Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Imron Supriyadi

Keringat Sambo, Mengalir Sampai Jauh...

Sastra | Saturday, 10 Sep 2022, 13:20 WIB

Oleh Imron Supriyadi

Sudah menjadi tradisi yang tidak terjadwal, hampir setiap malam, Gus Pri, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Rahmat Palembang menerima sejumlah tamu tak diundang dari berbagai status sosial.

Konsekuensinya, hampir setiap hari Gus Pri harus menjadi "aktor dadakan" yang wajib melayani tamu dari semua kelas. Apalagi Gus Pri bukan seorang psikolog yang punya kecerdasan membaca karakter dari gejala jiwa tamu yang datang.

Sehingga Gus Pri selalu melakukan improvisasi karakter untuk menghadapi para tamu yang punya latar belakang berbeda, termasuk malam itu.

Sekitar pukul 19.30 WIB ba'da Isyak di awal September 2022, seperti juga biasanya obrolan kami bergulir tanpa tema. Semua mengalir seperti air. Tapi di tengah obrolan itu, ada saja yang melempar tema, tanpa menimbang siapa yang akan menanggapi.

Ya, sebatas nyeletuk sekenanya saja. Kalau ada yang tertarik, bisa menjadi bahasan panjang. Kalau tidak, terputus sesaat lalu beralih ke topik lain. Tak ada hubungannya antara satu dan lainnya.

Sementara, hari itu Gus Pri sudah sejak pagi sampai ba'da ashar melayani tamu yang berbincang dengan ragam persoalan. Sejak tarekat sampai syariat, batal dan tidaknya kentut di air saat berpuasa, konflik rumah tangga, ijazah paket sekolah, sekolah gratis, ngurus jenazah, izin operasional pesantren dan lain sebagainya.

Malamnya bersama beberapa seniman dan tamu lain, kali itu Gus Pri melempar isu lain yang jauh dari bahasan ritual agama. Kasus Sambo spontan disodorkan dalam obrolan kosong malam itu. Sebagian sudah mengetahui status Ferdy Sambo, sosok jenderal polisi bintang dua yang kini menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J (Yoshua).

Kali itu, Gus Pri sedang ingin menghibur otaknya dengan isu terkini yang sedang hangat jadi perbincangan. Tapi diam-diam, Gus Pri juga sedang dan mengajak beberapa seniman harus banyak Iqro' (membaca) realitas, sehingga karya yang muncul juga cerdas dan mencerdaskan. Sebab kata Mang Sumar, salah satu penyair di Palembang, karya seniman apapun bentuknya sangat dipengaruhi dari bacaan atau referensi yang dimiliki seniman.

"Kedalaman karya teks seniman, apalagi karya yang mengedepankan pesan nilai dan filosofi dalam karya, seniman harus banyak referensi dan wajib banyak membaca, baik tekstual maupun kontekstual. Makanya, wahyu pertama yang diturunkan perintah Iqro' (membaca)," ujar Mang Sumar dalam sebuah obrolan, beberapa bulan silam.

Malam itu, Gus Pri seketika membaca deretan berita terbaru kasus Sambo. Sontak saja, beberapa tamu menghentikan perbincangannya.

"Mas Bro, ini ada kabar terbaru tentang Sambo?" sela Gus Pri membuat sejumlah tamu pecah fokus dengan tema obrolan sebelumnya.

"Apa Gus," ujar Tris, seniman enterpuener yang seolah tertarik dengan pancingan obrolan tentang Sambo.

"Sekarang cerita berbaik ke Kuat Makruf dan Putri Candrawati. Mereka yang dituduh menjadi otak pembunuhan Yoshua?" Gus Pri masih meneliti berita di internet. Dengan seksama, Gus Pri membaca baris per baris deretan kata di tubuh berita itu.

"Nah, disini pelecehan seksual tidak lagi ke Yoshua, tapi ke Kuat Makruf dan Putri Candrawati. Bukan pelecehan seksual, tapi perselingkuhan mereka," Gus Pri menjelaskan informasi itu.

