Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anggun Isnaini

Menganut sistem nilai tukar di indonesia

Ekonomi Syariah | Wednesday, 12 Oct 2022, 20:15 WIB

Nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan bahkan cenderung mengalami apresiasi sebelum Juli 1997 telah mendorong capital inflow yang cukup besar ke Indonesia.Fenomena tersebut merupakan hal yang logis bagi suatu negara yang menganut sistem devisa bebas dan perekonomiannya terbuka karena arus modal akan selalu mengikuti return investasi yang terbesar dan resiko seminimal mungkin.

Nilai tukar rupiah secara simultan mendapat tekanan yang cukup berat karena besarnya capital outflow akibat hilangnya kepercayaan investor asing terhadap prospek perekonomian Indonesia. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah tersebut diperberat lagi dengan semakin maraknya kegiatan speculative bubble, sehingga sejak krisis berlangsung nilai tukar rupiah mengalami depresiasi hingga mencapai 75%.Krisis nilai tukar yang telah berkembang menjadi krisis ekonomi hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir sehingga telah mempengaruhi kinerja perekonomian nasional. Laju pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan dan bahkan telah memasuki masa resesi yang cukup dalam, inflasi meningkat pesat baik karena gangguan produksi maupun karena imported inflation, tingkat pengangguran semakin meningkat dan penduduk yang hidupdi bawah garis kemiskinan semakin banyak, serta permasalahan-permasalahan lainnya.

Bank sentral, dalam upayanya mempertahankan nilai tukar,akan terpaksa melakukan intervensi di pasar valas dan mengurangi jumlah cadangan devisa yang berarti akan mengurangi jumlah uang beredar dan mendorong kenaikan suku bunga domestik, masing-masing kembali mendekati tingkat semula Implikasi kebijakan dari sistem nilai tukar tetap adalah:

• Bank sentral tidak dapat mengendalikan jumlah uang beredar (endogen).

• Bank sentral harus memelihara cadangan devisa dalam jumlah yang memadai.

• Untuk mempertahankan kredibilitas kebijakan nilai tukar tetap dan menghindari terkurasnya cadangan devisa, otoritas moneter dan otoritas fiskal harus menghindar kandiri dari kebijakan yang bersifat inflasioner.

Apabila terjadi tekanan inflasi domestik yang bersifat eksogen baik yang bersumber dari dalam negeri (seperti gangguan pasokan pangan) maupun dari luar negeri (seperti kenaikan harga-harga internasional), alternatif kebijakan devaluasi adalah pilihan yang berat namun harus diambil selama kondisi cadangan devisa tidak memadai untuk mendukung nilai tukar.Bagi suatu negara yang sangat rentan terhadap gangguan eksternal (misalnya karena memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor luar negeri) maupun gangguan internal(misalnya karena sering mengalami gangguan alam), kebijakan nilai tukar tetap merupakan kebijakan yang mengandung resiko tinggi.

Sementara itu, bagi suatu negara yang menganut sistem nilai tukar mengambang,otoritas moneter memiliki keleluasaan untuk mengendalikan jumlah uang beredar karena ia tidak memiliki kewajiban untuk mempertahankan nilai tukar pada level tertentu. Apabila tingkat harga-harga domestik bersifat rigid, suatu kebijakan ekspansi moneter akan mendorong depresiasi nilai tukar dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri sehingga produksi nasional akan terdorong naik.

Dornbusch (1976) memperkenalkan pengembangan dari model Mundell-Fleming untuksistem nilai tukar mengambang dengan memasukkan konsep dinamik dan rational expectations.

Implikasi kebijakan dari sistem nilai tukar mengambang adalah:

• Dalam jangka pendek, bank sentral memiliki keleluasaan dalam mengendalikan jumlah uang beredar (eksogen).

• Bank sentral tidak perlu memelihara cadangan devisa dalam jumlah besar.

• Meskipun kebijakan ekspansioner akan mampu meningkatkan tingkat produksi namun tetap harus memperhatikan daya dukung perekonomian domestik (kapasitas produksi nasional). Jika tidak, kebijakan ekspansioner tersebut pada akhirnya akan mendorong kenaikan laju inflasi.

Salah satu sistem yang banyak dianut adalah sistem mengambang terkendali (managed floating). Dalam sistem ini, target nilai tukar yang ditetapkan oleh otoritas moneter seringkali tidak diumumkan kepada publik dan bersifat fleksibel. Sasaran akhir dari sistem ini biasanya adalah mempertahankan nilai tukar riil pada level yang mampu menjaga daya saing produk dalam negeri. Sistem ini cukup kredibel apabila laju inflasi dapat dikendalikan pada level yang cukup rendah dan pemerintah menjalankan kebijakan ekonomi makro yang berhati-hati. Meskipun tidak sebesar yang dibutuhkan untuk mempertahankan kebijakan nilai tukar tetap, sistem mengambang terkendali masih membutuhkan tersedianya cadangan devisa.

Kebijakan devisa suatu negara berkaitan erat dengan kebijakan nilai tukarnya .Kebijakan devisa bebas biasanya diikuti dengan kebijakan nilai tukar yang lebih fleksibel baik managed floating maupun flexible exchange rate. Negara-negara yang menerapkan sistemnilai tukar tetap umumnya menerapkan kebijakan devisa yang terkontrol, misalnya Cina,Chili dan terakhir adalah Malaysia.

