Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gani Koto

MUNGKINKAH KEBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI FINTECH SYARIAH?

Lomba | Tuesday, 30 Nov 2021, 23:24 WIB
Foto 1: Pemberdayaan Perempuan di Sektor UMKM melalui Fintech Syariah || Sumber Foto: Media Indonesia

Ketimpangan Gender dan Kemiskinan

Pada bulan Maret 2021, World Economic Forum (WEF) mengeluarkan Global Gender Gap Report 2021. Indeks kesenjangan gender global ini dirancang untuk mengukur kesetaraan gender. Dari laporan tersebut tercatat Indonesia berada di peringkat 101 dari 156 negara. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat ketimpangan gender di Indonesia masih tinggi menjadi hambatan bagi perempuan Indonesia untuk bisa mendapatkan hak baik dari sisi sosial hingga ekonomi. Salah satu bukti nyata adalah tingkat kemiskinan perempuan di Indonesia lebih tinggi hampir di semua tingkatan umur dan hampir di semua wilayah jika dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini didukung oleh data yang dipublikasi oleh BPS.

Pada tahun 2019, sebesar 9,63 persen perempuan di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Sedangkan persentase penduduk laki-laki yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional sebesar 9,18 persen. Berarti, sebesar 0,43 persen perempuan hidup di bawah garis kemiskinan nasional lebih tinggi dibanding laki-laki di Indonesia. Di tahun berikutnya 2020, persentase perempuan Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan nasional sebesar 9,96 persen. Dengan kata lain, terjadi peningkatan persentase sebesar 0,33 persen perempuan Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Hal ini masih menjadikan kemiskinan di Indonesia didominasi oleh perempuan.

Keberpihakan Islam dalam Penuntasan Kemiskinan

Kemiskinan menjadi masalah paling serius yang tengah dihadapi oleh masyarakat dunia. Termasuk Indonesia, sampai saat ini kemiskinan menjadi permasalahan yang tidak kunjung usai. Kemiskinan yang disertai kelaparan yang diderita oleh jutaan orang di Indonesia menuntut disegerakannya solusi dari masalah tersebut. Mengutip dari hasil penelitian Hakim dan Syaputra (2020) terkait kemiskinan, para pakar sosial membagi faktor penyebabnya kedalam tiga bentuk kemiskinan yaitu, kemiskinan natural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural, Lantas, bagaimana respon dan keberpihakan Islam terhadap masalah kemiskinan ini ?

Dalam Al-Qur’an yang diyakini sebagai sumber hukum tertinggi umat Islam, Allah SWT tidak pernah menjelaskan bahwa kemiskinan yang menimpa umat manusia disebabkan karena tidak adanya sumber daya yang memadai (kemiskinan natural). Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa Allah SWT telah memberikan segala fasilitas (khususnya SDA) yang mencukupi untuk kebutuhan hidup manusia, dan menjadikan bumi ini mudah untuk dimanfaatkan oleh manusia (QS. Al-Mulk: 15). Dengan kata lain tidak ada kemiskinan natural dalam Islam karena fasilitas dan sarana (khususnya SDA) telah Allah berikan sangat cukup untuk kebutuhan manusia.

Tetapi, jika yang demikian masih mengakibatkan manusia terbelenggu dalam masalah kemiskinan, maka faktor penyebab utamanya berasal dari manusia itu sendiri (human eror) terkait sikap hidup yang tertanam dalam diri mereka seperti malas dan bekerja tidak sungguh-sungguh, boros dan berlebih-lebihan, kikir dan tidak mau berbagi dengan sesama, serakah di dalam mencari harta sehingga memunculkan kerusakan di muka bumi, serta adanya sistem dan struktur yang dibangun pada suatu masyarakat yang jauh dari nilai-nilai keadilan dan penuh dengan diskriminasi dan eksploitasi.

Lantas, apa solusi dari Al-Qur’an terkait kemiskinan ini? dikutip dari penelitian Hakim dan Syaputra (2020), Al-Qur’an sebagai sumber hukum tertinggi Islam memberikan solusi penuntasan kemiskinan melalui dua jalur. Pertama, petunjuk Al-Qur’an yang ditujukan kepada personal umat Islam tentang sikap hidup yang seharusnya dijalani bagi kebaikan dirinya sendiri. Dan kedua, petunjuk Al-Qur’an tentang sikap dan prilaku yang semestiya dilakukan terhadap orang lain. Dalam petunjuk Al-Qur’an jalur yang kedua ini berangkat dari dasar pemahaman Islam tentang harta dan kekayaan.