"Kalau aku dari awal sudah menduga, cerita pelecehan seksual Yoshua ke Putri itu hoax! Bohong! Sebab Yoshua itu kan sudah dianggap anak oleh Sambo, masak tega-teganya ada anak yang kurang ajar sama orang tuanya? Apalagi dia itu kan bawahan Sambo. Yoshua itu kepercayaan Sambo. Kalau di TNI dan Polri, setahu aku, anak buah harus tunduk dan patuh pada atasannya. Sambo itu jenderal, lho! Sementara Yoshua kan brigadir! pangkatnya jauh lebih rendah dari Sambo. Itu dak mungkinlah. Itu akal-akalan Sambo supaya ada alasan membunuh Yoshua. Tapi pasti ado motif lain," ujar Mang Yus, seniman teater, yang rutin mengikuti kabar Sambo.

"Sekarang isunya bergeser, bukan Yoshua, tapi supirnya yang selingkuh dengan Putri?" ujar Gus Pri mengembalikan tema dialog malam itu.

"Sambo itu tidak sendirian, lho," ujar Tris, yang membuat penasaran para tamu lainnya. Diantara mereka menunggu kelanjutan ujaran Tris yang terputus oleh celoteh Bang Win yang suka berseloroh.

"Yo jelas lah Tris, dio tu ndak mungkin dewek'an. Jangankan Sambo, Nabi Adam be, masih minta dikawani samo Siti Hawa, apalagi Sambo. Makonyo, Sambo diisukan banyak perempuan simpenan," ujarnya.

"Itu kan masih perlu pembuktian Bang Win. Jangan dulu percaya dengan isu. Kalau salah ngomong nanti kita juga yang kena tangkap, Bang Win!" ujar Yus setengah membela Sambo.

"Tidak Yus! Ini fakta! Sambo itu kalau menurut koran-koran sudah nikah sirri samo salah satu Polwan!" tegas Bang Win tak mau kalah.

"Sebentar dulu! Itu masalah lain. Aku pengen jelaskan, tapi ini masih dugaan, ya. Apa yang dibaca Gus Pri tentang perselingkuhan Kuat Makruf dan Putri, bisa jadi itu cerita baru, untuk mengalihkan perhatian publik. Itu yang aku bilang di awal, Sambo itu tidak sendirian. Maksudku gini. Penangkapan Sambo ini kan menyangkut banyak kasus," ujar Tris serius.

"Maksud kau Tris?! Apo mungkin ado pejabat Sumsel yang tersangkut dengan Sambo?" sergah Bang Win tak sabar.

"Ya, kita belum tahu. Tapi kalau kasus ini berkembang, bisa jadi bukan di Sumsel saja, tapi seluruh Indonesia ada yang jadi anak buah Sambo," ujar Tris kian liar.

"Nah, ini yang saya setuju dengan Bang Tris. Satu isu bisa mengembang kemana-mana. Sama kalau bicara tema naskah drama, Bang Tris langsung membahas tehnik muncul, artistik sampai kemasan acara," Gus Pri setengah memuji Tris kali itu.

"Tapi omongan Tris itu dak katek data, Gus! Kalau ngomong be, segalo wong pacak. Aku be pacak, misalnyo aku ngomong cak ini ; agek, kasus Sambo ini biso nyeret para mantan kapolri, kan bisao be? namonyo juga ndak pakai data, pacak be itu Tris!" ujar Bang Win seakan menyerang Tris malam itu.

"Maksud aku seperti ini, Bang Win. Sebentar dulu, kan aku belum selesai ngomong, kamu motong terus, Bang Win!" ujar Tris, tak setuju pada Bang Win yang menyela pembicaraan.

"Oke. Lanjut dulu Tris," ujar Gus Pri, seolah jadi moderator obrolan malam itu.

"Tadi sampai di mana? Kan lupo, inilah gara-gara Bang Win motong tadi," Tris menyalahkan Bang Win yang membuat Tris lupa alur cerita.

"Sambo tidak sendirian!" Gus Pri meluruskan lagi.

