Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nurul Abidah

Jerat Hukum Bagi Pelaku Santet

Hukum | 2025-01-08 17:04:45
Ilustrasi Boneka Santet/Depok Today

Oleh Nurul Abidah-Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Kata santet seringkali ditautkan dengan sesuatu berbau klenik dan magis. Masalah yang berkaitan dengan hal-hal berbau gaib, di mana pada tiap-tiap daerah sangat berbeda penyebutan istilahnya. Misalnya di daerah Jawa Barat terkenal dengan istilah “Teluh”, di Jawa Tengah terkenal dengan istilah “Tenung”, dan di Jawa Timur terkenal dengan istilah “Santet”. Namun bagaimana jika kata santet muncul dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hanya saja dalam KUHP sendiri penyebutan istilah “Santet” lebih diperluas lagi dengan istilah “Kekuatan Gaib”.

Sifat santet yang tak kasat seolah mustahil memiliki sebuah aturan hukum yang merupakan suatu aturan yang mengatur terkait hal hal yang kasat mata dan konkret adanya. Akan tetapi, muncul kontroversi jika santet yang ditautkan dengan hal-hal yang tak kasat mata kemudian menyebabkan seseorang kehilangan nyawanya dengan cara yang tidak wajar. Dari sini muncul kebimbangan dalam masyarakat, disatu sisi masyarakat meyakini bahwa kematian atau hal hal yang terjadi diluar nalar manusia demikian disebabkan oleh santet. Di satu sisi, masyarakat merasa bahwa mereka tidak bisa melaporkan kejadian ini kepada apparat penegak hukum karena tidak adanya bukti yang dapat diajukan secara kasat mata di meja hijau nantinya. Dari kebingungan dan tidak adanya payung hukum dalam menjawab kontroversi dari adanya tindakan santet ini, pemerintah telah mengatur dalam Pasal 252 KUHP.

Pasal 252 KUHP merupakan bentuk baru reformasi hukum pidana Indonesia terkait tindak santet di Indonesia. Pasal 252 KUHP yang berbunyi “ Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. “

Pengaturan santet kedalam KUHP merupakan sebuah bukti nyata bahwa pemerintah menjalankan tugasnya untuk menyediakan payung hukum hingga menjamin kepastian hukum bagi warganya. Dari segi perlindungan masyarakat, Abdul Fickar Hadjar, seorang pengamat hukum pidana, menjelaskan bahwa pasal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari tindakan yang dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental dan fisik akibat praktik santet. Ia menekankan bahwa fokus pasal ini adalah pada tindakan menawarkan jasa yang tidak dapat dipastikan keabsahannya.

Selanjutnya terkait dugaan pelaku santet acap kali mendapatkan ancaman dan upaya praktik main hakim sendiri dengan dalih hanya pada prasaan atau praduga tak beralasan. Dalam jurnal Pembangunan Hukum Indonesia yang diterbitkan oleh Program Magister Hukum Universitas Diponegoro menunjukkan bahwa Pasal 252 dalam KUHP bertujuan untuk mencegah praktik main hakim sendiri di masyarakat. Dengan adanya pengaturan ini, diharapkan masyarakat tidak mengambil tindakan balas dendam terhadap individu yang diduga melakukan santet, sehingga menciptakan stabilitas sosial.

 

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image