Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kamaruddin

Nacional Disaster dan Kanjuruhan, Saksi Kematian Terbesar di Dunia Sepak Bola

Olahraga | Sunday, 02 Oct 2022, 13:06 WIB
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan. ANTARA/Ari Bowo Sucipto

Sepak bola Indonesia kembali berduka setelah sebuah tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Hampir 200 korban meninggal dunia akibat tragedi yang terjadi usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema FC melawan Persebaya, Sabtu, 1 Oktober 2022.

Menurut data Save Our Soccer (SOS), jumlah kematian tersebut adalah yang terbanyak dalam sejarah sepak bola Indonesia. Sebelumnya, total korban tewas dalam sejarah sepak bola Indonesia mencapai 78 orang sejak 1995 hingga 2022 sebelum tragedi Kanjuruhan.

Diduga insiden di Stadion Kanjuruhan bermula dari kemarahan suporter tuan rumah yang tidak terima Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya. Suporter mengamuk masuk ke lapangan, namun mendapat halauan petugas kepolisian.

Menanggapi peristiwa tersebut, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, mengatakan tragedi ini mengingatkannya pada tragedi sepak bola serupa di Estadio Nacional Disaster, Lima, Peru, 1964. Saat itu, 328 orang tewas akibat tembakan gas air mata yang diarahkan polisi ke kerumunan massa lalu membuat ratusan penonton berdesak-desakan dan mengalami kekurangan oksigen.

“Sungguh memilukan 58 tahun kemudian, insiden seperti itu berulang di Indonesia. Peristiwa di Peru dan di Malang tidak seharusnya terjadi jika aparat keamanan memahami betul aturan penggunaan gas air mata," kata Usman, yang dikutip melalui pesan WhatsApp, Minggu, 2 Oktober 2022.

Usman menyampaikan pihaknya menyadari aparat keamanan sering menghadapi situasi yang kompleks dalam menjalankan tugas. Tapi, mereka juga harus memastikan penghormatan penuh atas hak untuk hidup dan keamanan semua orang, termasuk orang yang dicurigai melakukan kerusuhan.

"Hak hidup ratusan orang melayang begitu saja pasca pertandingan bola, ini betul-betul tragedi kemanusiaan yang menyeramkan sekaligus memilukan. Perempuan dan laki-laki dewasa, remaja dan anak di bawah umur, menjadi korban jiwa dalam tragedi ini," tegasnya.

Menurutnya, penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan negara untuk mengatasi atau mengendalikan massa seperti itu tidak bisa dibenarkan sama sekali. Ia meminta kasus tersebut harus diusut tuntas. Bila perlu, bentuk segera tim gabungan pencari fakta.

“Akuntabilitas negara benar-benar diuji dalam kasus ini. Kami mendesak negara untuk menyelidiki secara menyeluruh, transparan dan independen atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh aparat keamanan serta mengevaluasi prosedur keamanan dalam acara yang melibatkan ribuan orang," tegas Usman.

Akiban tragedi itu, lanjutnya, Amnesty International menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban, pun kepada korban luka yang saat ini sedang dirawat dan berharap pemulihan kondisi yang segera.

Kronologis

Berdasarkan laporan sementara, Sabtu 1 Oktober 2022, sekitar pukul 22.00 WIB, setelah pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya usai, suporter Arema melempari para pemain dan official Persebaya yang tengah berusaha masuk ke dalam kamar ganti dari lapangan dengan botol air mineral dan lain lain, dari atas tribun.

Begitu pula saat pemain dan official Arema berjalan masuk menuju kamar ganti pemain, suporter Arema turun ke lapangan dan diduga menyerang pemain dan official Arema. Suporter Arema yang turun ke lapangan semakin banyak dan diduga menyerang aparat keamanan.

Hal ini kemudian memicu aparat keamanan menembakkan gas air mata ke arah tribun suporter Arema, dan membuat suporter di tribun itu berdesakan membubarkan diri keluar stadion lalu terjadi penumpukan massa.

Insiden penembakan gas air mata juga terjadi saat suporter Arema berusaha menghadang rombongan pemain dan official Persebaya yang hendak meninggalkan Stadion Kanjuruhan, tempat pertandingan berlangsung. Aparat keamanan membubarkan suporter dengan menembakkan gas air mata.

Akibat kejadian tersebut, hampir 200 orang, termasuk dua anggota polisi meninggal dunia. Setidaknya 180 orang lainnya menjadi korban luka dan gangguan medis seperti sesak nafas dan saat ini tengah dirawat di sejumlah rumah sakit di Malang.

FIFA Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menyebutkan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion. Bahkan dalam aturan itu juga disebutkan bahwa kedua benda tersebut dilarang dibawa masuk dalam stadion.

Paparan gas air mata menyebabkan sensasi terbakar dan memicu mata berair, batuk, rasa sesak di dada dan gangguan pernafasan serta iritasi kulit. Dalam banyak kasus, efek gas air mata mulai terasa dalam 10 hingga 20 menit.

Namun demikian, efek gas air mata memiliki dampak yang berbeda ke tiap orang. Anak-anak, perempuan hamil dan lansia lebih rentan terhadap efeknya. Tingkat keracunan dapat berbeda pula bergantung dari spesifikasi produk, kuantitas yang digunakan, dan lingkungan di mana gas air mata ditembakkan. Kontak dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan beberapa risiko kesehatan.

Penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat negara berdampak langsung pada hak untuk hidup, yang dilindungi oleh Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang wajib dipatuhi Indonesia sebagai negara pihak.

Oleh karena itu, penggunaan kekuatan harus sesuai dengan perlindungan hak asasi manusia yang ketat sebagaimana diatur secara lebih rinci dalam Kode Etik PBB untuk Pejabat Penegak Hukum (1979) dan Prinsip Dasar PBB tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Pejabat Penegak Hukum (1990).

Penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia diatur lebih lanjut oleh UU Nomor 39/1999 Tentang HAM hingga Peraturan Kapolri tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Polisi (No. 1/2009).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image