"Bener, Sambo tidak sendirian. Deretan kasus pembunuhan ini hanya satu diantaranya. Sementara kasus lain menunggu. Makanya kalau kita baca berita tentang Sambo, sekarang Sambo sudah digelari Kaisar, sekelas penguasa. Maksud aku, Sambo ini di belakangnya dipastikan ada orang-orang kuat, baik secara pribadi atau lembaga," Tris seolah jadi pengamat politik kriminal malam itu.

"Bisa jadi ada anggota parlemen?" sela Gus Pri.

"Bukan hanya parlemen, Gus. Tapi benar ujar Bang Win, kapolri sebelumnya, atau pejabat lain di lembaga luar parlemen bisa terlibat. Sebab kalau deretan kasus yang menyangkut Sambo itu sudah masuk wilayah judi online, bisnis prostitusi, hiburan malam, jaringan narkoba, itu menandakan Sambo ini sudah menguasai jaringan yang kuat. Sehingga, pihak lain yang ikut terancam dalam kasus ini, sekarang sudah mulai was-was dan khawatir, kalau kasus pembunhan ini merembet ke kasus lain, yang akan menyeret nama mereka ikut terlibat!" ujar Tris, mencoba menghubungkan dengan kasus lain.

"Terus tentang isu perselingkuhan Kuat Makruf dan Putri, cakmano menurut kau Tris?!" Bang Win tak sabar menunggu jawaban Tris yang kian tak terkendali.

"Yo, kalu aku melihat, kisah ini cerita baru, Bang Win!" tegas Tris.

"Maksud kau rekayasa?!" Bang Win menegaskan.

"Orang di luar Sambo yang membuat kisah ini. Kalau dalam politik marketing, Sambo sudah mempegaruhi publik dengan kisah bohong pelecehan seksual Yoshua terhadap isterinya," ujar Tris, yang sudah pernah menggeluti dunia trading dan marketing 11 tahun.

"Tapi itu kan laporan dari Kuat Makruf, bukan dari Sambo!?" ujar Yus yang sedari tadi mendengar penjelasan Tris.

"Ya, terlepas dari itu. Intinya kan Sambo yang buat cerita. Ditambah lagi ada skenario terjadi baku tembak di rumahnya. Itukan ternyata bohong. Rekayasa! Ini bukti, bahwa Sambo itu orang hebat yang bisa mereka-reka cerita sehinga publik hampir percaya. Kalau dalam kasus ini Polisi tidak lebih cerdas dari Sambo, kasus ini selesai sebagai kriminal murni dan semua selesai. Lalu Sambo akan bebas melenggang," Tris menimpali ucapan Yus sebelumnya.

"Jadi dibalik kasus Sambo ini, ada proses pencerdasan bagi kepolisian?!" sergah Gus Pri melebarkan tema obrolan malam itu.

"Woi, ya jelas. Polisi harus itu cerdas, pintar plus calak. Kalu polisi idak cerdas, dak calak, kito pulok yang mbudike polisi. Makonyo salah satu syarat jadi polisi harus siap mbuat cerito bohong. Cak Tris, Gus Pri, kan penulis! Jadi kamu beduo layak jadi polisi, sebab sering buat naskah drama dan sandiwara!" Bang Win tak putus akal untuk membuat kami yang ikut malam itu selalu tertawa. Atau sebagian juga kesal, karena penjelasan Tris selalu terpotong oleh Bang Win yang hobi bersenda gurau.

"Kalau yang itu lain, Bang Win! Kalau saya buat naskah drama, tidak seperti Sambo," sela Gus Pri, membantah Bang Win.

"Tidak, ini seumpama be, Gus! Sori bukan bermaksud menuduh seperti itu. Ini kan perumpamaan be. Ah, cak itu be nak marah, Gus!" Bang Win meledek Gus Pri.

"Jadi isu berita sekarang berbalik. Kuat Makruf dan Putri yang jadi sasaran tembak polisi. Dugaan perselingkuhan keduanya sangat menguat?" Gus Pri meluruskan obrolan lagi.

