Mengenal Delik Pers: Tindak Pidana dalam Dunia Pers
Pendidikan dan Literasi | 2022-10-09 16:55:39Delik adalah tindakan atau perbuatan yang melanggar hukum undang-undang (pidana). Sementara pers adalah media yang mewadahi wartawan dan kegiatan jurnalistik. Maka dari itu, delik pers diartikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang dilakukan wartawan atau lembaga pers.
Dalam dunia pers, delik merupakan sebuah tindak pidana. Meskipun demikian, delik pers bukanlah istilah hukum, melainkan sebutan yang diberikan untuk menamai pasal dalam KUHP. Istilah ini digunakan sebagai rujukan untuk menjelaskan kasus-kasus yang berhubungan dengan pers. Itulah kenapa istilah delik pers tidak tertera dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Penafsiran yang keliru atas pemaknaan istilah ini, membuat keraguan atas banyak pelanggaran yang dianggap sebagai delik pers. Padahal sebenarnya, pelanggaran tersebut adalah delik umum yang kebetulan telah dilakukan oleh pers. Delik pers kemudian didefinisikan pada 3 unsur yang apabila ketiga unsur ini terpenuhi, maka suatu perbuatan dapat disebut sebagai delik pers. Unsur tersebut meliputi : (1) penyebarluasan gagasan melalui barang cetakan, (2) penyebarluasan gagasan memuat pernyataan pikiran atau perasaan seseorang yang mengandung pelanggaran dan dapat dipidana menurut hukum, (3) penyebarluasan gagasan harus terbukti telah dipublikasi.
Unsur pertama pada delik pers, dinilai perlu untuk diperbaharui. Hal ini dikarenakan konsep delik pers hendaknya disesuaikan dengan perkembangan zaman. Terlebih pada saat ini, dunia sudah memasuki era media baru. Penting untuk dibenahi bahwa konsep delik pers tidak terbatas pada barang cetak saja. Tetapi harus meliputi penggunaan media lainnya yang saat ini sudah berkembang dengan begitu pesat. Bahkan, pada kenyataannya banyak media yang digunakan untuk menyuarakan opini yang dapat merugikan orang lain. Sebut saja contohnya media sosial yang semakin hari semakin banyak digunakan. Tidak hanya sebagai tempat berekspresi, tetapi juga tempat menyebar kebencian.
Macam-macam Delik Pers
1. Delik Biasa. Delik jenis ini biasanya berupa tindakan pelanggaran yang dipermasalahkan tanpa adanya aduan atau laporan dari pihak yang dirugikan. Umumnya, delik biasa berkaitan dengan lembaga kepresidenan atas pemberitaan yang dianggap menghina presiden atau wakil presiden. Aparat hukum yang berinisiatif melakukan penyidikan tanpa adanya aduan dari pihak yang dirugikan. Hal ini dilakukan karena jabatan yang disandang tidak memungkinkan sebagai pihak pengadu. Selain itu, sejatinya presiden, wakil presiden, dan instansi negara merupakan simbol negara yang harus dijaga martabatnya.
2. Delik Aduan. Delik jenis ini merupakan kasus pelanggaran oleh pers yang diadukan atau dilaporkan kepada pihak kepolisian. Delik aduan hanya bisa diproses apabila ada aduan atau laporan atas pelanggaran yang dilakukan wartawan atau lembaga pers. Selama tidak ada aduan, maka pihak wartawan atau pers tidak bisa dituntut, digugat, dan diadili.
Kasus delik pers yang sering muncul biasanya disebabkan oleh berita penghinaan atau pencemaran nama baik. Kasus ini dapat dikategorikan sebagai delik aduan. Dalam KUHP terdapat setidaknya 16 pasal yang mengatur soal penghinaan. Namun sayangnya, pasal tersebut seringkali disebut ranjau yang mudah menjerat pers. Ketentuan dalam pasal bersangkutan juga dinilai sangat lentur untuk ditafsirkan. Memungkinkan terjadinya kesalahan tafsir dan berujung merugikan pers itu sendiri.
Dalam pasal 310 KUHP, suatu pelanggaran dapat dikategorikan sebagai penghinaan dan pencemaran nama baik apabila memenuhi unsur berikut : (1) dilakukan secara sadar dan sengaja untuk dipublikasikan kepada umum, (2) bersifat menuduh dimana tulisan tidak disertai bukti pendukung atas tuduhan tersebut, dan (3) pencemaran yang dilakukan telah merusak kehormatan dan atau nama baik seseorang.
Tindakan pelanggaran yang dilakukan seorang wartawan dapat dimintai pertanggung jawaban dan dituntut secara hukum, apabila telah memenuhi 2 unsur berikut : (1) wartawan yang bersangkutan telah mengetahui isi tulisan yang dipermasalahkan dan (2) wartawan yang bersangkutan menyadari tulisan yang dimuat dapat dipidanakan.
Salah satu delik pers yang sempat mencuri perhatian masyarakat adalah kasus Berita Buana pada 4 November 1989. Diketahui harian Berita Buana telah memuat pemberitaan berjudul, "Banyak Makanan Yang Dihasilkan, Ternyata Mengandung Lemak Babi”. Dalam sidang pengadilan, ditemukan bahwa yang bersangkutan tidak berusaha meneliti kebenaran informasi sebelum mempublikasikan berita tersebut. Dengan ini, putusan pengadilan menjatuhi redaktur pelaksana harian Berita Buana dengan hukuman satu setengah tahun penjara. Hal ini berdasarkan Pasal 160 KUHP tentang penyiaran berita bohong.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.