Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Agil Septiyan Habib

Dua Kunci Kendali Diri Bertahan di Era Disrupsi

Khazanah | Tuesday, 11 Oct 2022, 13:47 WIB

Saat ini adalah sebuah masa dimana kita memasuki era disrupsi atau sebuah era yang disebut dengan VUCA. Volatil, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity. Volatil adalah perubahan yang cepat. Seperti halnya kita ketahui bahwa saat ini semua berjalan serba cepat. Mulai dari sarana transportasi hingga makanan cepat saji.

EnergieDeVie" />
Pengendalian diri menjadi kunci bertahan di era disrupsi| Ilustrasi gambar : pixabay.com / EnergieDeVie

Jalannya arus informasi pun demikian cepatnya melaju hingga sebuah pemberitaan model apapun dalam sekejap bisa diterima oleh siapapun yang tinggal di segala penjuru.

Uncertainty adalah ketidakpastian, pada saat ini semuanya tidak ada yang tahu perkembangan apa yang terjadi esok hari. Sebuah perusahaan yang saat ini begitu jumawa belum tentu besok masih bertahan. Pribadi-pribadi yang kini dipuja bak selebriti kelas dunia, mungkin tidak lama lagi justru menjadi objek cacian.

Tidak ada jaminan bahwa semuanya akan bertahan seperti sebelumnya.

Complexity atau kompleksitas merupakan gambaran nyata begitu kompleksnya realitas hidup di era modern seperti sekarang ini.Jikalau dulu dalam melihat suatu masalah kita cukup memandangnya dari sebuah sisi saja, kondisi itu tidak bisa diberlakukan lagi saat ini mengingat begitu banyaknya faktor dan sektor yang berpengaruh.

Ambiguity atau ketidakjelasan menciptakan bias dan definisi yang samar akan sesuatu. Suatu hal yang buruk terkadang dinilai baik, pun sebaliknya. Persepsi yang dilahirkan memunculkan cara pandang yang berbeda-beda. Benar dan salah menjadi sesuatu hal yang sulit dibedakan, karena hitam tidak lagi terlihat hitam dan putih tidak lagi tampak putih. Semuanya berubah warna menjadi abu-abu. Penuh keambiguan.

Kenyataannya sekarang, kita hidup di era yang seperti itu. Era yang didalamnya mengalami perubahan begitu cepat, penuh ketidakpastian, kompleksitas, dan keambiguan. Inilah realitas yang tidak bisa kita hindari.

Kita tidak bisa melawan perjalanan waktu dan menentang kemunculan sebuah era. Semua itu berada diluar kendali kita. Lantas apa yang bisa kita perbuat di tengah kondisi yang rentan menciptakan tekanan, menghadirkan stres, dan memunculkan kekhawatiran di dalam setiap orang? Bagaimana supaya kita bisa tetap eksis di era ini? Apa yang harus ada didalam diri kita supaya kita memiliki daya tahan diri yang kuat menghadapi era VUCA?

Terdapat dua kunci penting yang sebenarnya sudah ada pada diri kita sejak dulu. Hanya saja hal ini sering kita abaikan dan kita enggan untuk memberdayakannya guna menopang hidup kita. Dua kunci ini adalah kesabaran dan rasa syukur.

Kesabaran merupakan penguat diri agar senantiasa tegar dalam menjalani serangkaian proses kehidupan. Karena realitas hidup menunjukkan kepada kita bahwa terkadang kita berada diatas, dan terkadang dibawah.

Mengharapkan diri untuk selalu berada diposisi atas adalah harapan semu yang mungkin hanya terjadi di angan-angan saja. Dengan begitu banyaknya ketidakpastian, cepatnya perubahan yang terjadi, maka semuanya menjadikan segala hal bisa terjadi. Termasuk orang-orang yang sebelumnya berada di posisi atas bisa seketika terjun bebas di waktu yang lain.

Sehingga tidak mengherankan ada orang-orang yang sebenarnya hidup dengan penuh kecukupan dan menjadi publik figur justru mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Tragis. Sebuah ironi ketika kita tidak bisa melawan realitas yang menyedihkan dalam hidup.

Kondisi dimana seseorang begitu merasa depresi yang berujung di Rumah Sakit Jiwa atau justru bunuh diri adalah contoh ketika kesabaran didalam diri begitu lemah. Kobarannya sudah sangat redup dan bahkan mungkin telah hilang didalam diri. Ketika rasa sabar itu sudah tidak tersisa lagi dan pada saat hadir badai cobaan, maka yang terjadi adalah depresi parah dan keputusasaan tak berujung.

Dalam kondisi sebaliknya, kita beranggapan bahwa dipenuhinya hidup dengan gelimang harta dan kemewahan adalah anugerah besar yang tidak perlu lagi dikhawatirkan. Semuanya seolah akan baik-baik saja.

Kita harus waspada bahwa euforia yang berlebih adakalanya menghadirkan sesuatu yang lebih buruk dikemudian hari. Kita mungkin beranggapan bahwa cobaan itu selalu berwujud kesengsaraan saja, padahal kesenangan yang kita terima pun bisa menjadi cobaan yang lebih berat. Kesenangan mungkin bisa dikatakan sebagai cobaan yang berkamuflase untuk mengelabuhi kita.

Hal inilah yang terjadi pada sebagian pejabat publik kita yang terpedaya oleh manisnya jabatan dan semakin terpuruk dalam kubangan korupsi. Jika kita pikirkan sejenak, apakah yang kurang dari pemenuhan kebutuhan pejabat publik negeri ini? Apakah gaji mereka tidak cukup sampai-sampai masih melakukan korupsi?

Bahkan ketika manusia mendapatkan emas sebesar gunungpun ia masih ingin mendapatkan yang satu lagi. Hasrat kepuasan seperti tidak ada batasnya. Adanya rasa syukur akan menghadirkan batasan yang tepat. Hanya rasa syukur yang dapat membantu kita untuk senantiasa berada dalam kendali.

Generasi yang hidup di era modern ini sangat memerlukan kesabaran dan rasa syukur didalam dirinya agar tidak menjadi budak dari kondisi sekitar. Seharusnya kita yang memegang kendali terhadap diri kita, bukan orang lain apalagi perubahan zaman. Zaman boleh berubah, era boleh berganti, tapi kita harus selalu memiliki kendali penuh terhadap diri kita sendiri.

Salam hangat,

Agil S Habib

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image