Kesaksian Gusti Dipokusumo Tentang Gus Dur Selaku Pendiri GMRI Bersama Sinuwun Paku Buwono XII
Sejarah | 2022-08-24 08:15:30Jakarta - Dialog bersama Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Adipati (KGPHA) Dipokusumo seusai acara Wilujeng Nagari di Purwa Hamijayan Keraton Surakarta Hadiningrat, 13 Agustus 2022, sungguh sangat mengesankan. Terutama dengan kerendah-hatiannya beliau menyampaikan sambutan maupun dialog tentang beragam soal terkait dengan peranan keraton dalam menjaga budaya leluhur bangsa yang semakin cenderung dilupakan oleh generasi muda hari ini.
Karena itu peran GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) pun menurut dia sangat diharap dapat ikut menjaga serta terus melestarikan budaya luhur bangsa guna menjaga sikap dan kepribadian bangsa yang mandiri, berdaulat sesuai dengan cita-cita Proklamasi Bangsa Indonesia menuju tatanan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Kecuali itu, menurut Kanjeng Dipo, nyawijinya Keraton Surakarta Hadiningrat, seperti yang harapkan Eko Sriyanto Galgendu, bisa mendapat perhatian serius dari semua pihak agar dapat kembali membangun masa kejayaan yang pernah dicapai bangsa Indonesia pada masa silam. Harapan pada nyawijinya masyarakat Keraton di Indonesia kata Kanjeng Gusti Dipokysumo patut menjadi topik bahasan dalam Kirap Agung Wilujengan Nagari di Purwa Hamijayan, Surakarta, 14 Agustus 2022.
Sambutan dari warga masyarakat yang meriah pada acara Wilujeng Nagari menjadi tolok ukur betapa antusiasnya warga masyarakat untuk nyawijinya fungsi dan peran Keraton yang ada di Indonesia.
Kesaksian Gusti Dipokusumo mengenai gagasan berdirinya GMRI dia sampaikan lewat cerita Sinuwun Paku Buwono XII yang mendapat sambut dari Gusdur (Kyai Haji Abdurachman Wahid), KH. Habib Chirzin, Banthe Panyaparo dan sejumlah tokoh agama lainnya, seperti dikatakan juga oleh Prof. KH. Habib Chirzin, hingga Sinuwun Paku Buwono XII memperoleh penghargaan sebagai Bapak Perdanaian Dunia karena seruannya yang gigih dan lantang menyuarakan perlu diupayakan terciptanya perdamaian untuk seluruh bangsa yang ada di dunia.
Karena itu, kisah keakraban pihak Keraton Surakarta Hadiningrat dengan KH. Abdurachman Wahid memiliki kesan tersendiri. Sampai motif batik Parang Barong yang erat kaitannya dengan Sultan Agung sempat mencuat dan disebut-sebut bantak orang sebagai batik yang Khas dari Gus Dur.
Ikhwal kehebohan masalah batik yang disebut khas bagi Gus Dur ini, disebut-sebut memiliki keterkaitan histori, hingga menarik minat Gus Dur sendiri untuk mengunjungi Imogiri yang menjadi tempat batik itu dibuat. Dan keinginan kiyai dari generasi penerus Pendiri Nahdhatul Ulama itu ingin datang ke Imogiri justru jadi semakin menguatkan motif batik Parang Barong itu.
Bahkan kisah romantik bersama Gus Dur ketika mau melakukan sholat, jadi kisah tersendiri, karena saat itu Gus Dur melakukan sholat terlanjur salah menghadap Kiblat. Namun saat Gus Dur diingatkan oleh seseorang tentang kiblatnya yang salah itu, Gus Dur justru berkilah, "masalah kiblat kok masih jadi masalah", kata Gus Dus dengan gaya selorohnya yang khas nyeleneh itu.
Namun pada waktu yang lain, ketika Gus Dur hendak memimpin sholat sebagai imam, dia justru serius bertanya arah kiblat yang benar. Keruan saja petatanyaan Gus Dur ini ditingkahi oleh pertanyaan nakal seorang jemaah yang lain, " jaman begini kok Gus Dur masih mempersoalkan kiblat ! ?"
Spontan pula Gus Dur menyergah, "kiblat sholat berjemaah ini penting, sebab tidak boleh salah. Karena kalau sampai salah, saya kan yang harus menanggung dosanya", kata Gus Dur serius.
Pendek cerita, menurut Gusti Dipokusumo, kecerdasan dan spontanitas Gus Dur itu sungguh luar biasa dan mengagumkan. Hampir tak ada orang yang mampu menduga apa yang hendak dikatakan Gus Dur sebelumnya.
Minimal, kata Gusti Dipokusumo berkisah tentang kecerdasan Gus Dur, dia tak boleh mengajak orang lain salah dalam menunaikan sholat. Karena orang lain tidak boleh ikut menanggung kesalahan yang kita lakukan, kata Kanjeng Gusti Dipokusumo sambil tersenyum kagum tentang sosok Gus Dur yang sangar mengesankan bagi dirinya itu.
Intinya, kisah yang dituturkan kembali Gusti Dipokusumo ini melukiskan betapa sosok Gus Dur yang cerdas dan mbeling itu sungguh memiliki pandang serta pemikirannya yang jenial dan ampuh.
Karena itu, Gusti Dipokusumo pun menduga, itu pula bagian dari daya tarik Gus Dur bagi banyak orang. Seperti saat Gus Dur tampil bersama sejumlah tokoh pada panel diskusi yang diselenggarakan Dr. Sudhatnoko di kediamannya pada kisaran tahun 1990-an, Gus Dur membuat peserta seperti terperangah, lantaran Gus Dur pandangannya tentang Mexisme Religius. Sayang sekali sampai acara diskusi usai, tak seorang pun sempat bertanya tentang ikhwal persepsi Gus Dur tentang Marxisme Religius itu.
Demikianlah kesaksian Kanjeng Gusti Dipokusumo tentang Gus Dur, sebagai pendiri dan penggagas GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) bersama Sinuwun Paku Buwono XII, Prof. KH. Habib Chirzin serta tokoh nasional dan agamawan di Indonesia. Juga secara legal formal GMRI tercatat dalam akte notaris yang kini dipegang oleh Eko Sriyanto Galgendu. *
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.