Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Fatoni

Merekam Perjalanan dari Berbagai Kota Dunia

Jalan Jalan | Tuesday, 18 Oct 2022, 02:41 WIB
Judul Buku: Dunia Sehasta Catatan Perjalanan tentang Kota, Manusia, dan Pelajaran-Pelajaran Berharga dari Mereka. Penulis: Arif Maftuhin. Penerbit: Kasan Ngali, Yogyakarta.Cetakan: Pertama, Maret 2022.Tebal: 260 hal.Peresensi: Ahmad Fatoni*

Traveling atau perjalanan baik di dalam maupun di luar negeri sekarang sudah menjadi tren dan gaya hidup banyak orang. Terutama generasi milenial yang sepertinya sudah menjadikan traveling sebagai salah satu kebutuhan utama mereka.

Perjalanan ke berbagai negara tentu membuat traveler semakin memahami konteks global yang selalu berubah. Globalisasi telah memudarkan batas antarnegara, walau tak menghilangkan keunikan budayanya. Pemahaman akan keunikan setiap kota-kota di dunia, dalam beragam aspek, menjadi sangat penting untuk menjaga semangat saling menghormati.

Catatan perjalanan seorang akademisi dalam buku ini menyelipkan banyak pelajaran yang sangat berharga. Meski bukan penulis jalan-jalan, Arif Maftuhin beruntung mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi berbagai negara dan kota-kota di dunia, lalu menuliskan berbagai hal menarik dari kunjungan-kunjungan itu.

Karena bukan seorang travel blogger, Arif Maftuhin tidak cuma menceritakan perjalanan dinasnya, tetapi lebih banyak merekam berbagai pengalaman menarik yang diperoleh dari berbagai kunjungan ke kota dan interaksi dengan manusia di berbagai belahan dunia.

Saat di Amerika Serikat, misalnya. Salah satu kota yang banyak diincar para wisatawan, termasuk dari Indonesia adalah Los Angeles. Selain punya banyak pantai indah dengan cuaca yang tidak begitu dingin, Los Angeles mempunyai Hollywood dan Beverly Hills, dua daerah yang sangat terkenal di seluruh dunia. Pembaca mungkin sudah memiliki pemikiran tentang apa yang ditawarkan Los Angeles lewat film. Buku ini menceritakan, bahwa Los Angeles adalah tempat untuk menikmati dunia secara maksimal dan tempat untuk membuat kenangan.

Pengalaman unik dialami penulis ketika menghadiri Oregon Country Fair, sebuah festival untuk mempromosikan karya seni dan budaya yang diselenggarakan orang-orang hippies di negara bagian Oregon. Lokasinya berbatasan dengan negara bagian Washington. Sebagai orang udik yang jarang bersentuhan dengan budaya Barat, penulis dikejutkan oleh mayoritas pengunjung festival yang telanjang.

Selain kota-kota di Amerika, salah satu kota di Asia yang sempat dikunjungi penulis adalah Bangkok. Ibu kota Thailand itu memiliki banyak tempat wisata yang menakjubkan. Mulai dari wisata budaya, destinasi belanja, hingga street food yang unik. Di antara yang menarik lainnya adalah bangunan masjid dengan arsitektur khas Jawa di Jalan Soi Charoen Rat 1 Yaek 9, Sathorn, Thailand. Masjid ini dikelilingi sebuah perkampungan yang dihuni oleh komunitas keturunan Jawa dengan sisa-sisa budaya asal yang masih melekat.

Dilansir dari National Geographic, masjid tersebut dibangun oleh H. Muhammad Saleh 112 tahun silam dengan tujuan memfasilitasi pekerja umat muslim asal Jawa yang tinggal di Thailand. Pada abad-19 Raja Thailand pernah mendatangkan pekerja yang mayoritas dari Jawa Tengah yaitu Kendal dan Demak untuk membangun masjid dengan gaya arsitektur sama seperti yang ada di Indonesia. Keberadaan masjid tersebut menjadi medium bagi umat Buddha dan Kristen di Thailand agar lebih mengenal Islam.

Orang-orang keturunan Jawa tersebut diberi tanah dan rumah untuk tinggal di sana. Setelah pekerjaan selesai mereka memutuskan bertahan di Thailand dan berpuluh tahun kemudian rumah yang mereka tinggali menjadi perkampungan Jawa dengan dikelilingi modernitas Bangkok. Meskipun sekarang hanya segelintir orang yang bisa berbahasa Jawa, makanan khas Jawa masih akrab di lidah mereka. Beberapa olahan makanan berat seperti sayur asem dan oseng-oseng serta makanan ringan seperti bolu dan nagasari, masih tetap dilestarikan sampai sekarang.

Saat ini orang-orang Jawa di Thailand sudah memasuki generasi ketiga atau keempat, namun penyebutan acara seperti wong mantu, wong mati, dan kenduri juga masih digunakan sehingga menambah kesan kampung halaman di Indonesia. Kampung Jawa di Thailand kurang lebih dihuni oleh sedikitnya 3.000 penduduk dengan mayoritas memeluk agama Islam.

Tak hanya Thailand dan Amerika saja, dalam buku ini pembaca akan disuguhi perjalanan penulis ke kota-kota di Korea, Timur Tengah, Spanyol, Belanda hingga Inggris dan Skotlandia. Sebagai akademisi dan peneliti, penulis selalu berfikir soal novelty (kebaruan) tulisan. Maka, kisah perjalanan mengunjungi ratusan kota-kota dunia dalam buku ini serasa istimewa karena ditulis secara acak, spontan, dan berkesan.

Buku ini bisa dibaca siapa saja yang ingin mendengar cerita dan inspirasi tentang perjalanan ke kota-kota di dunia. Penulis seolah ingin melecut semangat anak-anak muda yang mungkin bermimpi untuk keliling dunia saja tidak berani. Sejauh apapun jarak-jarak kota-kota impian, itu setidaknya menjadi dekat dengan membaca buku ini, sehasta dari mata pembaca.

_________

*) Ahmad Fatoni, pengajar prodi Pendidikan Bahasa Arab FAI-UMM

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image