Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dadan K. Ramdan

Istilah Program Menghantui Petani dipedesaan

Bisnis | Monday, 29 Aug 2022, 15:36 WIB

Dalam beberapa obrolan dengan para penggarap lahan di saung - saung desa pinggiran hutan, dan para petani di sawah marginal serta tadah hujan dan lahan kritis.

Bersama petani sorgum di Kampung Ciherang Desa Cisampih Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang.

Muncul nada pernyataan yang setidak nya cukup menyesakan dada, tetapi juga bangga pada mereka.

Bagaimana tidak ...?,

Jika kedatangan kita bertemu dengan mereka bukan nya mendapatkan sambutan meriah atau minimal senyuman yang menentramkan, tetapi malah belum apa - apa sudah muncul ungkapan nada kesal dan kecewa.

Coba saja bayangkan ... kenalan saja belum..., dan bahkan baru akan berkenalan, selain itu bertemu saja baru saat itu, tapi kahadiran kita malah di sambut dengan cercaan serta umpatan kekesalan dan kekecewaan yang sangat membekas dan mendalam keluar dari ungkapan mereka.

Alasan nya banyak dan terjadi dihampir setiap warga penggarap di pedesaan - pedesaan, sebut saja salah satu diantaranya bernama dengan panggilan mang XX,

Dia adalah seorang penggarap lahan cibungur di kecamatan bungursari Kab. Purwakarta.

Nada ungkapan nya seperti ini "Geus lah... ari kira - kira datang rek mere karipuh mah, ngajaredog weh di imah, teu kudu ngarurus aing sagala, da aing ge bisa ngurus usaha jeung diri sorangan",

Nada seperti itu dalam bahasa sunda sungguh sangat menyesakan dada si pendengar nya,

Dan jika dimasukan dalam Bahasa Indonesia kurang lebih begini "sudah lah kalau sekira nya mau ngasih beban yang merepotkan, tidak usah ngurusi orang lain, karena kami bisa hidup dan mengurus diri sendiri".

Nada serupa hal tersebut, muncul juga di daerah - daerah cigoel bojong, Cipeundeuy dan cikalong Bandung Barat, bahkan Cisampih Subang serta daerah lain nya dan ternyata hampir dari 24 Kabupaten yang didatangi menyampaikan nada serupa, sementara Sukabumi dan pangandaran serta banjar belum berkesempatan melakukan sosialisasi pembelian produk yang kami perlukan.

Di hampir setiap kabupaten kota yang pernah kami singgahi, seakan penggarap dan tani di pedesaan seluruh jawa barat telah bersama - sama melakukan rapat koordinasi untuk menyamakan persepsi dan frekuensi nya agar menyampaikan nada yang sama terhadap setiap program pemberdayaan masyarakat, termasuk program pengembangan Usaha Budidaya Tanaman Sorgum (UBTS).

Sebenar nya ada apa dengan mereka ... ?,

Sehingga kesan nya seakan - akan telah dan sering mendapatkan beban begitu berat dari setiap orang yang datang.

Baru setelah melalui pendekatan persuasif melalui senyum lalu perbincangan kecil secara bertahap, baru di ketahui rupa nya nada kesal dan kecewa dalam benak mereka itu tumbuh karena banyak nya kegiatan - kegiatan pemberdayaan masyarakat dan terkhusus pemberdayaan ekonomi melalui rencana - rencana usaha pertanian atau usaha mikro (UKM) lain nya, telah dan banyak menyisakan agenda pesakitan di hati para petani dan penggarap serta pelaku usaha lain nya.

Program

Istilah program banyak di usung oleh pemerintah dan partai politik serta bahkan organisasi kamasyarakatan dan keagamaan, termasuk Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) dan bahkan organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan.

Lantas ada apa dengan program dan institusi di atas.... ?

Istilah program banyak melekat pada program yang terlahir dari kebijakan pemerintah yang di usung oleh lembaga - lembaga di atas.