Fungsi Nilai Tukar.

Penentuan sistem nilai tukar merupakan suatu hal penting bagi perekonomian suatu negara karena hal tersebut merupakan satu alat yang dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengisolasi perekonomian suatu negara dari gejolak perekonomian global. Nilai tukar, berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran, dengan sasaran akhir menjaga kecukupan cadangan devisa. Oleh karena itu, dalam menetapkan arah kebijakan nilai tukar tersebut diutamakan untuk mendorong dan menjaga daya saing ekspor dalam upaya untuk memperkecil defisitcurrent account atau memperbesar surplus current account.

Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di IndonesiaSesuai dengan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satutugas Bank Indonesia adalah mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai tukarrupiah. Secara garis besar, sejak tahun 1970 Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilaitukar, yaitu:

a. Sistem Nilai Tukar Tetap (1970-1978) Sesuai dengan Undang-undang No. 32 tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilaitukar tetap dengan kurs resmi Rp250 per 1 USD (sebelumnya Rp45 per 1 USD), sementara kurs mata uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap USD di bursa valuta asing Jakarta dan di pasar internasional

Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem kontrol devisa yang relatif ketat. Paraeksportir diwajibkan menjual hasil devisanya kepada bank devisa untuk selanjutnyadijual kepada pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia. Namun demikian, dalam rezimini tidak ada pembatasan dalam hal kepemilikan, penjualan maupun pembelian valutaasing.

Sistem nilai tukar tetap dengan sistem kontrol devisa pada awal tahun 1970-an masih dimungkinkan karena lembaga keuangan belum berkembang, volume transaksi devisa masih relatif kecil dan belum ada pasar valuta asing serta mata uang rupiah belum menjadi tradable good dan kegiatan spekulasi valas belum ada.

Permasalahan yang Dihadapi Indonesia Saat Ini Sistem nilai tukar mengambang terkendali yang berlaku di Indonesia sejak tahun1978 s.d. 14 Agustus 1997 telah memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan ekonomi. Terlepas dari itu, dalam perkembangannya muncul berbagai permasalahan yangtelah memaksa Indonesia untuk secara bertahap menyesuaikan kebijakan nilai tukar hingga akhirnya beralih ke sistem nilai tukar mengambang.Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam era nilai tukarmengambang penuh (free floating rate),yaitu:

1.Hilangnya kepercayaan dalam dan luar negeri terhadap sistem perbankan dan prospek ekonomi dalam negeri telah mendorong derasnya arus modal ke luar. Dalam kondisiini, built-in automatic adjustment yang seharusnya bekerja melalui pengaruh kenaikan suku bunga domestik terhadap arus balik modal asing sehingga nilai tukar kembali stabil ternyata tidak bekerja efektif karena tidak adanya faktor kepercayaan tersebut.

2.Faktor rendahnya kepercayaan telah membuat harga dari instrumen-instrumen keuangan yang lazim digunakan untuk melindungi nilai ekonomi dari pengaruh fluktuasi nilai tukar (hedging) meningkat sedemikian tingginya sehingga secara ekonomis menjadi tidaklayak untuk digunakan.

3.Kegiatan ekspor yang seharusnya meningkat tajam akibat depresiasi nilai tukar riil yang sangat tajam (hampir 300% hingga bulan Agustus 1998), ternyata menunjukkan kinerja yang tidak sesuai dengan harapan. Sebaliknya, depresiasi nilai tukar riil telah menurunkan impor secara drastis sehingga semakin memperburuk kinerja sektor produksi dan mengurangi pasokan barang di dalam negeri sehingga semakin menambah tekanan inflasi.

4.Jumlah hutang luar negeri yang sangat besar semakin menambah tekanan permintaan terhadap valuta asing.

Satu penelitian yang dilakukan oleh para peneliti ekonomi di Bank Indonesia juga memperoleh kesimpulan bahwa — sepanjang sasaran akhir pengendalian moneter adalah kestabilan harga (single target) — maka pengelolaan sistem nilai tukar mengambang terkendali(managed floating) adalah yang paling tepat untuk diterapkan di Indonesia. Kesimpulan ini didasarkan pada kenyataan bahwa struktur industri kita sarat dengan kandungan imporyang tinggi sehingga perubahan nilai tukar sangat berpengaruh terhadap kestabilan tingkatharga, sementara di sisi lain perubahan nilai tukar hanya berdampak terbatas terhadap kinerja ekspor. Dalam perkataan lain, nilai tukar yang terlalu berfluktuatif lebih banyak berdampak negatif terhadap perekonomian domestik.

Kesimpulan

Berdasarkan kondisi objektif saat ini maka alternatif sistem nilai tukar crawling peg mungkin dapat dipertimbangkan, tentunya dengan komitmen untuk tetap mengendalikan besaran-besaran moneter secara konsisten.Di tengah kebutuhan kita akan modal asing dan cadangan devisa, sistem devisa bebas masih merupakan pilihan terbaik. Namun, sistem devisa tersebut memerlukan sistem monitoring lalu lintas devisa yang komprehensif dan akurat.Sistem devisa bebas yang diarahkan untuk mendukung penerapan sistem crawling peg perlu didukung dengan upaya-upaya tambahan untuk meningkatkan cadangan devisa yang berasal dari ekspor. Hal ini dilakukan dengan memberikan fasilitas/insentif kepadapara eksportir.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image