Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lailatur Rahmi

Keterbukaan Informasi Publik

Politik | Tuesday, 30 Nov 2021, 10:30 WIB

UU No. 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik bertujuan untuk: a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Keterbukaan informasi publik merupakan poin penting bagi terwujudnya akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik, dimana tidak ada lagi 'sekat' penghalang masyarakat untuk mengetahui apa saja yang telah diperbuat oleh penyelenggara pelayanan publik, khususnya terkait dengan standar operasional. Namun demikian, urgensi tersedianya informasi bagi masyarakat belum dipahami oleh semua Badan Publik, sehingga masih terdapat laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman dengan substansi laporan Informasi Publik (74 laporan tahun 2020, 223 laporan tahun 2019, 196 laporan tahun 2018), dengan berbagai dugaan maladministrasi, seperti tidak memberikan pelayanan, dugaan penundaan berlarut, maupun dugaan perlakuan diskriminasi yang bermula dari tidak tersedianya informasi layanan bagi masyarakat, sehingga masyarakat merasa kesulitan dalam mengakses layanan.
Tak berhenti pada UU KIP, pemerintah juga mengatur keterbukaan informasi publik menjadi salah satu bagian dalam upaya percepatan Reformasi Birokrasi yang masuk dalam area perubahan Penataan Tatalaksana. Penataan Tatalaksana sendiri bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem, proses, dan prosedur kerja, baik pada level kementerian/lembaga, hingga pemerintah daerah. Caranya, dengan menerapkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sebagai acuan dalam integrasi proses bisnis, data, infrastruktur, aplikasi dan keamanan. Tentunya SPBE diharapkan dapat menghasilkan keterpaduan secara nasional. Hal ini sejalan dengan tujuan Reformasi Birokrasi, yakni untuk mempercepat tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik di semua instansi penyelenggara pelayanan publik, baik pada tataran Kementerian/Lembaga, maupun pemerintah daerah.
Keterbukaan informasi publik dalam lampiran Permenpan-RB No. 26 Tahun 2020 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi diukur dalam beberapa kondisi, yakni apakah ada kebijakan pimpinan tentang keterbukaan informasi publik, apakah telah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan keterbukaan informasi publik, dan apakah implementasi SPBE telah terintegrasi dan mampu mendorong pelaksanaan pelayanan publik yang lebih cepat dan efisien.
Dengan dimplementasikannya keterbukaan informasi publik di tiap penyelenggara pelayanan publik, setidaknya akan berdampak secara internal maupun eksternal. Secara internal, dengan terbukanya informasi dapat mengurangi, hingga akhirnya diharapkan dapat menghilangkan potensi penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi, karena semua informasi sudah terbuka, sehingga secara internal semua orang mengetahui kondisi organisasi secara utuh. Selanjutnya, diharapkan akan meningkatkan efisiensi, baik dari segi biaya ataupun waktu dalam pelaksanaan semua tugas organisasi, sehingga hasil dari pelaksanaan keterbukan tersebut akan membawa instansi untuk mendorong dan berkontribusi sebagai bagian dari upaya mewujudkan good governance.
Secara eksternal, jika keterbukaan informasi publik dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka akan berdampak pada meningkatnya mutu pelayanan kepada masyarakat, terjaminnya kepastian layanan publik bagi masyarakat, terwujudnya kemudahan layanan bagi masyarakat, sehingga hasil akhirnya diharapkan dapat meningkat kepercayaan masyarakat terhadap instansi pelayanan publik.
Sebegitu pentingnya keterbukaan informasi publik, Komisi Informasi Pusat turut melakukan monitoring dan evaluasi, keterbukaan informasi terhadap 348 Badan Publik (tahun 2020), untuk nantinya disematkan predikat Informatif (nilai 90-100), Menuju Informatif (80-89,9), Cukup Informatif (60-79,9), Kurang Informatif (40-59,9), hingga Tidak Informatif (0-39,9). Ombudsman RI sebagai salah satu Badan Publik yang menjadi objek monitoring dan evalusi, berhasil meraih Predikat Informatif dengan perolehan nilai 95,66. Hal ini merupakan salah satu komitmen Ombudsman RI untuk terus memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, bukan hanya dalam konteks pelayanan penanganan pengaduan, juga mencakup pelayanan informasi kepada publik yang membutuhkan informasi yang berada di Ombudsman RI.
Harapannya, semua Badan Publik, khususnya intansi penyelenggara pelayanan publik, turut memenuhi amanah UU KIP dengan berpartisipasi secara aktif untuk menyediakan informasi kepada masyarakat, baik mengenai proses pelayanan, proses tindak lanjut, informasi umum yang bersifat serta merta, maupun komponen standar layanan sebagaimana dimuat dalam UU Pelayanan Publik. Harapannya dapat tercipta instansi penyelenggara yang benar-benar informatif dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya, sebagai pelayanan masyarakat dan abdi negara yang berkontribusi pada percepatan terwujudnya Reformasi Birokrasi di semua sektor pelayanan publik.

Sumber simpeldesa. Com

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image