Mendengar istilah program yang datang ke desa - desa, masyarakat petani desa termasuk penggarap lahan desa hutan sudah langsung bertendensi bahwa dia akan mendapatkan beban pemeriksaan dan pengakuan palsu untuk memenuhi syarat terpenuhi nya laporan pertanggungjawaban atas kegiatan program yang diikuti oleh mereka.

Beban pemeriksaan khusus nya dilakukan oleh BPK RI atau BPKP dan inspektorat.

Kasus - kasus yang terjadi kebanyakan adalah keterpenuhan administrasi pelaporan, sementara pengakuan palsu terjadi dari ketidaktersediaan administrasi karena real lahan hanya 1 hektar harus mengaku 10 hektar, atau 10 hektar harus mengaku menjadi 100 hektar, dan pengakuan palsu ini sering terjadi dilakukan atas perintah pengusung program yang dilakukan oleh partai politik dan LSM.

Pembiayaan

Hal yang lebih menarik adalah selain lembaga - lembaga di atas ternyata juga dilakukan lembaga - lembaga usaha baik PT maupun Koperasi yang melibatkan perbankan melalui skema KUR atau Kredit Usaha Kecil,

Kredit skema KUR lebih banyak terjadi karena PT atau Koperasi melibatkan diri serta bertindak sebagai oftaker dan avalist, tetapi tidak memiliki kapasitas dan kredibilitas yang mumpuni, sehingga tidak mempu menyerap produksi hasil UMK, terkhusus para penggarap lahan,

Akibat nya banyak para penggarap lahan menanggung beban sita karena produksi yang tidak terserap pasar menyebabkan gagal bayar.

Dana Pangiket atau Panjer

Dana Pangiket atau duit panjer sebenarnya istilah hari - hari yang sangat familier di telinga penggarap lahan dan petani, tetapi memiliki kesan tidak adil karena hasil produksi dan atau panen nya bisa di tampung dengan tidak memiliki parameter yang terukur.

Pendekatan dana Pangiket atau dana panjer selalu dilakukan untuk menutupi kebutuhan harian petani, tetapi petani dan penggarap ditempatkan pada sisi tawar yang rendah, karena harga cenderung ditentukan oleh tengkulak sebagai pembeli hasil produksi dan atau panen dengan cara kemplang dan ijon yang tidak memiliki ukuran parametrik.

Petani dan penggarap lahan sebenar nya mengalami rasa nyaman, namun didalam kenyamanan nya, memendam marah dalam bentuk kesal dan kecawa yang berkelanjutan dan tidak berkesudahan ketika keuntungan yang didapat si tengkulak jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil laba produksi atau panen yang didapatkan oleh petani dan penggarap.

Kenyamanan model penjualan kemplang atau ijon menjadi tempat kembali nya para petani dan penggarap, karena saat mengikuti program yang diusung pemerintah melalui institusi - institusi di atas terlebih partai politik malah cenderung menempatkan petani sebagai obyek pesakitan.

Termasuk dengan melalui pembiayaan perbankan yang di usung oleh lembaga offtaker yang tidak mampu menyediakan fasilitasi ketersediaan mata rantai usaha mulai dari hulu sampai hilir.

Setelah mengetahui permasalahan di atas, baru lah kami memahami kenapa para petani dan pengarap lahan menaruh bara api kemarahan dalam benak nya berbentuk kecewa dan kesal terhadap para pengusung program dan pembiayaan, karena semua pengusung itu menyisakan pesakitan.

Termasuk kedatangan kamipun seakan berpredikat pembawa program pembedayaan dan pembiayaan yang menghantui mereka, padahal kami hadir untuk membeli produksi tani dan hasil lahan garap mereka dalam bentuk komoditas sorgum dan domba dengan sistem timbang bayar dipenampungan, tanpa melakukan ijon dan atau borongan tanpa ukuran.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image