Sikap yang Mendukung Kondisi Mindfulness
Gaya Hidup | 2022-09-11 09:38:22Beberapa tahun terakhir, mulai viral istilah mindfulness, atau jika terjemahkan bebas adalah ketenangan pikiran serta kedamaian hati. Terminologi ini, seakan menjadi semacam tujuan akhir dari beragam aktivitas. Seperti ungkapan, mengapa Anda melakukan hal ini dan itu? Pertanyaan ini sering dijawab “untuk mencari mindfulness”.
Maka ragam aktivitas yang ‘diduga’ kuat bisa mendatangkan mindfulness, semakin ramai dicari, seperti wisata religi, traveling ke pedesaan, meditasi di alam terbuka, berendam dll, Bagaimana hasilnya? Sejatinya belum pernah ada penelitian yang super akurat terkait hal ini. Namun demikian, faktanya adalah bahwa para pencari ketenangan hati ini terus bergerak dengan beragam aktivitasnya.
Namun apakah mindfulness itu sendiri? Dilansir dari website www.mindful.org, dikatakan bahwa Mindfulness is the basic human ability to be fully present, aware of where we are and what we’re doing, and not overly reactive or overwhelmed by what’s going on around us.
Sementara definisi lain berbunyi Mindfulness means paying attention in a particular way; on purpose, in the present moment, and nonjudgmentally.” - Dr. Jon Kabat-Zinn (1991) dalam Parth Naik dkk (2013)
Kajian dari (Arif, 2016) mengungkapkan setidaknya terdapat tujuh sikap yang kondusif bagi kondisi mindfulness yaitu: Non-judging, Patience, Beginner’s mind, Trust, Non-striving, Acceptance, Letting go. Berikut kupasan singkat dan analisa umum dari penulis terkait masing-masing sikap tersebut
1. Non judging (tidak menghakimi).
Secara umum maknanya adalah tidak menghakimi, yaitu tidak membeda-bedakan pengalaman yang satu dengan yang lain. Seperti disadari bersama bahwa “pengalaman eksternal” akan terus datang tanpa bisa dicegah. Maka, berupaya untuk selalu menghakiminya diyakini tidak akan membawa hasil yang signifikan pada ketenangan pikiran. Maka, ini sikap untuk menerima apa adanya pengalaman yang datang.
Dengan menerima apa adanya dan tanpa melekat kepadanya[1], pengalaman apapun akan berlalu, sehingga ketika yang menyenagkan lewat, si pribadi tidak murung dan kehilangan. Sementara ketika yang tidak menyenangkan datang, si pribadi juga tidak terpuruk
2. Patience (sabar). Ketenangan hati dimulai ketika individu menghayati bahwa ketergesaan dan kerusuhan batin justru akan mengeruhkan situasi. Sebaliknya kesabaran, akan membawa pada kejernihan pikir. Orang yang terbiasa bersabar, tidak langsung mengambil sikap tertentu terhadap sebuah situasi, dan cenderung memendamnya terlebih dahulu dengan tidak tergesa-gesa, akan cenderung memiliki ketenangan hati.
3. Beginner’s mind (cara pandang seorang pemula). Nomor tiga ini adalah hal yang unik. Yaitu bagaimana individu, terhadap berbagai situasi, memandangnya tidak dengan cara ‘sok tahu’ melainkan cara pandang pemula atau ‘orang baru’. Sehingga, terhadap beragam peristiwa yang menimpanya, ia tidak mendahulukan prasangkanya, namun bertindak seakan orang yang baru mengalami peristiwa tersebut. Seringkali, hal ini membebaskannya dari penjara batin yang tidak perlu terjadi
4. Trust (percaya). Sejatinya, mindfulness adalah sebuah ekspolasi dan perjalanan panjang yang relatif abstrak hasilnya, sehingga seseorang perlu menjalaninya dengan kesabaran dan kepercayaan penuh (bahwa dirinya sedang menuju ke sebuah kondisi yang lebih baik). Iman Setiadi (2016) menyatakan bahwa tanpa percaya, seseorang akan akan lama menjalani perjalanannya dan akan mundur sebelum hasil yang diharapkannya mulai berbuah.
5. Non-striving (tidak ngotot). Secara umum, poin ini dipahami bahwa ketika seseorang sedang ‘ngotot’ mengejar sesuatu, maka pada saat itu ‘ketenangannya berkurang’. Maka bukan berarti seseorang tidak boleh ngotot mengejar sesuatu yang diinginkan, namun ia hanya perlu menyadari konsekuensinya.
6. Acceptance (menerima). Sikap ini memiliki keterkaitan erat dengan sikap sebelumnya, yaitu berarti menerima apapun yang terjadi dan tidak melekat kepadanya. Pada ajaran Islam, konteks ini disebut menerima apa yang ditakdirkan Allah Subhanahu wa ta’ala kepadanya, dan menyakini sepenuhnya bahwa Allah-lah yang menentukan segala sesuatu yang terjadi di dunianya ini dan pada kehidupannya.
7. Letting Go (tidak melekat, melepaskan segala sesuatu). Terkait sikap ini, bahasa remaja jaman sekarang adalah #MoveOn, yaitu bergerak meninggalkan hal-hal yang telah dialami sebelumnya, serta membiarkannya menjadi masa lalu.
[1] Iman Setiadi Arif. 2016. Psikologi Positif: Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan. Jakarta. Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.