Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Qaanitah Putri Mahira

Ketika Semesta Mengajarkan Banyak Hal

Agama | Tuesday, 06 Sep 2022, 15:50 WIB

Dalam Surat Al Alaq ayat 1-5 yang dimana turun kepada Rasulullah SAW sebagai wahyu pertama terdapat kata “Bacalah”. Kata “Bacalah” ini bukan hanya sekedar perintah untuk Rasulullah SAW membaca ayat-ayat Allah dalam kitab. Didalamnya juga terkandung makna untuk membaca ayat-ayat kuniyah, ayat-ayat mengenai alam semesta, yang bermkna merenungi ciptaan Allah, mencakup asal-usul, proses, hukum-hukum yang berlaku padanya, dan kesudahannya. Itulah yang menjadikan intelektualitas manusia berkembang.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ . الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Al Imran: 190-191)

Pada ayat tersebut Allah mengajarkan kepada kita semua untuk menjadi "Ulul Albab", orang yang senantiasa menggunakan akal cendekiawan yang senantiasa membaca alam. Empat cirinya adalah berzikir berpikir bertauhid dan beristighfar. Senantiasa berdzikir (ingat) kepada Allah dalam segala situasi. Tak jemu berpikir tentang segala fenomena alam titik bertauhid mengesakan Allah yang menciptakan alam ini. Tak lupa beristighfar atas kemungkinan lalai dan salah dalam pemikirannya. Ayat-ayat ini semestinya menjadi dasar kuat bagi manusia untuk membaca alam secara mendalam kemudian menganalisis, merumuskan, dan mengujinya sehingga menghasilkan sains ilmu pengetahuan juga pendorong untuk melahirkan inovasi. Al Quran bersifat mutlak dan tidak perlu diragukan kebenarannya. Sementara ilmu pengetahuan merupakan hasil pemikiran manusia yang didasarkan pada bukti-bukti yang dapat diamati dengan kebenaran yang relatif. Keduanya dapat dipersatukan dalam konteks tafsir. Oleh karena itu kita tidak boleh mengatakan bahwa temuan X sesuai dengan ayat Y ataupun sebaliknya.


Lalu, ajaran apa yang Allah selipkan untuk kita melalui penciptaan semesta?

1. Langit: Tanda-tanda bagi orang yang berakal

Seperti yang kita tau, langit selalu menang dengan keindahannya. Dimana bulan, bintang, matahari merupakan salah satu tokoh atau peran yang mengisi luasnya langit di bumi. Di tengah keluasan langit, bumi tidak lain hanyalah planet kecil di keluarga matahari. Masih banyak bintang bintang raksasa yang berdiameter ratusan dikali diameter matahari. Lalu ada galaksi yang dihuni oleh miliaran bintang, gas, debu sebagai bahan pembentuk bintang yang jumlahnya tak terhingga.

Setelah merenungi langit, sadarkah kita akan perbandingan diri kita sendiri dengan alam semesta? Dari segi substansi materinya, jasad pun tidak ada bedanya dengan debu-debu antar bintang. Lalu, masih bisakah kita patut menyombongkan diri dengan kuasa-Nya yang Mahabesar?

2. Matahari: Kedermawanan yang sejati

Ketika kita berbicara tentang matahari, maka akan banyak pelajaran yang kita dapatkan. Salah satunya ialah kedermawanan. Matahari diberikan oleh Allah cahaya dan panas berjuta-juta celcius. Namun apakah membuat matahari jadi sombong dan merasa berkuasa atas pemberian Allah? Tentu tidak. Matahari dengan sukarela memberikan cahaya dan panasnya dengan cuma-cuma kepada makhluk bumi. Jika matahari tidak memberikan cahayanya yang terang dan panasnya yang hangat, bumi hanyalah sebongkah planet yang gelap dan beku.

Perenungan ini semestinya menjadi pengingat dan membimbing kita ke arah penyucian jiwa. Takabbur hanyalah pengotor jiwa yang bsia muncul dalam otoriter, diskriminatif dan menindas. Imam Ghazali mengatakan “Jadilah muslim seperti matahari, yang bersinar karena kualitas dirinya, yang mampu menerangi dan menghangatkan sekitarnya, memberi manfaat bagi sekitarnya”

3. Cahaya: Menangkap hidayah dengan Qalbu

Ketika tadi kita berbicara tentang matahari yang dermawan atas panas dan cahayanya, kini kita berbicara ibarat dan ungkapan tentang cahaya di hidup kita. Ungkapan Allah tentang cahaya alam semesta selalu dikaitkan dengan dimensi kemanusiaan. Di sini cahaya bisa dikaitkan dengan cahaya agama atau biasa kita sebut hidayah. Ibarat astronom yang berupaya menangkap cahaya alam dengan teleskop besar yang sangat peka, manusia pun haarus menggunakan qalbu atau hatinya untuk menangkap cahaya Allah yang sangat banyak. Hanya Qalbu yang peka yang menangkap sebanyak mungkin cahaya itu.

4. Bintang Kejora: Kemegahan dan Keunggulan Relatif

Fenomena bintang kejora bukan lagi suatu hal yang asing bagi kita. Saat kita mengamati langit dengan fenomena bintang kejora di langit barat dan bulan di langit timur, kita bisa merasakan nuansa saat Nabi Ibrahim merenungi alam, mencari representasi dari Tuhan yang hakiki.

Tidak hanya itu, bintang kejora juga mengajarkan kita bahwa ia dipuji karena kecerlangan relatifnya yang ternyata bintang kejora merupakan Planet Venus yang cahayanya yang terang memantulkan cahaya bintang induknya yaitu matahari. Orang-orang terlanjur menyebutkan bintang dan memujinya. Sama layaknya manusia yang kemegahan dan keunggulan relatifnya menjadi sifat makhluk yang berpotensi menipu manusia. Satu satunya agar terhindar dari tipuan fenomena Bintang Kejoraa ini ialah dengan meresapi doa iftitah yang selalu kita baca, yang menyambung perkataan Nabi Ibrahim tersebut “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah baagi Allah Tuhan semesta alam”

Semua proses alami itu seolah-olah berjalan sendiri. Namun sebenarnya semua berjalan menurut ketentuan Allah. Tanpa tawar-menawar, alam patuh mengikuti proses itu. Janganlah sains dibenturkan dengan aqidah, karena pada dasarnya sains bisa memperkuat aqidah.

"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan"

Itu ayat pertama Surah Al Alaq. Jadi, riset ilmuwan Islam berangkat dari keyakinan bahwa Allah adalah pencipta dan pemelihara alam, serta hanya karena-Nya pokok pangkal segala niat. Atas dasar itu, setiap tahapan riset para ilmuwan Islam yang berhasil menyingkapkan satu mata rantai rahasia alam semestinya tidak disertai ungkapan berbangga diri tetapi disyukuri dengan Firman Surah Al Imran: 191 dalam Al Quran yakni:

"Tuhan kami, tidak Engkau ciptakan semua ini sia-sia."

Wallahu'alamu Bishshawwab...

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image