Allah SWT merupakan pemilik hakiki atas harta, sehingga tidak ada hak mutlak yang dimiliki manusia atas harta yang ia dapat. Dengan demikian sangat tegas Islam menjelaskan bahwa di dalam kepemilikan harta seseorang terdapat hak orang lain yang harus dipenuhi sebagaimana yang telah dijelaskan dalam QS. Adz-Dzaariyat ayat 19. Oleh karenya, sangat jelas untuk dapat dipahami bahwa harta di dalam pandangan Islam memiliki fungsi sosial di dalam masyarakat dan tidak membenarkan segala bentuk monopoli ekonomi serta penimbunan harta (al-ihtikar) yang dapat menyengsarakan masyarakat luas agar harta itu tidak hanya berputar di antara orang-orang kaya saja (QS. Al-Hasyr ayat 7). Salah satu bukti konkrit implementasi Islam dalam menuntaskan masalah kemiskinan yakni menganjurkan umatnya agar mau berbagi dan memberikan sebagian hartanya melalui zakat, infaq, dan sedekah (ZIS).

Potensi dana ZIS terhadap Perekonomian

Berdasarkan data publikasi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), pada tahun 2018 tercatat dana ZIS yang dikumpulkan mencapai Rp 8,1 triliun yang sebagian besarnya dihimpun dari zakat penghasilan sebesar 40,68 persen, sisanya zakat maal organisasi 6,07 persen, zakat fitrah 13,71 persen, infak dan sedekah 29,61 persen. Kemudian, tahun selanjutnya 2019, realisasi dana ZIS yang terkumpul sebesar 10,22 triliun, meningkat sebesar 2,12 triliun lebih banyak di banding tahun lalu dengan persentase kontribusi paling besar yaitu zakat penghasilan sebesar 38,6 persen, sisanya zakat maal orgnasisasi 3,0 persen, zakat fitrah 13,7 persen, infak dan sedekah 32,2 persen. Namun, jumlah tersebut jika dibandingkan dengan potensi zakat sebesar Rp 233,8 triliun (Puskas Baznas), maka realisasi pengumpulan ZIS masih sangat kecil yakni sekitar 3,4 hingga 4,3 persen saja.

Kemudian, Baznas juga merilis data penyaluran dana ZIS tahun 2018 dan 2019 berdasarkan bidang program. Beberapa bidang program yang menjadi prioritas penyaluran dana ZIS, satu diantaranya yakni bidang program ekonomi. Penyaluran dana ZIS di bidang ekonomi biasanya bersifat produktivitas. Bagaimana mustahik dapat diberikan modal usaha, pelatihan kewirausahaan agar menciptakan ekonomi kreatif, dan kemudian di bimbing hingga bisa menjadi mustahik yang mandiri dan sejahtera dan terlepas dari ketergantungan dana ZIS. Salah satu contoh penyaluran dana ZIS di bidang ekonomi ini dapat diberikan kepada UMKM. Di tahun 2018, penyaluran dana ZIS di bidang ekonomi sebesar Rp.552 miliar atau hanya digunakan 10 persen dari total dana yang terkumpul, Di tahun 2019, penyaluran dana ZIS digunakan untuk bidang ekonomi sebesar Rp. 841.2 miliar atau digunakan 13,5 persen dari total dana terkumpul.

Jika penyerapan/pengumpulan dana ZIS dapat dioptimalkan, tentu penyaluran dana ZIS khususnya di bidang ekonomi juga akan semakin optimal sehingga masyarakat akan sangat terbantu agar bisa mendirikan usaha untuk kemandirian ekonomi mereka. Dengan begitu, secara perlahan kemiskinan dapat ditekan dan secara agregat berkontribusi meingkatkan pertumbuhan ekonomi.

Mungkinkah Pengumpulan dan Penyaluran ZIS dapat Optimal melalui Fintech Syariah?

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab tidak optimalnya pengumpulan dana ZIS. Pertama, masyarakat masih terbiasa menyalurkan dana ZIS secara langsung atau melalui kyai dan masjid. Kedua, publik masih belum terlalu mengetahui organisasi pemerintah yang bertugas khusus mengumpulkan dana ZIS, sehingga kebanyakan mereka masih mengumpulkannya secara perorangan daripada melalui organisasi.

Penyaluran zakat langsung maupun amil zakat perorangan seringkali tidak sesuai prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan. Ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah strategi Baznas dalam digitalisasi pengelolaan ZIS yang tidak memasukkan platform fintech Syariah ke dalam pengumpulan dan penyaluran ZIS. Kenapa? Hasil penelitian Lucky Nugroho (2019) menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan ZIS menggunakan sebelum dan sesudah fintech adalah tidak sama (berbeda). Pertumbuhan pengumpulan dana ZIS dengan menggunakan fintech akan lebih besar.

Artinya, dengan penggunaan fintech akan mempengaruhi jumlah penerimaan ZIS jauh lebih optimal. Itu berarti ketika Baznas mengaplikasikan fintech dengan prinsip Syariah ke dalam strategi digitalisasi pengelolaan danaZIS, tentu sangat mempermudah dan memperlancar Baznas dalam mengumpulkan dana ZIS, karena memiliki multiplayer effect yang lebih besar.