"Inilah yang aku bilang tadi. Ada skenario baru yang sengaja dibuat orang jaringan Sambo di luar kasus ini. Tujuannya untuk menyelamatkan sambo dari ancaman hukuman mati. Kalau berdasar kisah pertama, Sambo sangat kuat sebagai otak pembunuhan Brigadir Yoshua. Tapi kalau kisahnya dibalik, ada perselingkuhan antara Makruf dan Putri, logika hukumnya akan berubah. Otak pembunuhan ini, bukan Sambo tapi dua orang itu : Kuat Makruf dan Putri," tegas Tris.

"Maksudnya, perselingkuhan Kuat Makruf dan Putri sengaja dibuat dengan dua alasan. Pertama!" ujar Tris mulai memerinci analisisnya.

"Tris, kau ini njelaske kasus cak dengan mahasiswa, be. Biaso be lah Tris," ujar Bang Win yang tak mau terlalu serius membahas kasus Sambo.

"Bukan, begitu Bang Win. Ini supaya jelas. Kamu ni ngerti dak maksud aku?!" Tris suaranya agak meninggi. Tapi itu bukan kemarahan. Sebab, sudah menjadi tipe Tris yang selalu mengakhiri dialognya dengan kata : ngerti dak maksud aku!?

"Oke, lanjut! Jangan nak marah itu, Tris!" ujar Bang Win tanpa beban.

"Dua alasan itu, pertama pembunuhan Yoshua dilakukan karena diduga Yoshua yang melihat langsung perselingkuhan Kuat Makruf dan Putri. Sehingga skenario dibuat keduanya untuk melenyapkan Yoshua, supaya Yoshua tidak buka mulut. Sebab, kalau perselingkuhan ini sampai terbongkar, dipastikan citra Sambo akan rusak sebagai petinggi Polri. Makanya Kuat Makruf membuat skenario, Yoshua sudah menggendong putri isteri Sambo saat di Magelang," ujar Tris.

"Jadi ceritanya di balik. Mungkin yang menggendong Putri itu sebenarnya Kuat Makruf, bukan Yoshua! Tetapi karena Yoshua yang memergoki keduanya yang sedang gendong-gendongan di Magelang, Yoshua dijadikan kambing hitam dalam kasus ini, begitu?!" Gus Pri menimpali.

"Ya, tujuannya supaya perselingkuhan mereka tidak tercium oleh Sambo!" jelas Tris menguatkan ujaran Gus Pri.

"Kalu mak itu, harusnyo yang ditembak mati Kuat Makruf, bukan Yoshua! Kan Kuat Makruf yang pagar makan tanaman!?" ujar Yus, seperti menyimpan dendam pada Kuat Makruf yang sudah menghianati Sambo.

"Yang aneh, menurut aku, kok bisa-bisanya seorang jenderal polisi sekelas Sambo mudah percaya dengan seorang sopir. Harusnya emosinya sudah stabil. Kan bisa ditanya dulu, dicari kebenarannya. Ini kok langsung main tembak. Kalau kisah perselingkuhan Kuat Makruf dan Putri benar-benar terjadi, Sambo pasti menyesal seumur hidup," ujar Yus perihantin atas kasus ini.

"Ya, itu soal rasa, Yus. Kita kan hanya bisa melihat secara fisik. Ukuran manusia normal seperti kita, harusnya menyesal. Tapi kalau hati sudah diracuni nafsu amarah, maka yang muncul lima penyakit dalam hati manusia ; hawa, nafsu, dunia, syetan dan iblis. Letaknya di bawah dua tulang rusuk kita ini," ujar Gus Pri, sembari menunjukkan tangannya ke dada sebelah kiri.

"Kalau alasan keduo, apo dio, Tris?! tanya Bang Win yang masih ingin tahu.

"Masih dilanjut?!" tukas Tris, terkesan tidak berminat lagi membahas Sambo.

"Tanggung, Tris! Supaya kami juga tambah cerdas!" ujar Yus semangat.

Tris mencoba mengingat penjelasan awal yang sempat terputus. Sesaat menahan napas mengingat-ingat pembicaraan sebelumnya. Gus Pri kembali memancing kata terakhir obrolan sebelum terputus.

