Ketika Pertagas Menyulap Kampung Asap
Lomba | 2022-09-22 19:49:16Sunaryati terlihat sibuk menata ratusan ikan di atas rak bambu. Persis di sebelah tungku pengasapan, ibu tiga anak ini tampak cekatan menata ikan-ikan yang ia keluarkan dari dalam tungku.
Tidak berhenti disitu, ibu 53 tahun tersebut mengambil ikan mentah yang sudah di hilangkan sisik dan kotoranya untuk dimasukkan ke dalam rak panggangan kosong setelah ikan sebelumnya diangkat.
Hawa panas dari tungku api yang berjarak hanya beberapa sentimeter di depannya seperti tidak ia rasakan. Kegiatan ini dilakukan mulai jam tujuh pagi sampai jam satu siang. Setiap hari Sunaryati dan lima pegawainya mengasap ikan di rumahnya, Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo.
“Saya sudah bertahun-tahun kerja seperti ini. Selama pengasapan harus dijaga, jangan sampai terbentuk api, karena memengaruhi mutu ikan asapnya. Selain itu ikan dibolak-balik, jangan sampai gosong, agar hasil asapanya bagus,” ujar perempuan kelahiran 8 Juni 1970 ini pada Kamis (22/9/2022).
Di luar tempat pengasapan, terlihat beberapa pegawainya nampak sibuk membersihkan ikan mentah. Ikan Lele, Keting, Bandeng dan Mujaer yang baru datang dari tambak, mereka bersihkan satu persatu.
“Setiap hari rata-rata satu kwintal. Ikan semua kami ambil dari tambak,” kata Sunaryati disela kesibukannya menata ikan yang akan diasap.
Ia mengaku selama pandemi tidak ada penurunan penjualan yang signifikan. Namun ada sedikit kendala saat ada kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
“Sebenarnya kalau penurunan sih tidak, cuma yang menjadi masalah adalah proses distribusinya. Karena ada kebijakan PPKM, sehingga kami menyesuaikan jam oprasional pasar saja,” katanya.
Bukan hanya Sunaryati, sejumlah pengasap ikan di Desa Penatarsewu merasakan hal yang sama. Dari sekitar 80 tempat pengasapan tidak ada kendala ekonomi karena pandemi Covid-19. Kampung ikan asap tetap mengepul selama pandemi.
Kontribusi Pertagas
Di tempat terpisah, Muhammad Ro’sis Kasi Pemerintahan Desa Penatarsewu menyebut bahwa hampir semua tempat pengasapan di desanya adalah binaan PT Pertamina Gas (Pertagas). Sebelumnya, menurut Ro’sis, masyarakat menggunakan alat tradisional sehingga hasil produksi tidak maksimal.
“Dulu cerobong asap dari seng, sehingga gampang terbakar dan tidak awet. Karena alat produksinya masih sangat tradisional, cerobong asap juga tidak efektif, sehingga asap menyebar kemana-mana dan cukup menganggu warga. Karena kondisi seperti itu, akhirnya desa ini dijuluki kampung asap,” ungkapnya.
Kondisi mulai berubah ketika pada tahun 2017 Pertagas memberikan dana CSR-nya untuk kampung ikan asap Panatarsewu. Perusahaan plat merah tersebut berkontribusi besar dalam pembuatan cerobong dan tungku pengasapan dari bata, pemberian cooler box hingga memperbaiki lantai ruang pengasapan agar lebih layak.
“Selain itu ada bantuan lain, seperti pemberian pinjaman dengan bunga ringan, penanganan sampah dari limbah produksi, dan yang terbaru adalah pembangunan resto apung, yang sekarang menjadi BUMDes Penatarsewu,” kata pria 60 tahun ini.
Bantuan-bantuan tersebut menurut Ro’sis berhasil mendongkrak produksi ikan asap yang berkualitas. Namun dalam perjalanannya penambahan jumlah produksi ini justru menjadi masalah bagi warga.
“Karena jumlah stok melebihi permintaan maka yang terjadi adalah ikan asap hasil produksi warga tidak terserap dengan baik di pasaran. Melalui proses diskusi bersama akhirnya muncul ide untuk membangun Resto Apung Sewu Barokah untuk mengatasi masalah tersebut,” kata Ro’sis.
Bantu Kelola Resto Apung
Resto apung dibuka pada tahun 2019 tidak lepas dari peran Pertagas. Efeknya cukup positif, selain menjadi destinasi wisata kuliner baru, Resto ini sebagai tempat untuk memasarkan hasil ikan asap yang melimpah dari warga.
“Dulu ketika akan mendirikan resto, pihak Pertagas memberikan pelatihan memasak beragam olahan ikan. Tidak hanya belajar mengolah ikan asap, para warga Penatarsewu juga mendapat pelatihan mengolah jenis bahan baku lain, seperti udang dan cumi,” cerita Arif Budi, Pengelola BUMDes Penatarsewu.
Pelatihan dilakukan demi meningkatkan skill dan kesiapan mengelola resto apung. Sampai sekarang resto ini adalah aset desa, dan menjadi bagian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
“Namun sayang, baru beberapa bulan berdiri, datang pandemi. Meski demikian resto apung masih bertahan sampai sekarang. Dengan strategi digital marketing, kami tetap bisa bertahan. Kami membuka layanan catering secara online. Dari situ, resto apung ini tetap eksis sampai saat ini, dan semoga akan lebih sukses lagi,” pungkas Arif.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.