Kemudian, OJK mencatat sebanyak 80% pembiayaan yang diberikan oleh layanan jasa fintech Syariah digunakan untuk pembiayaan produktif. Hal ini menggambarkan dengan jelas bahwa penggunaan fintech Syariah dalam aktivitas produktif (bidang ekonomi) sudah sangat tepat dan terkontrol. Sehingga apabila Baznas menggandeng fintech Syariah dalam strategi digitalisasi pengelolaan ZIS, maka pengumpulan dana ZIS akan sangat optimal dan penyaluran dana ZIS untuk bidang ekonomi yang bersifat produktif akan semakin besar dan merata diberbagai wilayah di Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Prestama (2019) menunjukkan bahwa fintech Syariah ikut mendorong penyaluran pendanaan berbasis syariah diberbagai daerah di Indonesia yang hampir seluruh nasabahnya adalah UMKM.

Kenapa Harus dengan Perempuan dan UMKM?

Perempuan memegang peran penting khususnya dalam kesejahteraan ekonomi keluarga. Namun, Perempuan tidak hanya berkontribusi pada keluarga atau komunitas saja, tapi juga perekonomian nasional. Salah satu bukti bahwa perempuan memegang kontribusi penting terhadap perekonomian nasional yaitu hadirnya perempuan yang mendominasi UMKM di Indonesia. Di lansir dari Republika, Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kementrian Kominfo, Septriana Tangkary menyatakan bahwa kontribusi perempuan untuk perekonomian Indonesia, terutama pada UMKM adalah sebesar 64,5 persen jauh lebih tinggi jika dibandingkan keterlibatan laki-laki dalam UMKM.

Di sisi lain, sejak krisis 1997 UMKM telah menunjukkan ketahanan luar biasa dan memiliki kinerja yang sangat baik dalam pengelolaan krisis dibandingkan dengan usaha menengah dan besar. Kemudian, UMKM dinilai lebih mampu beradaptasi. Melansir dari KetikUnpad.ac.id, Penelitian yang dilakukan United Nation Development Programme (UNDP) dan Universitas Indonesia menemukan fenomena unik pada UMKM di Indonesia. Berdasarkan riset, UMKM yang dikelola oleh perempuan ternyata lebih mampu bertahan dan beradaptasi dengan teknologi digital selama pandemi. UMKM juga dinilai sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia.

Sehingga, apabila Menilik lebih dalam pada UMKM, berdasarkan laporan terupdate Kementerian KUKM merilis data jumlah pelaku UMKM Indonesia di tahun 2019, Indonesia memiliki 65,5 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dimana jumlah itu meningkat 1,98% dibandingkan tahun 2018. UMKM juga mampu menyerap 119,6 juta orang atau 96,92% dari total tenaga kerja Indonesia. Angka ini meningkat 2,21% dari tahun sebelumnya (yoy), serta sumbangan UMKM Indonesia di tahun 2019 sebesar 60,51% terhadap produk domestik bruto (PDB) atas harga berlaku dan 57,14% terhadap PDB atas harga konstan. Sumbangan ini sedikit rendah dibandingkan sumbangan UMKM tahun lalu. Meski demikian, data dans sejarah mencatat bahwa perkembangan UMKM di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Dengan begitu, sangat disarankan apabila pemerintah Indonesia ingin menuntaskan masalah kemiskinan termasuk yang didominasi oleh perempuan, serta meningkatkan kualitas perempuan melalui pemberdayaan di sektor UMKM agar dapat memperkokoh perekonomian nasional, salah satu cara yang dapat diimplementasikan adalah dengan menggandeng fintech Syariah sebagai platform eksternal Baznas berbasis digital untuk mengoptimalkan pengumpulan dan penyaluran dana ZIS ke dalam strategi digitalisasi pengelolaan dana ZIS yang dirancang oleh Baznas. dengan begini, hadirnya fintech Syariah merupakan muayida/pendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional serta stabilitas sistem keuangan Syariah Indonesia.

Selain itu, agar dapat mempercepat kesejahteraan umat, tentunya masyarakat harus mengoptimalkan pemanfaatan fintech Syariah. Masyarakat khususnya kaum perempuan harus diberikan edukasi terkait literasi dan inklusi keuangan Syariah serta pemahaman tentang fintech Syariah. Mengingat indeks literasi keuangan Syariah Indonesia sendiri masih di bawah 10 persen, tepatnya berada di angka 8,93 persen. Artinya, melek keuangan Syariah yang berkaitan dengan cara mengetahui secara gamblang produk dan jasa keuangan Syariah di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini tentu akan mempengaruhi sikap seseorang dalam mengambil keputusan ekonomi sesuai dengan Syariah.

#DanaZIS #PemberdayaanPerempuan #UMKM #FintechSyariah

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image