"Seingatku, tadi sudah sampai skenario perselingkuhan Kuat Makruf dan Putri, untuk menyelamatkan Sambo," ujar Gus Pri yang membuat Tris ingat kembali.

"Oke, Gus! Jadi skenario baru ini, tujuannya untuk menyelamatkan Sambo dari jeratan hukuman mati. Jadi hukuman ini akan berbalik ke Kuat Makruf dan Putri Candrawati," ujar Tris.

"Otomatis publik akan mengarahkan tuduhan kesalahan pada Kuat Makruf dan Putri yang telah merencanakan pembunuhan Yoshua, bukan Sambo!" sergah Gus Pri menambahi ujaran Tris.

Sebagian tamu ikut termangu dengan dialog malam itu. Tris melihat adanya kemungkinan skenario baru di balik cerita dalam kasus Sambo.

"Ngapo Sambo mesti diselamatke, Tris!? Dio tu kan sudah dipecat dari kesatuan Polri, jadi untuk apo dilindungi?!" Bang Win ingin mengetahui lebih jauh.

"Polisi itu kan hanya bajunya Sambo. Hanya lebel resminya saja, Bang Win!? Tapi isi otaknya, kekuasan Sambo bisa melebihi kewenangan Kapolri. Jadi hidupnya Sambo, masih sangat diperlukan banyak pihak. Dari kasus pembunuhan ini saja, sudah berapa banyak pejabat yang dirugikan?!" ujar Tris menebak sekenanya.

"Kok dirugikan?" sela Mang Rosi, yang sejak awal tidak tertarik dengan obrolan Sambo. Tapi seketika Mang Rosi menyela setelah selesai mengotak-atik HP-nya.

"Sudahlah Mang! Kamu tu fokus be samo Crypto. Mang Rosi dak usah melok kami. Biarlah kami be yang ngobrol tentang Sambo. Gek kalau ada kucuran duit dari Sambo, baru kami bagi samo kamu. Pacaklah nambahi deposit kamu melok bisnis Crypto!" sela Bang Win spontan, yang ditingkahi gelak tawa kami.

"Sebentar, Bang Win! Inilah Bang Win hobi nian, ngucak wong," ujar Tris bersungut, tak setuju Bang Win yang meledek Bang Rosi.

"Lanjut, ya, Gus," ujar Tris seolah minta izin pada Gus Pri.

Gus Pri hanya manggut-manggut kecil meng-iya-kan. Tamu lainnya masih serius. Sebagian lagi jadi pendengar setia, sembari menikmati kopi Muaradua Kisam OKU Selatan.

"Kalau Sambo harus diselamatkan, karena Sambo punya alur bisnis besar yang nyaris semua kolega akan dirugikan kalau sampai Sambo mati. Dari kasus pembunuhan ini saja, sudah berapa unit bisnis Sambo yang kemudian diusut. Otomatis semua rekening dan usaha yang berbau Sambo akan diblokir, atau bahkan dihentikan. Konsekuensinya, kalau ada pejabat yang selama ini menikmati setoran duit dari Sambo, dengan sendirinya akan macet. Kalau sekadar macet masih untung! Kalau ikut diusut dan diungkap!? Bukan tidak mungkin petinggi Polri dan anggota dewan dan pejabat lain di pusat dan daerah ikut terlibat. Ini yang saat ini sedang dibahas oleh kolega Sambo di luar lingkaran polisi. Satu diantaranya mereka sudah membuat skenario baru : adanya perselingkuhan Kuat Makruf dan Putri. Kalau ini bisa dibuktikan, hukuman Sambo jelas akan lebih ringan. Intinya, skenario ini dibuat agar Sambo dan semua jaringan bisnisnya selamat, meski harus mengorbankan Kuat Makruf dan Putri," ujar Tris, yang kemudian terlihat lega setelah membongkar analisa di otaknya yang dalam beberapa waktu terpendam.

"Tapi itu kan maseh dugaan, Tris!?" Yus menyela lagi.

