Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Itsbatun Najih

Mendaras Keindahan Kalam Ilahi

Sastra | Monday, 19 Sep 2022, 00:12 WIB

Memahami petuah dan larangan dalam Firman-Nya menyibakkan sisi lain perihal bagaimana “strategi” dalam penyampaiannya. Dengan kata lain, ritus mengkaji Kitab Suci tidak sekadar pada babakan ibadah, teologi, dan hukum-hukum (syariat). Melainkan juga, pada aspek kebahasaan-kesusastraan yang menjadi kunci terbentuknya komunikasi efektif antara Tuhan dengan manusia.

Di sinilah Alquran dipelajari dan sekira mencapai konklusi berupa ekspektasi untuk merasakan pesona yang tiada tara keindahan Bahasa-Nya. Mengingat terkandung kesusastraan yang tinggi, mestinya lebih semarak untuk diwedarkan setelah agama tampak lebih banyak diuar dari sisi dogma-dogma. Sememangnya bagi pembaca pada umumnya, guna bisa merasakan pesona keindahan Kalam-Nya, mestinya disorongkan terlebih dahulu cakap bahasa Arab.

Namun, gambaran ideal di atas, pada praktiknya di kalangan masyarakat ‘ajam (non-Arab), toh tetap bisa dicecap meski tidak sampai derajat maksimal. Kendati begitu, membincang kesusastraan Alquran pada tataran praktisnya, tampak membuncah dilakukan para sarjana muslim di bidang kebahasaan. Hingga hari ini, meskipun masih terbilang sedikit, kajian kesusastraan Alquran terus digalakkan. Penerjemahan atas karya-karya studi bahasa/sastra Alquran ke dalam bahasa Indonesia kian intens.

Moh. Zahid dalam karya terbarunya ini, termasuk salah satu sarjana muslim Indonesia yang tekun mempelajari aspek keindahan bahasa Alquran. Penulis prolifik kelahiran Sumenep, Madura, ini mengetengahkan bahasan perihal kemenarikan awal surah Alquran (fawatihus suwar). Ada 114 surah Alquran; dan Zahid tekun meneliti khususnya pada ayat pertama dan atau sejumlah ayat di bagian awal surah. Zahid berargumen, fawatihus suwar merupakan bagian penting dari struktur surah dalam Alquran (halaman: 263).

Paparan Zahid, ada sisi keindahan dan aspek urgensi atensi di dalamnya. Posisi serta gaya pengungkapannya serupa intro pada feature. Menariknya, Zahid mengaitkan fawatihus suwar dengan kajian Komunikasi Massa; bahwa intro surah terbukti efektif memengaruhi komunikan pada efek primer. Yakni, dapat menarik perhatian pembaca Alquran dengan segala efeknya. Pembaca mungkin akan mengambil tamsil paling gamblang seperti awal surah yang terdiri atas sejumlah huruf hijaiyyah (tahajji) --yang tidak dapat diterjemahkan.

Surah Albaqarah yang diawali dengan tiga huruf: alif, lam, dan mim, bagi tema fawatihus suwar, senyatanya menyimpan aspek kesusastraan tinggi. Langkah Zahid memasukkan pula kajian Komunikasi Massa, turut terbilang anyar lantaran menyandingkan sesuatu yang selama ini tampak belum dikaji. Diktum Komunikasi Massa yang dipilih Zahid, menjadi relevan mengingat Alquran turun pada masyarakat yang masyhur akan capaian kesusastraannya.

Sejarah mengabarkan bahwa pada dinding Kakbah, tertempel bait-bait syair terbaik dari penyair Arab kala itu; sebelum masa Alquran. Dan benar saja, Zahid mewedarkan bahwa penduduk Mekkah terutama para penyair terkemuka, terpikat dengan bentuk awal surah macam awal surah Albaqarah. Ada rasa keingintahuan besar terhadap pola awalan semacam itu yang terkata belum pernah ada sebelumnya. Keterpesonaan pada pola huruf alif, lam, dan mim, menjadikannya untuk terus menyimak ayat-ayat berikutnya. Hal inilah yang disimpulkan sebagai tamsil bentuk komunikasi efektif dalam kajian Komunikasi Massa.

Selain model tahajji, ada sepuluh bentuk fawatihus suwar yang berpunya spektrum keindahan yang khas. Zahid mencoba mengemasnya dengan bahasa membumi. Dengan artian, pembaca yang awam terhadap bahasa Arab sekalipun, bisa memahami apa yang dimaksudkan oleh penulis buku. Walhasil, problem sosiolinguistik semacam ini senyatanya mampu dijembatani dengan kehadiran buku berjenis referensi ini yang bisa dikata total menggunakan bahasa Indonesia. Ditambah penyisipan atas kajian lintas keilmuan seperti Komunikasi Massa sebagai nilai tambah dan padu-padan, memkonfirmasi bahwa Kalam Ilahi bersifat terbuka, inklusif, dan relevan di semua zaman.

Data buku:

Judul: Ragam Fawatih As-Suwar

Penulis: Dr.H. Moh. Zahid

Penerbit: Rosda, Bandung

Cetakan: Pertama, April 2022

Tebal: 290 halaman

ISBN: 978-602-446-619-0

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image