuk proses fermentasi dengan menambahkan carian bioaktivator ke timbunan cacahan sampah biomassa. Proses fermentasi memudahkan pengolahan selanjutnya dari biomassa. Untuk menghemat waktu penyuluhan maka sebelumnya tim pelaksana terlebih dahulu mempersiapkan cacahan sampah biomassa yang telah difermentasi sehingga tidak perlu lagi menunggu lama proses fermentasi selama penyuluhan.

Hasil pembuatan briket sampah biomassa ini bisa ditawarkan konsumen baik skala rumah tangga, industri maupun sesuai tujuan awal yaitu PLTU sebagai target pemasaran dalam skala besar.

Pelaksanaan kegiatan pengabdian ini meliputi beberapa tahap antara lain, pengadaan alat pencacah sampah organik, penyuluhan pembuatan briket sampah organik, dan produksi briket.

Tim pelaksana melakukan pengadaan alat berupa alat pencacah sampah organik. Spesifikasi alat tersebut adalah motor penggerak dengan daya sebesar 6 PK, transmisi puli seoanjang 75 cm, rotor pemotong dengan diameter toro beserta jeruji pemotongnya adalah 45 cm, volume chamber pemotong 50 cm3, ditopang oleh rangka setinggi 20 cm, output rajahan seluas 15 cm2, penyaring dengan dimensi 20 cm x 45 cm dengan ukuran lubang ukuran diameter 1 cm, dan lubang kontrol seluas 5 cm2.

Adapun bahan yang diolah dalam mesin ini adalah sampah organik yang peroleh dari sekitar lokasi kegiatan. Sampah organik tersebut ditumpuk dekat alat untuk kemudian dimasukkan ke dalam mesin sekitar 500 gram. Diperlukan antara lain sampah biomasssa dan wadah penampung sampah organik.

Pelaksanaan penyuluhan dilakukan langsung di lokasi pinggir persawahan penduduk dengan cara menempatkan alat pencacah sampah dan mempraktekkan pencacahan sampah oganik di depan kelompok tani. Isi materi penyuluhan adalah pemanfaatan sampah organik sebagai bahan briket untuk bisa dimanfaatkan di skala rumah tanga maupun disalurkan secara kolektif ke PLTU yang membutuhkan bahan bakar pendamping batu bara.Para peserta mula-mula melihat cara karena mesin pencacah sampah organik, lalu melihat hasil berupa briket hasil cacahan, selanjutnya dilakukan penjelasan pemanfaatan briket.

Dari kegiatan ini tim pelaksana berhasil memproduksi briket dilakukan dengan cara menempatkan sampah biomassa yang telah dicacah tersebut dalam chamber seperti kandang berbentuk kotak bak ukuran 2 x 1,5 x 1,5 m selama empat hari untuk proses fermentasi dengan menambahkan carian bioaktivator ke timbunan cacahan sampah biomassa. Untuk menghemat waktu penyuluhan maka sebelumnya tim pelaksana terlebih dahulu mempersiapkan cacahan sampah biomassa yang telah difermentasi sehingga tidak perlu lagi menunggu lama proses fermentasi selama penyuluhan.

Hasil fermentasi cacahan sampah biomassa tersebut selanjutnya dicetak menggunakan paralon ukuran 2 inci atau langsung dikepal. Hasil cetakan atau kepalan seukuran diameter 4 cm atau briket berbentuk silinder sesuai bentuk cetakan, ukuran briket adalah panjang 7 cm diameter penampang 5 cm tadi dijemur baik di bawah terik matahari langsung ataupun di tempat yang bernaung untuk menahan dari air hujan yang bisa turun sewaktu waktu.

Hasil pembuatan briket sampah biomassa ini bisa ditawarkan konsumen baik skala rumah tangga, industri maupun sesuai tujuan awal yaitu PLTU sebagai target pemasaran dalam skala besar.

Dari kegiatan penyuluhan ini diperoleh sikap antusiasme warga untuk membuat briket ditandai dengan antusias peserta. Berhasil pula diproduksi briket sebanyak 13,7 kg atau sebanyak 274 buah. Briket ini bisa dipasarkan ke yang membutuhkan briket sebagai bahan bakar alternatif baik skala rumah tangga dengan penggunaannya di kompor biomassa maupun industri seperti yang diproduksi di TPA untuk bahan bakar pembangkit listrik PLTU Jeranjang, Lombok Barat. PLTU Jeranjang saat ini membutuhkan bahan bakar briket biomassa sebagai pendamping batu bara.

Hasil pelaksanaan dari kegiatan pengabdian ini meliputi pengadaan alat pencacah sampah organik, penyuluhan pembuatan briket sampah organik, dan produksi briket. Alat yang diadakan adalah alat pencacah sampah organik. Dari kegiatan ini tim pelaksana berhasil memproduksi briket. Hasil pembuatan briket sampah biomassa ini bisa ditawarkan konsumen baik skala rumah tangga, industri maupun sesuai tujuan awal yaitu PLTU sebagai target pemasaran dalam skala besar.

Penulis :

Dr. Ing. Salman ST., MSc.

Dosen Teknik Mesin, Universitas Mataram

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image