"Dugaan itu mendekati kebenaran, Yus. Itu bahasa wartawan dalam berita yang selalu memilih diksi : diduga. Tujuannya supaya wartawan tidak dituduh atau terjebak pada opini yang menjustfikasi sebuah peristiwa atau pelaku kejahatan," ujar Gus Pri, yang juga dosen Jurnalistik di Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

"Bener, Yus. Kita ini ngobrol kan ada data meski dari ujaran tokoh dan berita. Tapi kalau kita kutip pernyataan Mahfud MD waktu dipanggil DPR, jelas, kok. Ada dugaan aliran dana yang mengucur ke sejumlah lembaga dan personal. Mungkin juga ke anggota dewan," jelas Tris mengklarifikasi ujaran Yus yang seolah tidak percaya.

"Ai, kalu aku jadi Kapolri, Sambo tulah ku tembak mati. Selesai! Jadi idak buat kacau Indonesia. Meningke kepalak be!" sergah Bang Win spontan.

"Nah, itulah Bang Win, makanya kamu idak jadi Kapolri! Sebab kalau kamu yang jadi Kapolri, pasti bakal banyak yang mati! Baguslah kalau Tuhan mentakdirkan kamu, jadi pedagang kopi di Pasar Palimo!" ujar Yus menimpali semaunya.

"Kalau Sambo mati, ya jelas aliran dana miliaran yang selama ini mengucur ke sejumlah pihak bisa terhenti. Macet. Makanya sekenario baru ini memaksa Sambo harus tetap hidup, meski tidak lagi jadi polisi. Sambo pasti sudah memegang kartu As setiap lembaga dan pejabat yang dapat aliran dana. Makanya kalau kita lihat wajahnya, Sambo itu tidak ada penyesalan," ujar Tris seolah menjadi pengamat psikologi.

"Mungkin, yang menyesalkan pihak lain yang khawatir kalau sampai Sambo mati, mereka tidak dapat kucuran dana dari bisnisnya Sambo!" sela Yus menambahi.

"Bener banget, Yus. Kali ini kamu cerdas, yang tadi kurang cerdas!" Tris kali ini menohok Yus yang sejak awal selalu berseberangan pendapat.

"Jadi, kalau kita ibaratkan sungai, aliran duitnya Sambo ini sudah mengalir sampai jauh. Seperti Sungai Musi yang punya sembilan anak sungai yang menjadi sumber kehidupan," kelakar Gus Pri membuat permisalan.

"Bukan sembilan lagi, Gus! Tapi sudah untuk persiapan sembilan keturunan Sambo, Gus! Kalau kito ni keturunan ke sepuluh jadi dak kebagian," ujar Bang Win berseloroh lagi.

Sesaat, obrolan terhenti ketika suara HP Gus Pri berbunyi. Ternyata hanya WA yang masuk. Tris, Yus, Bang Win dan lainnya menunggu Gus Pri selesai membaca WA. Tamu lain hanya sami'na wa atho'na. (mendengar dan mengikuti).

"Gus, mohon izin. Besok Gus harus kuliah subuh dan menerima setoran hafalan para santri. Kalau boleh saran, sebaiknya Gus istirahat dulu," sebuah WA dari isteri Gus Pri masuk.

"Malam ini kita ke mushola dulu. Tahajud, baru kita istirahat. Kita doakan Sambo diberikan balasan terbaik dari langit," ujar Gus Pri.

"Kok, yang terbaik, Gus? Bukan yang terburuk?!" ujar Yus.

"Terbaik dan terburuk untuk Sambo, bukan manusia yang menentukan," Gus Pri menekankan jawaban pada Yus.

"Iyo, Yus. Pacaklah Tuhan. Kito ni cuma pelaku!" ujar Bang Win menimpali sok bertauhid.

"Nah, sekali ini, omongan Bang Win bener. Sebelumnya, nganarudin alias ngawur!" ujar Tris meledek Bang Win yang kemudian menjadi gelak tawa malam itu.**

Palembang, 5 September 2022

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image